Sore ini desa diguyur hujan. Hanya rintik-rintik gerimis, tetapi tak kunjung reda sudah sedari pagi. Tidak ada aktivitas berat yang dilakukan di luar ruangan dengan cuaca seperti ini. Orang-orang memilih bergelung di sebalik selimut atau menyeduh kopi panas ditemani makanan hangat sembari berbincang ringan bersama keluarganya.
Tak terkecuali pasangan suami-istri yang sudah menempati tempat itu lebih dari setahun lamanya.
Hanum menambahkan dua sendok teh garam ke dalam panci supnya setelah mengoreksi rasa pada masakannya. Potongan daging segar dan sayur terlihat begitu lezat di dalam sup yang sudah sempurna matang.
Perempuan yang rambutnya digelung rapi tersebut kemudian mematikan kompor lalu mengambil dua mangkuk dari dalam lemari. Ia menuangkan sup ayam tersebut ke dalam mangkuk.
Sibuk dengan aktivitasnya menyiapkan makanan, seorang lelaki dewasa yang tak lain adalah suaminya sedari tadi memerhatikan gerak-gerik istrinya. Ia tersenyum lebar saat aroma sup memasuki indra penciumannya.
"Sebenarnya kau memasukkan apa ke dalam panci supmu itu, Sayang?" Akbar merasakan perutnya semakin keroncongan saat Hanum meletakkan dua mangkuk sup tersebut di atas meja.
"Kenapa memangnya?" Hanum bertanya tak mengerti. Ia mengambil dua gelas beserta teko berisi air putih. Tidak lupa sendok dan garpu yang semuanya ia tata di atas meja.
"Mencium aromanya saja cacing dalam perutku sudah berteriak tidak sabaran." Akbar membantu Hanum mengambil mangkuk kecil berisi sambal dan botol kecap dari dalam lemari kecil sebelah kompor.
"Aku memasukkan banyak cinta di dalamnya." Hanum tertawa, bergurau. Akbar ikut tertawa.
"Yeah, tentu saja. Jika istriku yang memasaknya tentu akan ada banyak sekali cinta yang diberikan."
"Mungkin ini definisi makan cinta yang sebenarnya."
Hanum tergelak mendengar gurauan suaminya. "Kau ini ada-ada saja. Ayo cepat makan atau supnya keburu dingin dan aku malas untuk menghangatkannya kembali."
"Aye-aye, Nona!"
Mereka berdua kemudian makan dengan khidmat, sesekali diselingi candaan atau raut kesal Akbar yang ber-hah kepedasan.
"Sudah besar, masih saja tak suka sambal!" Hanum tersenyum mengejek. Akbar semakin melotot sebal. Matanya sudah berair menahan pedas.
"Lembek sekali suamiku ini." Hanum lanjut mengejek suaminya, tertawa puas melihat wajah Akbar yang sudah berkeringat.
Akbar meneguk air putih segelas penuh. Ia mengibaskan tangan di depan wajahnya, mencoba mengusir gerah yang menyergap.
"Kau curang, Hanum! Bisa-bisanya menambahkan sambal begitu banyak ke mangkukku tanpa sepengetahuanku!"
"Kau lupa kalau kau juga suka jahil padaku?" Hanum menjulurkan lidahnya, mengejek Akbar yang terlihat masih kepedasan.
"Awas saja, akan kubalas dirimu!"
Hanum tertawa.
Setelah lima menit berselang dan rasa pedas itu mulai memudar, Akbar bersandar di kursi. Ia memicing pada Hanum, lalu terpikir sebuah ide jahil di kepalanya.
"Oh iya, tahu tidak? Janda yang rumahnya dekat danau itu cantik, ya? Masih muda dan segar."
Hanum berhenti makan. Ia menggenggam garpunya erat-erat sembari menatap suaminya bak elang yang ingin memakan mangsanya.
"Coba kau ulangi!" Hanum berdesis. Akbar yang melihatnya hanya tertawa cekikikan. Ia sengaja menggoda istrinya.
"Hm dia juga terlihat manis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
خيال (فانتازيا)COMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...