61 | SilverQueen

23 3 0
                                    

Geo mengerem motornya paksa di gerbang masuk kampus. Dia mengangkat kaca helm kasar, emosi setengah mati pada mobil putih yang tetiba memblokir jalur masuk.

"Apa-apaan, sih?!" Geo membunyikan klakson, tapi White Mazda itu ikut berklakson seakan mengejeknya.

"Ah, sial." Geo langsung sadar siapa orang sinting di balik ini. Ia melirik ke tepi gerbang. Masih ada space yang bisa dia lewati kalau hati-hati. Geo membawa motornya ke sana, tak ingin berurusan lebih lama sama si cewek gila.

"GELIA!" teriak Geo terkejut. Ia nyaris jatuh waktu Gelia memajukan mobil, padahal motor Geo sudah masuk setengah. Jantungnya berdetak kencang, ia syok.

Cewek itu ngakak kencang. Gelia memegangi perutnya nyeri, kemudian menurunkan jendela mobil dan melongokan kepala.

"Brother, nanti saja, ya, ke kampusnya? Aku lapar, temani aku sarapan dong di luar. Hng-hng?"

"Dasar cewek kurang kerjaan! Minggir!" Tenggorakan Geo serak tiap bersitegang sama Gelia. Tak ada omongannya yang diucapkan santai, selalu saja berakhir dengan bentakan.

"Hm ... minggir?" Gelia mengetuk stir mobil, bergumam sebentar kemudian meraih buket bunga lilac dan satu dos besar cokelat SilverQueen. Cewek itu kesusahan turun dari mobil, tapi tak ayal tetap berhasil mendekati Geo.

Geo kian stres. "Hal sinting apa lagi yang mau kau lakukan, hah?!"

Gelia tak berkata apa-apa, tapi langsung menyorongkan buket bunga ke dada Geo, memaksa Geo memegangnya. Kotak cokelat itu Gelia letakkan ke atas jok motor.

"Kau---ya ampun---aku tidak tahu mesti gimana lagi meladenimu!" Geo terheran-heran. Walau sering dapat cokelat dari para gadis sejak SMK, baru kali ini seseorang memberinya bunga lilac. Cewek bar-bar ini juga tak tanggung-tanggung. Kotak cokelat itu kayaknya berisi lima puluh SilverQueen. Sekurangkerjaan apa Gelia sampai menghabiskan uang sebanyak itu buatnya?

"Kau suka apa, Geo?"

Geo mengernyit. "Kok kau tahu namaku? Aku, 'kan tidak pernah kasih tahu."

Senyum tengil Gelia terbit. "Aku gitu loh!" Dia tidak tahu saja aku mesti jalan sama cowok jelek buat dapat info soal dia!

Gelia tuh famous, banyak yang mengenalnya. Cowok-cowok dari jurusan lain juga tak terhitung, tapi entah kenapa Gelia tidak mau menggunakan mereka. Dia ingin mendapatkan segala hal tentang Geo melalui tangannya sendiri. Makanya dia menguntit Geo selama satu minggu, mengikuti cowok itu dan bersembunyi waktu Geo nyaris melihatnya. Gelia tidak dapat banyak hal, sih, soalnya dia hanya mampu mengawasi waktu di kampus. Kalau di luar, Gelia bakal ketahuan sebab Geo bakal mengenali mobilnya.

"Kau belum menjawabku." Gelia memutus ingatannya dan mendongak, menemukan mata kelam Geo. Gadis itu menarik bibir ceria. "Apa yang kau suka?"

"Buat apa juga---"

"Bukan aku, 'kan?" Seenak jidat dia memotong. Gelia mengayunkan rambut sok cakep. "Aku tahu aku mempesona, tapi tidak mungkin kau takluk secepat ini, dong? Tidak seru nanti jadinya."

"Kau ngomong apa, sih?" Geo capek sekali, serius.

"Pertama, kau ganteng." Gelia menghitung dengan jari-jari mungilnya, seperti mengingat hafalan perkalian. "Jangan kepedean dulu, cowok tampan di sekelilingku banyak. Cuma ... gantengmu tuh agak beda. Apa, ya? Kau tidak berotot banget kayak Bara atau Bayu. Tinggimu juga keterlaluan. Leherku sakit tiap bicara padamu. Kedua, kau suka musik. Kau bisa main gitar sama piano." Kalau yang satu itu, Gelia bisa tahu karena dua kali memergoki Geo di ruang musik sendirian, bermain dengan dua alat itu tanpa terusik oleh bising koridor luar.

[END] Dadah, Mama!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang