"Aku hanya pergi 'tuk sementara~ Bukan 'tuk meninggalkanmu selamanya." Pejaman rapat kelopak mata Geo menggiring suara tercekat ke nada, "Aku pasti 'kan kembali pada...." Ia tak melanjutkan nyanyiannya. Kepalanya berputar pening. Terlalu banyak seliwer pikiran yang merajam saraf di otaknya, hingga Geo kehilangan fokus dan melupakan lirik yang harusnya sudah ia hafal mati.
Dentuman bassdrum melambat seiring dengan ketukan kaki Fero pada pedal di pijakannya. Alunan klasik dari not-not keyboard terdengar rancu, tapikarena Akra tak berhenti memetik gitar elektriknya dengan konsentrasi penuh, mereka pun kembali fokus.
Geo menarik lalu mengembuskan napas panjang. Jemari kirinya menggenggam stand logam, sementara tangan kanannya mencengkeram gagang microphone, nyaris menutupi jaring hitam yang menyalurkan suaranya ke speaker. Dengan bulu mata bergerak cepat, Geo membuka bibir yang tak henti dibasahi oleh lidah.
"Pabila nanti, kau rindukanku di dekatmu. Tak perlu kau risaukan. Aku pasti ... akan kembali ooh~!" Oktaf tinggi melengkung dengan improvisasi sempurna Geo raih bersama dada yang berdentum linu. Akra menyambung dengan melodi menukik dari gitar elektriknya, ibu jari dan telunjuk yang mengatur gerak pick, juga tekanan saat menekan kunci nada, menimbulkan suara menyayat yang begitu panjang. Dalam, menusuk sanubari Geo yang kian lunggang-langgang tak keruan.
Tak lama setelah jeda bridge berakhir, entakan cepat stik kayu dan tekanan kuat pada bassdrum menanti chorus dengan nada rendah yang kemudian memelankan segala alat musik untuk memperdalam emosi lagu.
Sekali lagi, Geo menarik napas panjang, mengumpulkan sejumput tenaga yang makin terkuras dari tubuhnya. Ujung sepatu yang biasanya terketuk menikmati, kini berdiri kaku, seakan menunjukkan betapa sengsaranya ia saat ini.
"Kau sudah lihat mading? Ada cewek yang ketahuan main sama om-om kemarin malam. Kalau tidak salah, namanya Velia."
"Aku hanya pergi'tuk sementara~" Nada lirih penuh kecaman membuat ruang kedap suara itu membisu. Semua telinga menajamkan pendengaran begitu merasakan kekecewaan yang begitu besar terselip di tiap kata. Sementara keringat panas mengilapkan wajah tegas Geo yang kian mengkerut seperti orang sakit.
"Bukan 'tuk meninggalkanmu selamanya."
"Eh, Geo, pacarmu itu Velia Dua Belas RPL, 'kan? Berita itu benar? Haha, kok kau mau, sih, sama cewek murahan begitu?"
Gerut tajam mencuat makin jelas di atas mata Geo. Kedutan kencang di pipi dan dagu yang bergetar semakin memburu napas tersengalnya.
"Aku pasti 'kan kembali pada dirimu." Suara lirih itu kian tercekat ludah.
"Kau yakin dengan ini?"
Cengkeraman kedua tangannya membuat buku-buku jari memutih pucat. Leher dan surai gelap Geo bergetar kaku, membuat Akra mengernyitkan kening sambil terus mengayunkan melodi lambat.
"Tapi kau jangan nakal~" Rembesan keringat membasahi kelopak mata yang kian menutup kencang. Otot leher Geo menegang, kedua telinganya memerah pucat. Kepalanya seperti ditusuk ribuan jarum runcing tanpa henti.
"Kaubilang aku akan berhenti menangis! Kau yang berjanji tak akan pergi seperti mereka semua! Kau yang membuatku membutuhkanmu...."
Isakan tercekat yang dipaksa berhenti hanya semakin memperburuk getaran suaranya. Seluruh anggota band mulai kehilangan fokus dan memindai tubuh kokoh Geo yang kian bergetar hebat.
"Kita putus!"
"Aku pasti ...."
"Kalau perlu, biar aku yang menggantikan cowok bajingan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dadah, Mama!
Teen FictionBullying, kekerasan dari Mama sendiri merusak jiwa Velia perlahan sampai dia stres hingga depresi. Satu-satunya sahabat menatap dia rendah setelah tahu Velia menyukainya, membiarkan ia tenggelam sendiri dan memilih bersandar ke sosok baru. Penghinaa...