Chapter 72

311 30 1
                                    

"Hanum, kita harus bicara."

Aku tak menunggu waktu lama lagi untuk segera mengikuti Akbar. Aku yakin ada hal yang begitu penting hingga Akbar menemuiku dengan raut wajah tegang dan gelisah.

"Akbar, sebentar."

Aku memanggil Alsava untuk menjaga Musthafa kemudian cepat-cepat berlari mengikuti Akbar kembali.

Langkah kaki panjang itu terus maju menuju dapur.

Sebentar, dapur?

"Kau mau kemana, Akbar?"

"Ikuti saja, Hanum."

Akbar menjawabku tanpa menoleh.

Kami terus melangkah dan menuju sebuah ruang di bagian sudut dapur. Gudang.

Iya, gudang yang dulunya pernah aku masuki. Gudang menuju tempat rahasia itu. Kenapa Akbar membawaku kemari? Kalau hanya untuk membicarakan soal harta yang sampai sekarang belum habis itu aku rasa tidak akan tergesa-gesa seperti ini.

Bruuk

"Aduh!"

Astaga, Hanum! Saking tergesa-gesanya aku, hingga tidak sengaja menabrak guci di sebelah meja.

"Sayang?" Akbar berbalik lalu membantuku berdiri dengan benar.

"Hati-hati!"

Aku mengangguk lalu melanjutkan langkah. Kami masuk ke ruangan berdebu dan gelap itu kemudian Akbar menyalakan lampu.

Akbar menekan permata biru pada kepala patung singa yang terletak di sisi dinding. Ketika permata itu ditekan ke dalam, sebuah pintu lain terbuka. Dan kami pun masuk.

Betapa terkejutnya aku ketika mendapati sepasang manusia tengah duduk di sana. Dengan raut wajah yang sama tegangnya dengan Akbar.

"Ayah? Ibu?"

Mertuaku itu sontak berdiri ketika melihat aku dan Akbar datang.

Aku bingung. Tentu saja. Di saat seperti ini mereka datang tanpa memberi tahu apapun, dan Akbar membawaku pada mereka di ruangan rahasia ini.

"Ada apa ini? Apa yang membawa kalian kemari dan justru bertemu di tempat rahasia seperti ini?" Aku tidak sabar lagi untuk melemparkan bermacam-macam pertanyaan kepada mereka.

Jantungku mulai bertalu-talu. Cemas.

Ada apa sebenarnya?

"Sayang." Ibu mendekat lalu mengamit kedua tanganku. Kedua sorot matanya menyiratkan kekhawatiran luar biasa.

"Ada apa Ibu?"

"Ayah? Kumohon jelaskan!" Keduanya masih saja diam.

Aku menoleh, melihat Akbar yang mengusap wajahnya gelisah.

"Maaf, Hanum. Kau dan Musthafa harus pergi dari Istana malam ini juga."

"Hah?"

****

Kenapa, sih, Authornya suka banget gantungin pembaca🙂

Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang