06 | Tak Peduli

460 44 0
                                    

"Apa ada pertanyaan?" Velia menutup penjelasan presentasi Masalah pada Hardware dan Software PC yang sudah dia kerjakan sebulan terakhir. Tugas kelompok ini adalah salah satu tombak penentu kelulusannya di Sekolah Kejuruan Sulawesi Selatan yang bisa memandunya menuju universitas tujuannya. Meski ini adalah proyek besar dan berisi dua belas anggota di dalamnya, nyaris tak ada yang menggantikan peran Velia sebagai pembicara. Penjelasan yang menghabiskan hampir satu jam Velia ludeskan dengan matang, mencetus tepuk tangan kagum oleh wali kelas dan diikuti siswa lainnya.

Tak ada yang membuka suara. Hening menyergap seluruh penjuru kelas XII RPL. Hanya ada desau air conditioner mengeluarkan uap dingin dan pengharum ruangan menemani deru napas tertahan Velia. Jantungnya bertalu-talu. Dia sungguh berharap akan ada yang memberi pertanyaan agar nilai akhirnya sempurna di semester ini. Dengan begitu, Velia bisa menunjukkan rapornya pada Hana dan memperbaiki hubungan yang masih renggang.

Tarikan napas penuh kelegaan mendebas begitu Yera yang duduk di tiga bangku dari belakang mengangkat tangan. Minus di retina membuat pujaan hati Velia itu mengandalkan kacamata Clubmaster membingkai wajah rupawannya. Dia menyipitkan mata berusaha membaca rentetan kata di proyektor.

"Pointer mouse-ku sering error dan tidak bisa dikontrol. Bagaimana cara memperbaikinya?"

Pertanyaan kecil. Susah payah Velia menahan kedut di pipi sembari menjawab, "Mungkin komponen bola mouse-mu kotor karena terlalu sering bersentuhan dengan mouse pad yang tidak bersih. Kau bisa membersihkan bolanya dengan air hangat atau alkohol, lalu keringkan. Bersihkan juga kotoran yang menempel pada gerigi dan bantalan bola. Setiap pembersihan harus kau lakukan dengan hati-hati."

Anggukan paham Yera tunjukkan sementara mata gelapnya mengerling nakal melihat getaran di pipi Velia. Pertanyaannya terlalu standar. Yera memang hanya ingin menyempurnakan kerja keras Velia. Bisa Yera lihat bagaimana gadis itu begitu serius merampungkan ribuan kata ke kalimat yang lebih sederhana. Decak kagum masih tak berhenti merasuki telinganya. Ya, Velia memang cerdas.

"Tunggu, kenapa kau terus yang bicara dari tadi? Kalian ada puluhan dalam kelompok, padahal. Apa yang lain tidak bisa menjelaskan?" heran pengajar berbadan bongsor itu. Kemeja merah muda membalut tubuh semampai yang berdiri tegak menguarkan keseriusan dalam tiap tutur katanya. Dia menatap satu persatu siswi yang berjejer di sebelah Velia. Di tengah-tengah, ada Oda yang memasukkan jemari ke kantong celana pongah. Beberapa dari mereka memang mengenakan pakaian khusus RPL. Seragam biru tua itu menambah ketengilan dari sosok besar Oda. Dia sengaja tidak memasukkan baju ke dalam celana. Dasi hitam terlihat menggembung di saku belakang.

Tena—salah satu cewek yang lumayan pintar pun didorong kasar, membuatnya nyaris tersungkur ke hadapan Velia. Gadis itu mendecih tak acuh dan melepaskan pegangan Velia di lengannya, kemudian mengancingkan kerah yang terbuka sambil menutup presentasi.

"Jadi itu tadi penjelasan yang bisa kami sampaikan, emmm ...." Kunyahan permen green tea yang berusaha Tena hancurkan agar lebih mudah bicara terdengar. Teman-teman menatapnya sangsi, apalagi kala melihat wali kelas sudah menyilang lengan dan menyorot siswi berbedak tebal itu garang.

Sayang, itu adalah permen ketiga yang Tena makan dan masih baru. Butuh waktu untuk membuatnya meleleh. Maka dari itu, Tena melanjutkan perkataannya dengan butiran kerikil manis di lidahnya. "Kritik dan saran akan kami terima dengan baik. Penjelasan dalam presentasi tersebut jernih berasal dari observasi panjang kami sendiri. Tidak ada plagiasi dari sumber lain, kami menjamin itu. Kami juga memohon maaf jika—uhuk-uhuk!"

Terlalu banyak bicara membuat Tena lupa ada permen di mulutnya. Bulatan kristal tajam itu merangsek masuk ke tenggorokan tanpa permisi, membuatnya tersedak dan panik setengah mati. Tena memukul-mukul belakang leher sebab napasnya tersendat nyeri. Dia berbalik, ingin mendekat ke teman-temannya dan meminta tolong. Namun, cemas yang melanda membuatnya tak memerhatikan jalan. Kabel LCD yang menggantung di bawah kakinya langsung Tena tubruk dan menimbulkan debaman keras berkat jatuhnya badan proyektor mahal itu ke marmer bergerigi.

[END] Dadah, Mama!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang