"Kau ....?"
"Mohon maaf, Ratu, Pangeran Musthafa saat ini sedang menangis dan Nona Ara serta Nona Sofia tidak bisa menenangkannya. Untuk itu, saya diperintah untuk memanggil Ratu," ujar salah seorang pelayan yang mengintrupsi percakapanku dengan David.
Aku membuang napas kasar, sembari menahan gemuruh amarah yang rasanya akan meledak.
David menatapku dengan tatapan bertanya seakan pura-pura bodoh dengan apa yang saat ini terjadi.
Persetan dengan kelakuan lelaki sahabat suamiku ini, aku lebih memikirkan Musthafa sekarang.
Bergegas menuju putraku, aku memikirkan banyak hal yang saat ini tengah membuat pikiranku penuh akan tanda tanya.
****
Dua hari kemudian, saat aku tengah duduk di sofa ruang tengah. Pintu utama istana dibuka oleh seorang pelayan, lalu muncullah seorang lelaki tinggi gagah yang tengah tersenyum lebar ke arahku.
Siapa lagi kalau bukan Raja di istana ini.
Setelah lebih dari dua Minggu Akbar meninggalkan Istana, sebenarnya ada rasa ... rindu? Iya, mungkin, yang saat ini tengah aku rasakan.
Tapi rindu itu aku tepis dengan serentetan pertanyaan yang membuatku kesal setengah hati padanya.
"Sejak kapan kau mulai menyimpan banyak hal dariku? Merahasiakan sakitmu dari Ratu, apakah kau pikir itu hal yang baik?" tanyaku saat Akbar tepat berdiri di depanku.
Tangannya yang sudah terbuka lebar untukku berhambur memeluknya, kini diuraikan. Lalu senyum di wajahnya kian memudar.
"Hanum ... dari mana kau tau kalau—,"
"David. David yang memberi tahuku," tukasku. Kemudian aku berdiri dan berjalan ke arahnya.
Menatap tajam kedua matanya. Aku dapat melihat rasa bersalah dari sorot mata itu.
Sebenarnya tidak baik menyambut suami dengan cara seperti ini. Harusnya aku membiarkan Akbar istirahat sejenak baru mulai membicarakan ini baik-baik. Dengan menyambutnya hangat dan menanyai kabarnya, lalu mengajaknya makan. Harusnya aku menghargai suamiku yang baru pulang bekerja.
Tetapi moodku sedang tidak mendukung dan tidak bisa menunggu lebih lama untuk itu. Terlalu banyak hal yang sekarang membuatku kalut.
Seseorang yang mengintaiku, Akbar tidak ada di rumah, dan sakit yang sengaja ia sembunyikan.
"Kau bahkan tidak menjelaskan padaku apa saja yang kau lakukan di sana. Jika hanya keperluan bisnis, aku rasa kau tidak perlu membawa banyak barang saat pergi."
"Hanum, selain keperluan bisnis aku juga bertemu teman lamaku—,"
"Teman lama? Mantan kekasih maksudmu?"
"Bukan begitu Hanum—,"
"Lalu bermalam selama beberapa hari dan jatuh sakit lalu sengaja tidak memberi tahuku tapi justru memberi tahu sahabatmu. Wah Akbar. Hebat sekali. Kau mulai bermain belakang sekarang."
Aku berdecih, tersenyum sinis menatapnya.
Akbar lalu mendekat dan menangkup kedua wajahku, tapi cepat-cepat aku menepisnya.
"Kau tengah datang bulan, Sayang?" tanyanya lembut.
"Ini bukan lelucon!" sanggahku.
"Hey. Dengarkan aku baik-baik. Aku pergi ke California karena ingin menyelesaikan urusan bisnis perkapalan bersama kolegaku. Kemudian bertemu Alexander, teman lamaku. Mengenai barang bawaan yang sedikit banyak aku bawa, itu sengaja aku bawa untuk oleh-oleh semua kolega dan temanku, Hanum. Aku bertemu banyak teman lama selain Alex di sana. Dan mereka semua lelaki," jelas Akbar panjang lebar. Aku menyilangkan tangan di atas dada lalu membuang muka kasar.
"Kau benar, aku sakit. Hanya demam biasa. Aku bukan bermaksud menyembunyikan apapun darimu. Aku hanya tak ingin membuatmu cemas berlebih. Sungguh, Hanum. Aku tak seburuk apa yang kau pikirkan saat ini," sambungnya lagi.
"Sudah?"
"Hanum ..."
"Karna sekarang kau sudah pulang, maka aku yang akan pergi."
"Apa maksudmu?"
****
Mulai, deh cek cok 😌
KAMU SEDANG MEMBACA
Setyaningrum (Be The Queen in My Palace)
FantastikCOMPLETED ✅ Romance-Mysteri-Fantasy [Silahkan follow terlebih dulu] Seorang gadis dewasa yang tangguh dan pemberani seperti Hanum sebenarnya paling enggan menikah. Apa enaknya? Ribet! Hanum ingin menjadi wanita yang mandiri dan bebas. Ia ingin berke...