Chapter 47

410 33 12
                                    

Tuhan, apakah aku melakukan banyak kesalahan di masa lalu? Apakah aku melakukan suatu hal yang sia-sia hingga sekarang aku mendapatkan hukuman atas apa yang aku lakukan dulu?

Aku tau, jalan pernikahan memang tidak selalu mulus. Selalu saja ada onak berduri di dalamnya. Aku sangat paham akan hal itu. Tetapi ... hal yang begitu aku sayangkan adalah, mengapa harus permasalahan seperti ini yang menimpa rumah tanggaku?

Kenapa harus adanya pihak ketiga? Aku benci hal ini. Aku sangat membencinya!

Ajeng, gadis itu masih belia. Tapi tingkahnya bahkan tidak mencerminkan gadis yang baru akan beranjak dewasa.

Masih tercetak jelas dalam ingatan, bagaimana Akbar dan Ajeng berada di kamarku waktu itu. Saling menindih!

Hatiku perih. Aku merasa terkhianati. Apakah ... perasaan sakit yang kini aku rasakan adalah bentuk dari cinta? Apakah aku telah menjatuhkan hatiku pada Akbar? Tapi, sejak kapan?

Jika aku tidak mencintainya, namun mengapa aku merasa tidak rela bila ia bersama dengan wanita lain?

Seumur-umur aku belum pernah menjatuhkan hatiku pada seorang lelaki. Karena cinta itu cukup menghambatku untuk meraih apa yang ingin aku gapai.

Banyak dari temanku menjadi patah semangat hanya karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Menangis tersedu-sedu ketika terjadi permasalahan dengan pacarnya, yang endingnya mereka juga tidak berjodoh. Dari beberapa pengalaman mereka, aku semakin was-was untuk jatuh cinta.

Hingga tiba saat ini.

Saat di mana aku telah menjadi seorang istri. Juga seorang ibu.

Siapapun tolong katakan padaku bahwa yang aku rasakan ini bukan perasaan cinta! BUKAN!

Cinta itu sesuatu yang rumit. Benar-benar rumit!

Praangg

Suara guci yang pecah itu membuatku tersadar dari apa yang sedang aku lamunkan. Kedengarannya dari lantai bawah.

Aku meminta Alsava membantuku berdiri dan berjalan keluar kamar. Iya, tau sendiri insiden kemarin malam saat kakiku menginjak serpihan kaca itu hingga harus membuatnya dijahit lalu diperban.

Ajeng, Akbar, kalian harus membayar mahal akan ini!

"Pelan-pelan, Ratu," kata Alsava dengan sopan. Ia memapahku untuk keluar kamar dan menuju perbatasan tangga.

Dapat aku lihat di bawah sana, para pelayan sibuk membersihkan guci yang telah berhamburan di lantai.

"Siapa juga yang menaruh guci jelek ini di sini? Mengganggu pemandangan saja!"

Praangg

Dan satu guci lagi dipecahkan.

Astaga, itu guci yang aku beli di China setahun lalu!

Apa yang gadis bodoh itu lakukan hingga sekurang ajar itu!

Tanpa mengingat luka yang ada di kakiku, aku bergegas berjalan cepat hingga membuatku meringis sakit dan terhuyung. Tepat saat itu, sebuah tangan menyanggaku.

"Hanya guci. Biarkan saja dia memecahkannya. Aku bisa memberikan yang lebih baik untukmu."

Zidan!

Aku langsung menepis tangannya dan menjauh. Alsava membantuku berdiri.

Menatapnya tajam dan juga sengit, Zidan justru tersenyum lalu geleng-geleng kepala melihatku.

"Kau selalu terlihat cantik bahkan ketika marah, Hanum."

"Menyingkirlah, Zidan! Aku tak membutuhkanmu! Kau dan sepupumu itu sama saja. Sama-sama gila!"

"Setidaknya aku tidak berkhianat sepertinya, Hanum."

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang