Lorong-lorong istana yang semula ramai oleh para pelayan maupun pekerja yang berlalu lalang itu kini telah sepi. Tak ada lagi suara derap langkah orang yang lewat, atau gemericik air yang mengalir. Pun, suara obrolan ringan dari bibir-bibir itu tak lagi terdengar.
Sang Raja dan Ratu yang mendiami istana itu juga sudah sibuk dengan dunianya sendiri. Asik memadu kasih berdua dalam bilik mereka.
Malam datang dengan segala keindahannya. Purnama terlihat begitu berpendar teduh di atas sana. Juga gemerlap bintang yang turut menghiasi langit, menjadikan angkasa yang berwarna hitam itu seakan terhiasi oleh banyaknya kerlip lampu. Membuatnya semakin elok dipandang mata.
Malam yang syahdu itu berjalan tenang, dengan sedikit deru hembusan angin yang menerpa setiap kurden istana, juga suara jangkrik yang samar-samar terdengar, menjadikan malam semakin indah untuk diselami ke alam bawah sadar. Tidak ada kekacauan yang terjadi seperti empat bulan lalu saat Pangeran Musthafa dilahirkan, atau hal iseng yang Sang Raja lakukan pada Ratu beberapa waktu silam.
Semuanya aman, seluruhnya tenang, tentram dan bahagia. Kehidupan dalam istana itu menjadikan semua orang teringin menjadi tokoh utama. Merasakan hidup sebagai seorang Ratu yang dapat menikmati hari dengan semua kebahagiaan yang ada. Ditemani Raja yang begitu manis dalam memperlakukan istrinya. Juga sekarang, telah hadir seorang putra, pewaris dari Sang Raja sendiri.
Hidup Hanum banyak yang mengimpikan. Dambaan setiap orang. Padahal, perihal bahagia itu tak harus sama. Karena, setiap manusia telah diberi porsi masing-masing dari Tuhan, dan itu pastinya adil. Tidak ada sebenarnya kehidupan yang buruk, yang ada adalah, kurangnya rasa syukur dan ikhlas dalam menjalani hidup di bawah langit Allah ini.
Hal sederhana sering kali menghadirkan senyum, tetapi alangkah angkuhnya manusia yang selalu merasa ingin di posisi atas. Yang mendambakan kehidupan manusia lain dan mencela takdir yang telah ada dalam dirinya.
Jadilah manusia bijak, yang menyambut takdir ilahi dengan senyuman, kemudian menjalaninya dengan perahu sabar serta ikhlas. Dengan dibalut oleh doa setiap saat, hidup yang awalnya terasa hambar akan menjadi penuh rasa. Masa sulit yang mulanya seakan menyesakkan dada, nanti akan berubah lapang dan menghadirkan euforia.
Malam yang penuh dengan keanggunan itu akhirnya berganti pagi. Bagaskara malu-malu menyembulkan dirinya dari ufuk timur, dengan kemudian cahaya jingga yang cantik itu perlahan memancar ke seluruh penjuru.
Cahaya emasnya merambat masuk dalam ventilasi jendela, kemudian tumbang pada sebuah ruangan besar yang penuh dengan desain khas kerajaan.
Kasur berukuran king size itu sedikit bergerak karena si empu kini bangun lalu beranjak duduk.
Mengerjapkan matanya sesaat, Hanum melirik wajah tampan suaminya yang masih terlelap. Kemudian, senyum di wajah cantik itu terbit, merekah indah menyambut pagi.
Masih dengan piama khas kerajaan yang ia pakai, Hanum berjalan menuju ruangan bayinya. Di sana, pangeran Musthafa juga terlihat masih terbuai oleh mimpi indahnya.
Hanum kembali tersenyum memandang putra pertamanya itu. Pipi gembulnya membuat Hanum gemas ingin sekali menjawilnya jika tak ingat Sang Pangeran masih tertidur dan enggan membangunkannya.
Hari ini, adalah jadwal Hanum untuk melakukan me time. Waktu seharian ini yang akan ia gunakan untuk memanjakan diri.
Dari mulai melakukan lulur, berendam dalam air bunga nan harum, merapikan rambutnya, menutupi wajah ayunya itu dengan masker wajah, serta membuat kuku pada jari lentiknya itu semakin indah.
Hanum rutin melakukan hal itu selama seminggu sekali. Benar-benar mendedikasikan hari khusus untuk dirinya bersantai. Karena, Ratu itu tak mau bila dirinya terlihat tak cantik lagi usai melahirkan. Ia tak mau menjadi buah bibir rekan bisnis suaminya atau pekerja dalam istananya sendiri. Perempuan dengan kulit lembut nan halus itu begitu totalitas dalam memanjakan diri.
Toh, ia juga tak usah bersusah payah mengeluarkan banyak uang untuk itu. Semua sudah ia dapatkan dalam satu bangunan yang sama, dan semua adalah miliknya. Kepunyaan Hanum.
Berjalan menuju kamar mandi besar yang telah terdapat bak berendam di tengahnya, Hanum melepas piama tidur itu perlahan. Setelah selanjutnya tak ada lagi sehelai benang yang menutupi tubuhnya, Hanum lalu memakai handuk putih nan bersih pada tubuh ramping itu.
Sebelum meminta pelayan untuk membaluri tubuhnya dengan lulur, ia ingin sedikit membasuh tubuhnya dengan air hangat agar tidak mengantuk sepagi ini.
Diputarnya keran air panas dan dingin itu secara bersamaan. Uap air terlihat mengepul di udara, lalu tetesan air mawar dalam botol kaca itu dituangkan oleh Sang Ratu. Membuat aroma mawar merah menyeruak dalam bilik kamar mandi yang tak bisa terbilang kecil.
Setelah memastikan air yang akan ia rendami itu hangat dalam kadar suhu yang diinginkan, barulah perempuan yang sudah pernah melahirkan itu kembali menanggalkan handuk putihnya untuk kemudian masuk ke dalam rendaman yang menenangkan.
Saat kaki jenjang itu ingin menyentuh permukaan air, rungunya dikagetkan oleh suara pintu yang berdecit perlahan, seakan ada yang mencoba menutup setelah sebelumnya membuka.
Hanum mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam air rendaman itu. Ia memakai handuknya kembali lalu memeriksa.
Tidak ada yang bisa masuk ke dalam ruangan yang Raja dan Ratu diami tanpa seizin sang pemilik. Itu adalah peraturan dalam istana yang wajib dipatuhi. Pun, termasuk sekadar mengintip ke dalam. Itu tidak dibenarkan. Terlebih ada seorang Ratu yang tengah melakukan privasinya di dalam sana.
Hanum memutar knop pintu perlahan, lalu keningnya berkerut heran. Benar, pintu itu tidak lagi tertutup rapat.
Ia lalu melihat ke luar. Namun, tak ada seorang pun di sana. Bahkan, saat Hanum memanggil dan bertanya apakah ada orang di situ, tidak ada yang menyahut.
Kembali mengerutkan kening, Hanum terheran-heran dengan apa yang barusan terjadi. Ia menjadi merasa was-was sendiri.
Belum pernah sebelumnya ada yang lancang menggangu privasinya itu.
Menghela napas pelan, Hanum jadi tidak tenang untuk berdiam diri sendiri dalam kamar mandi itu. Ia kemudian memanggil pelayan yang bertugas untuk membaluri tubuhnya dengan lulur bengkoang itu sekarang. Hanum tak lagi mau sendirian.
Meninggalkan jejak rasa penasaran dalam benak Sang Ratu, pada radius dua puluh meter dari tempat Hanum berdiri, seorang lelaki bersembunyi di sebalik tiang kokoh, dengan bibir tipisnya, ia menyeringai puas.
Lelaki berperawakan tinggi itu kemudian menggigit bibir bawahnya penuh nafsu setelah melihat tubuh tanpa sehelai benang seseorang yang haram untuk dilihatnya. Ia bahkan tidak peduli jika eksistensinya nanti diketahui.
Hal yang ingin ia dapatkan sekarang adalah, mendekap Sang Ratu dengan penuh hasrat dan cinta yang membara dalam hatinya, kemudian menyalurkan hasrat itu pada sebuah hubungan dalam yang hanya boleh dilakukan sepasang kekasih yang telah menikah.
"Sebentar lagi, Hanum. Sebentar lagi aku akan menikmatimu," ucapnya, lalu bergegas keluar dari tempat persembunyiannya itu.
****
Menganggu waktu me time!
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
FantasyCOMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...