Chapter 70

371 35 0
                                    

"Ini seperti mimpi." Hanum berdiri mematung takjub. Hampir tidak bisa berkata-kata.

Di depannya, terjejer ratusan peti emas dan permata antik. Berkilauan dan sangat indah.

"Kau benar. Ini seperti mimpi." Akbar menimpali. Ia lalu berjalan mendekat kemudian berjongkok ke salah satu peti dan mengambil sebatang emas murni.

"Menakjubkan. Ayah pemburu yang hebat."

"Bahkan semua harta ini tidak akan habis hingga tujuh turunan kita, Akbar." Hanum berkata dan ikut berjongkok. Mengamati sedari dekat batu-batu mulia yang berserakan di dalam ruangan rahasia itu.

"Tidak akan. Bahkan jika sudah kita bagikan ke dua benua sekalipun."

Keduanya saling diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Selama beberapa saat, keadaan hening.

Hanum berdecak, "Aku mual melihat harta sebanyak ini."

Akbar menghela napas. "Tidak hanya kau. Aku juga."

Lalu keduanya tertawa. Dalam tiap detik mereka hidup di atas gelimpangan harta. Tidak kurang barang sedikit saja. Lalu kini mereka menemukan gudang perhiasan yang tidak ternilai harganya.

Mau diapakan harta sebanyak itu?

"Kira-kira, berapa banyak uang yang kita dapatkan jika menjual semua harta ini, Akbar?"

"Mungkin sekitar tiga ribu triliun. Atau lebih."

Hanum menoleh pada Akbar tanpa berkedip. "Angka yang sangat fantastis."

"Hmm."

Hanum lalu berdiri dan berkacak pinggang. "Ayo keluar dari ruangan ini dan kita bicarakan untuk apa saja semua benda ini nantinya."

"Jangan terlalu lama di sini, Akbar. Aku benar-benar pusing dan mual sekarang."

"Bukan hanya kau, Hanum. Begitu juga aku."

Akbar pun ikut berdiri lalu mereka menutup ruangan itu dan duduk bersender pada lemari-lemari buku yang ada.

"Kau punya ide untuk emas-emas itu?" Akbar bertanya, ia kemudian menepuk-nepuk pahanya. Memberi kode agar Hanum duduk di pangkuannya sembari berbincang.

"Ada beberapa," jawab Hanum. Kemudian duduk di pangkuan suaminya dengan nyaman. Ia bersandar sembari memejamkan matanya sejenak.

"Kau lihat sekolah-sekolah pedalaman yang ada di negeri Wakanda? Yang tidak terjamah oleh pemerintah pusat sehingga keadaannya sangat memprihatinkan."

Hanum kembali bersuara.

"Tentu. Banyak sekolah Wakanda yang dibangun megah di luar negeri. Namun sekolah di negerinya sendiri banyak yang tidak terurus."

"Lebih tepatnya tidak mau mengurus."

Keduanya tertawa miris.

"Kau lihat permukiman warga yang sangat kotor dan berbau itu?"

"Hmm. Tentu."

"Itu karna terlalu banyak tikus berdasi yang menggerogoti uang rakyat. Uang yang ada hanya mereka habiskan untuk kepentingan pribadi dan tidak disisakan untuk rakyat yang ada."

"Kau lihat masjid dan mushola yang banyak kekurangan peralatan sholat?"

"Dan banyaknya pengangguran di setiap sudut kota."

"Hmm sangat memprihatinkan."

Keduanya kembali diam. Sepersekian detik. Lalu tertawa kecil.

"Sepertinya kau mengerti apa yang aku pikirkan."

"Yeah. Tentu saja."

Suami-istri itu berhigh-five ria, lalu esoknya mulai menjalankan misi yang mereka rencanakan.

****

"Hanum, aku belum meneruskan cerita kemarin." Akbar menyela dibalik kesibukan mereka mencatat sesuatu di atas kertas.

Hanum acuh, hanya menjawab sekenanya dengan tangan masih sibuk menggerakkan pulpen hitam.

"Akan kita bicarakan jika misi ini sudah tuntas."

"Kau terlalu lama menggantung mereka." Akbar berkomentar.

"Bukan aku. Tapi dia."

Keduanya lalu saling berpandangan dan tersenyum.

"Penulis cerita kita," ucap keduanya kompak.

****

Mohon maaf lahir dan batin.

Alasan kenapa identitas Ajeng disembunyikan sebenarnya mau aku kupas tuntas di sini. Tapi, aku punya satu konflik penutup lagi, yang kayaknya lebih dahsyat kalau diletupin bareng teka-teki akhir juga. Wkwk.

Jadi, semoga tetap sabar baca ini.

Thank you 🤍

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang