Chapter 23

683 62 4
                                    

Saat makan siang, rasanya aku ingin cepat melahap nasi dan sup kerang dalam mangkuk ini dalam sekali suapan. Akbar justru terlihat begitu santai dan menikmati makan siangnya. Aish ... tidak taukah ia bahwa aku sekarang sudah kenyang oleh buah bernama penasaran itu?

"Hanum, habiskan sup kerangnya!" titah Akbar lembut.

"A-a iya, aku akan menghabiskannya," jawabku.

"Bukannya kau sangat menyukai seafood? Terutama kerang ini,'kan? Lalu mengapa sepertinya kau tidak nafsu makan?" tanya Akbar yang sadar dengan sikapku.

"Akbar, aku gelisah. Aku ingin segera bicara dan menanyakan banyak hal padamu," ungkapku jujur setelah meletakkan sendok di atas mangkuk.

Akbar menatapku lamat-lamat. Mungkin ia juga kini bertanya-tanya, hal apa yang sebenarnya ingin aku katakan.

"Selesaikan makanmu segera, dan kita akan bicara."

****

Usai makan siang, aku mengajak Akbar ke taman belakang. Tepatnya di bawah pohon besar nan rindang. Di bawahnya terdapat bangku yang terbuat dari kayu jati, dengan kemudian disatukan dengan pohon. Melingkari pohon.

Angin bertiup sepoi-sepoi, cahaya matahari tidak begitu terik. Langit terlihat cerah dengan awan yang berarakan.

"Katakan, Hanum, apa yang ini kau ketahui? Kelihatannya kau sangat cemas," ucap Akbar sembari membantuku duduk setelah meletakkan beberapa bantal di belakang punggungku.

Aku sedikit menggeliat tidak nyaman, wajar saja karna usia kandungan yang sudah memasuki bulan kedelapan ini, membuatku sering tak nyaman walau sekedar duduk. Harus memposisikan tempat yang benar-benar pas.

Akbar lalu membenarkan bantal di belakang punggungku dan meminta pelayan untuk mengambilkan bantal bulat besar khusus untuk diduduki.

Setelah semua terasa nyaman, aku mulai bercerita.

"Aku menemukan harta karun di Istana ini," ucapku yang membuat Akbar terhenyak kaget.

"Harta karun? Kau menemukannya? Dimana?" tanyanya berberondong.

Aku lalu menceritakan bagaimana aku bisa sampai di ruangan yang menyimpan ratusan emas dan batu mulia itu. Juga jalan yang aku lewati beserta tombol-tombol rahasia.

"Astaga Hanum! Kau pergi ke gudang itu dan tanpa memberi tau siapapun?" pekik Akbar, aku sedikit kaget melihatnya sepanik ini.

"Aku hanya berniat melihat-lihat saja. Aku tidak tau jika akan ada banyak ruangan rahasia yang aku temui," ujarku.

"Ada apa Akbar? Ada apa dengan ruangan itu? Alsava dan Amrita bilang, kau melarang siapapun untuk masuk," sambungku.

Akbar menghela napas panjang. Setelah diam beberapa saat, ia menatapku lekat.

"Kau beruntung bila memilih pintu sebelah kanan setelah melewati lorong itu Hanum," ucap Akbar sambil memegang kedua bahuku.

"Aku hanya mengikuti hati kecilku saja. Kenapa dengan pintu sebelah kiri?" tanyaku penasaran.

"Aku dulu pernah mencoba mencari harta karun itu. Sendirian," ucapnya kemudian menarik napas dalam-dalam dan melepaskan tangannya dari kedua bahuku.

"Lalu?"

Akbar memandang hamparan bunga yang ada di depan kami. Lalu beralih menatap arakan awan yang perlahan berjalan di bawa iringan angin.

"Aku masuk ke gudang, menekan permata di mahkota singa itu, kemudian melewati lorong. Lalu aku bertemu dengan dua pintu. Aku masuk melalui pintu sebelah kiri. Dan kau tau apa isi dari pintu tersebut?" jelas Akbar

"Apa?" tanyaku tak sabaran.

"Aku melihat ad-,"

"Permisi, Raja," ucap penjaga Istana yang tiba-tiba datang dan membuat percakapanku dan Akbar terputus.

"Ada apa?" tanya Akbar pada penjaga itu.

Penjaga itu menunduk lalu berkata, "Ada seseorang ingin menemui Raja. Dia bilang datang dari London," ucapnya sopan memberitahu.

"Ah iya, dia client-ku. Persilakan dia masuk dan katakan aku akan segera menemuinya," ujar Akbar.

"Baik, Raja."

Akbar menoleh, melihatku yang sudah sangat haus dengan cerita-ceritanya selanjutnya.

"Maafkan aku, Hanum. Aku harus segera menemuinya. Kita akan lanjutkan bicara lagi nanti malam sebelum tidur. Aku pastikan tidak akan ada yang memotong pembicaraan kita lagi," jelas Akbar memberiku pengertian.

Aku mengangguk pasrah. Tak boleh lagi jika aku egois seperti sebelumnya yang akan membuatku kesal sendiri dan berujung melukai bayiku.

"Lekas selesaikan pekerjaanmu dan temui aku," pintaku.

Akbar mengangguk lalu mengajakku ke dalam. Namun aku menolak. Aku ingin berlama-lama di sini, menghirup oksigen yang begitu segar di hari yang sangat cerah membuatku senang.

Aku mempersilakan Akbar untuk menemui tamunya. Sebelum Akbar meninggalkanku, ia meminta beberapa pelayan dan penjaga untuk menemaniku.

"Semoga urusannya segera terselesaikan," harapku.

****

Siapa, sih tokoh yang nongol-nongol di waktu ga tepat gini

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang