Chapter 24

662 66 5
                                    

Menunggu.

Menunggu.

Menunggu.

Menunggu lagi dan lagi.

Satu hal yang paling membosankan adalah menunggu.

Aku menunggu Akbar menyelesaikan pekerjaannya hingga terkantuk-kantuk. Sekarang sudah jam sembilan malam kurang lima menit. Dan Akbar belum juga datang.

Awas saja jika ia lupa atau terlalu sibuk dengan urusannya dan tidak menemuiku. Habis kucincang kau Akbar!

Kalau anak muda zaman sekarang, menyebutnya apa? Ghosting?

Pertama kali mendengar kata itu dan teman-teman kuliahku mengucapkannya berulang kali saat bercerita, aku pikir dighosting itu dihantui. Diteror. Bukankah ghos itu hantu?

Sewaktu temanku bertanya, "Hanum, kalau kamu milih ngeghosting atau dighosting?" spontan aku menjawab "Ngeghosting dong. Engga tenang kalau dighosting."

Hmm ternyata dighosting ngeghosting itu maksudnya di PHP toh. Pemberi Harapan Palsu. Ckck! Ada-ada saja bahasa zaman sekarang.

Dulu bahkan saat ada teman lelaki yang kudesak untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di kelas, aku mengancamnya. "Kalau kamu ga mau bilang, aku ghosting kamu! Pilih cerita atau aku ghosting?"

Maksudku, jika dia tidak mau mengatakannya, aku akan menghantuinya, menerornya terus menerus. Mendesaknya terus.

Malu sekali aku ketika tau bahwa arti kata ghosting yang sebenarnya itu bagaimana.

Num Hanum!

"Sayang, kau sudah tidur?" suara Akbar membuyarkan ingatanku mengenai masa kuliah dulu.

Aku yang tengah bersandar di sandaran ranjang sontak menoleh ke sumber suara.

"Belum. Aku sedari tadi menunggumu. Kenapa lama sekali? Kau akan aku hukum karna membuatku menunggu," ucapku kesal.

Akbar mendekat lalu berbaring di sampingku. Membenarkan letak selimut dan tanpa menjawabku ia memejamkan mata seraya memelukku.

"Hei! Kau tidur hah?" tanyaku semakin kesal.

"Sstttt! Hanum, bersabarlah. Aku ingin menikmati malam ini sebentar, bersamamu," ucapnya parau.

"Ha? Apa maksudmu? Aku sudah menunggumu lama Akbar!" ucapku sewot.

"Menikmati apa? Aku tidak ingin melakukan itu sekarang," sambungku.

Akbar melepaskan pelukannya lalu menatapku.

"Apa? Aku tidak mengatakan ingin melakukan itu sekarang, Hanum," ucapnya tenang.

Aku terperangah, lalu memalingkan wajah darinya. T-tapi kan tadi dia bilang ingin hmm. Arrghhh Akbar menyebalkan!

"Kau berpikir aku ingin itu ya?" godanya yang sontak membuat kedua pipiku memanas.

Akbar mentoel perutku, kebiasannya membuatku tergelitik geli.

"Ciee pipinya merah."

"Ciee lagi malu."

"Ciee ngira aku mau ituan."

"Ciee Hanum ciee."

"AKBAR!"

Aku berbaring membelakanginya dan membiarkan Akbar tertawa puas mengerjaiku.

Tangannya melingkar di perutku lalu wajahnya menelusup di perpotongan leherku.

"Jangan ngambek istriku," ucapnya lembut lalu mengecup pipiku singkat.

"Nyenyenye," jawabku kesal.

"Nyunyunyu," balasnya.

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang