23 | Cry

413 44 1
                                    

Bagi para gadis jomlo yang suka jelalatan pada deretan cowok tampan di sekolah, kehadiran Velia adalah neraka. Semenjak Geo menampakkan diri, tak sekali pun pria itu absen dari rutinitas barunya, yaitu mengantar Velia hingga ke kelas, menunggu sampai bel istirahat berbunyi, kemudian menarik lengan mungilnya ke kantin. Tak tanggung-tanggung, seluruh penghuni SMK Sulawesi Selatan langsung mengetahui kabar mengejutkan itu. Memberi rasa penasaran tak tertahan, sampai tak sedikit cowok dari berbagai jurusan datang hanya untuk bertutur sapa dengan Velia. Mereka penasaran, siapa cewek yang berhasil menundukkan pesona seorang vokalis yang hobinya mengabaikan banyak gadis?

Kekuasaan Oda yang merekah pun tak mampu menandingi pesona Geo. Setiap ia ingin menindas gadis itu, ia harus waspada karena banyak mata yang memerhatikan. Oda bahkan tak bisa menyuruh Velia membeli makanan seperti dulu. Kalau Oda memberontak, ia tetap tak berkutik sebab Geo benar-benar tak punya takut melawannya. Hingga Oda menciut, apalagi seluruh anak buahnya ikut melarangnya berbuat yang aneh-aneh. Mereka tak mau citra yang sudah dibangun susah payah harus rusak hanya karena cewek babu itu.

Pukul lima sore, kala sekolah sudah sepi, mereka mencari kesempatan setelah memata-matai sejak lama. Velia selalu menunggu Geo di perpustakaan atau ruang IT selama dua jam penuh. Dan saat selang berlalu, gadis itu pasti akan ke toilet untuk membasuh wajahnya agar tampak lebih segar. Ia tak ingin dicap buruk oleh kenalan kekasihnya. Salah satu hal baru dalam hidupnya, mementingkan orang lain yang mencintainya.

"Tutup pintunya!"

BRAK!

Lip tint merah jambu langsung terlempar ke kaca wastafel begitu punggung Velia menabrak salah satu bilik yang terkunci. Surai panjang yang tengah ia sisir berkelabut menutupi wajahnya. Ringisan ngilu tak menyurutkan aura membunuh dari sosok besar yang paling Velia takuti sejak menginjakkan kaki di sekolah.

Sepuluh siswi bengal yang berkerumun membuat ruang tertutup ini jadi pengap. Mata Velia bergetar panik, sama sekali tak menyangka mereka akan kembali menyerangnya. Muka tirus yang dialiri air segar itu tak berani memerhatikan gerakan cepat Oda mengambil gagang pel yang terendam kemudian menjatuhkannya ke atas kepala Velia.

"Jangaaan!" Teriakan memohonnya tak berguna. Velia hanya mampu memejamkan mata begitu cairan berbau aneh mengaliri dahi dan kelopak matanya. Cepat-cepat ia menutup mulut sebelum air bekas pel yang sudah terbenam beberapa hari itu terisap di bibir pucatnya.

"Ini balasan karena kau berani menjauhiku!" Oda memukul kain kasar itu bertubi-tubi hingga kepala Velia terantuk ke bawah seperti paku. Jerit kesakitan menggema kala sepatu hitam besar Oda menendang ulu hatinya kencang.

Byuuur!

"Aaakh! Kumohon berhenti!" Pekikan penuh jijik membahana begitu ember hijau itu dijatuhkan membasahi tubuh kurus Velia. Ulat-ulat kecil yang akan menjadi nyamuk menggelepar di atas rok abu Velia. Teriakan kengerian menggema ketika Fial menekan tengkuknya dan memaksanya masuk ke ember lain yang berisi air lebih pekat. Pusing tak terkira menerjang kala muka pucat Velia terendam nyalang.

"Siapa suruh mengambil semua gebetanku? Gayamu bahkan tak ada apa-apanya dibanding merek pakaian yang kupakai. Apa, sih, yang mereka lihat dari wajah jelek ini? Aku benar-benar tidak mengerti." Fial membersihkan jemari lentiknya sambil menggerutu penuh dendam. Sementara Tena kembali mengangkat ember besar itu dan menumpahkan ke rambut lepek Velia.

"Omongan Geo sudah merusak namaku di depan cowok yang kutaksir, tahu tidak?! Mereka semua dekat dengan vokalis itu. Karena kau yang sok lemah, aku jadi dijauhi tanpa sebab! Dasar pengganggu!"

Isakan tangis Velia mengencang saat dua ember itu dilempar hingga menoyor kepalanya. Takut tak berperi menerjangnya begitu dagu bergetarnya diangkat kasar. Velia langsung mengkerut menatap pupil besar Oda yang menyorotnya dingin. Penuh kengerian.

[END] Dadah, Mama!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang