Chapter 35

467 41 2
                                    

"Apa maksudmu?"

"Salsa meneleponku kemarin malam. Lalu mengatakan bahwa Bunda tengah dirawat di rumah sakit karna penyakitnya kambuh. Aku harus ke sana sekarang juga," jelasku jujur.

Kemarin malam memang adikku menelepon. Mengatakan Bunda tengah terbaring lemah di rumah sakit membuatku cemas bukan main. Untuk itu, aku segera mengemasi koperku dan menunggu pagi menjelang untuk segera terbang ke Indonesia.

"Kau tidak boleh pergi, Hanum."

Aku melayangkan tatapan tak suka saat satu kalimat itu keluar dari bibir Akbar. Apa maksudnya aku tidak boleh pergi?

"Jika kau tidak menaruh afeksi pada orang tuaku, maka itu tidak masalah. Tapi biarkan aku pergi sebagai seorang anak yang masih sangat mencintai ibunya," tekanku.

"Bukan begitu, Hanum. Kau tau, tadi malam siaran televisi baru memberitakan bahwa virus Corona semakin menjadi wabah yang sulit dimusnahkan. Akan berbahaya jika kau keluar saat keadaan seperti ini."

"Kau melarangku tapi kau sendiri baru saja keluar dari negara yang lebih jauh."

"Aku keluar sebelum pemberitaan itu diluncurkan."

"Terserah apa katamu. Tapi aku tetap pergi. Tolong jaga Musthafa baik-baik."

Aku lalu meminta pelayan untuk mengambil koper di dalam kamarku kemudian bergegas mengambil paspor yang kusimpan di ruang kerja Akbar.

"Hanum!"
Akbar menahan pergelangan tanganku.

"Kau tidak boleh pergi. Musthafa tidak bisa jauh darimu walau sesaat. Kau tahu itu. Dan bila kau membawa Musthafa pergi sekalipun, itu tidak akan baik mengingat keadaan yang memburuk seperti ini," jelas Akbar. Keukeuh mencegahku untuk pulang ke Indonesia.

"Jangan egois, Akbar! Bundaku tengah sakit dan aku tidak tahu sampai kapan waktunya berputar di dunia ini. Aku tidak ingin menyesal dengan tidak menemuinya di saat terakhirnya," kataku dengan tegas sembari menepis tangan Akbar.

"Kau bisa menghubunginya melalui video call. Aku bukan egois, Hanum. Tapi pikirkanlah Musthafa."

"Dan pikirkan ibuku juga!"

"Aku akan berbicara pada Ayah mengenai ini. Aku yakin mereka akan mengerti keadaan sekarang dan tidak akan menuntutmu untuk pulang."

"AKU AKAN TETAP PULANG!" teriakku kemudian berjalan cepat menuju pintu keluar.

"Pelayan! Tutup gerbangnya sekarang!"
Suara keras dan lantang itu membuatku terhenti. Pelayan tergesa-gesa menutup pintu istana saat mendengar perintah itu. Membuatku melayangkan kilatan amarah.

"Akbar ... kau!" geramku.

"Kau sudah menjadi seorang Ibu sekarang! Jadi berhenti egois dan pikirkan keadaan putramu!" kata Akbar dengan tegas.

Wah hebat sekali dia sekarang! Membalikkan kalimat bahwa aku yang egois sekarang.

Aku menghampiri Akbar lalu menatapnya dengan penuh amarah. Kedua tanganku terkepal kuat dengan dada bergemuruh hebat.

"Dengar ini baik-baik. Wahai tuan Raja yang terhormat," kataku dengan menekankan semua kata.

"Aku menyesal telah menikah dengan lelaki egois sepertimu!" tegasku. Akbar diam, membalas tatapan tajamku dengan tatapan yang sulit kuartikan.

"Aku menyesal telah menerima perjodohan waktu itu. Dan aku sangat menyesal bahwa harapan Bunda menikahkanku denganmu akan membuatnya juga bahagia ternyata salah besar."

"AKU MEMBENCIMU, AKBAR!!"

"KAU DENGAR? AKU MEMBENCIMU!"

Setelah mengucapkan semua kalimat dengan tegas dan penuh penekanan itu, aku melenggang pergi meninggalkan Akbar yang saat ini mematung hebat.

Berjalan tergesa menaiki tangga lalu berlari menuju kamar dan membanting pintu.

Aku telah dikuasai emosi hingga tidak bisa membedakan dan menyaring ucapan yang kiranya baik atau buruk.

Yang saat ini aku pikirkan hanyalah Bunda. Dan aku terkurung di dalam istana ini tanpa bisa melihat wajah orang tuaku secara langsung lagi.

****

Seorang Raja yang masih merasa kelelahan setelah melakukan perjalanan panjang itu mendesah berat saat sang Ratu mengatakan kalimat benci padanya.

Bohong bila hatinya tidak tertohok oleh pernyataan yang baru saja terlontar. Tapi, bukan Akbar namanya bila terlihat lemah di hadapan orang lain.

Para pelayan dan penjaga istana yang menyaksikan hal itu hanya diam tak berkutik. Tidak berani ikut campur terhadap urusan Raja Ratunya.

Akbar mengusap wajah dengan kasar lalu bergegas keluar dari dalam istana dengan langkah lebar-lebar.

Moodnya sangat hancur saat ini.

Entah apa yang akan terjadi setelahnya. Tapi, semesta sudah memberikan sinyal pertanda tak baik.

****

Dudududu

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang