Akbar mengikat ujung pita berwarna merah itu dengan hati-hati, memastikan bahwa hadiah yang ingin ia berikan tampak indah dan sempurna.
Lelaki dengan perawakan tinggi itu kemudian menutup pintu kamar dengan pelan, ia hanya tinggal menunggu wanitanya pulang dan melihat sendiri kado besar yang telah ia siapkan dengan sedemikan rupa.
Akbar memilih menonton televisi sembari memakan camilan yang sudah Hanum buat kemarin sore. Ia melirik jam yang menggantung di dinding ruangan, jam setengah empat sore. Sebentar lagi Hanumnya pulang.
Setengah jam setelahnya, saat Akbar nyaris saja ketiduran di salah satu sofa ruangan itu, ia mendengar suara pintu yang dibuka. Pandangannya lalu jatuh pada seorang perempuan yang tengah menenteng plastik belanjaan.
Akbar tersenyum sumringah kemudian menghampiri istrinya dan membantu membawakan plastik belanjaan tersebut. "Akhirnya istriku pulang. Aku sampai hampir ketiduran menunggu."
Hanum membiarkan Akbar membawa plastik berisi beberapa kebutuhan pokok itu ke dapur dan meletakkannya di atas meja makan.
Perempuan itu mengelap peluh yang membanjiri keningnya. Ia segera meneguk segelas air putih penuh dengan kemudian menghela napas lega.
Akbar memerhatikan istrinya. Hatinya sedikit terpecut. Waktu masih di istana dulu, jangankan berpeluh hingga kelelahan seperti itu, membawa nampan makanan saja selalu pelayan yang membawakannya. Hanum tidak pernah dibiarkan melakukan semuanya sendiri. Namun lihatnya sekarang.
Tiba-tiba Akbar merasa kedua matanya memanas. Ia segera memalingkan wajah dan mengatur deru napasnya. Ia tidak boleh terlihat cengeng, apalagi dengan hal yang sudah tertinggal jauh di belakang sana.
Akbar mencoba tersenyum dengan baik, ia kemudian menghampiri Hanum. Berlutut di depannya dan menggenggam jemarinya. Hanum mengernyit, "Ada apa?"
"Aku punya sesuatu untukmu." Akbar mengamit tangan Hanum, dengan kemudian mengecupnya singkat.
Akbar tak membiarkan Hanum bertanya. Ia membawa Hanum ke sebuah ruangan; kamar mereka.
"Kau harus membukanya dengan hati-hati."
Hanum lalu melihat sebuah kotak berukuran besar berwarna biru dengan pita merah di atasnya. Ia menoleh pada suaminya, "Untukku?"
Akbar tersenyum, merangkul pinggang Hanum dengan sayang. "Tentu saja."
Hanum mendekat, menarik simpul pita tersebut dengan pelan.
Ketika pita itu ditarik, keempat sisi dari kotak tersebut langsung terbuka dan menampilkan sebuah benda besi berwarna perak kebiruan setinggi satu meter dengan bentuk menyerupai manusia. Kepala persegi panjang, bagian tangan dan kakinya juga sedemikan.
"Robot?" Hanum bertanya tak mengerti.
Akbar mengangguk, kemudian menekan sebuah tombol tersembunyi pada bagian belakang robot tersebut.
Robot tersebut mengeluarkan cahaya biru yang lembut lalu berdesing pelan. Lampu di kepalanya berkedip-kedip. "Hello! Hello!"
Robot itu bicara.
"Hei!" Hanum antusias melihatnya.
"Hai robot! Kau lihat? Ini aku, dan ini istriku, Hanum." Akbar menunjuk Hanum yang berdiri di sampingnya.
"Kau sudah tahu bukan apa yang harus kau lakukan?"
"Tahu! Tahu!"
Hanum tersenyum senang. "Dia bisa bicara."
"Sekarang sapu lantai ini dengan bersih!" Akbar memberi perintah. Seketika robot berwarna perak kebiruan itu mengeluarkan sapu kecil dari bagian tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
FantasyCOMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...