10 | Tak Seharusnya

336 34 14
                                    

"Sapu yang benar, dong! Masa kolong lemari saja kau tidak bisa bersihkan? Apa perlu aku ajari sekalian?" Oda membentak tidak suka sambil menendang gagang sapu yang langsung lepas dari genggaman Velia. Mata cewek itu sedikit memerah. Warna keunguan di bawah mata menunjukkan bahwa waktu tidurnya sedang terganggu. Itulah yang membuat Oda geram seminggu terakhir ini. Semenjak Yera dilarikan ke rumah sakit sebab tifusnya kambuh, Velia seakan kehilangan semangat. Binar bahagia yang selalu terpasang apik di wajah tirusnya menghilang perlahan. Menimbulkan rasa tidak puas sebab Velia manut-manut saja saat disuruh melakukan apa pun.

"Argh, sudahlah! Simpan sapumu! Mataku sakit melihat mayat hidup berkeliaran di depanku. Enyah!" Oda mengibaskan tangan gerah lalu bergabung bersama teman-temannya yang berkerumun di sudut kelas. Hari ini sedang gerimis, jadi kegiatan upacara terhambat dan memberi waktu luang bagi makhluk bengal macam Oda cs untuk bergosip ria.

Velia membuang napas berat. Langkah kaki ber-converse hitamnya terseok menuju meja paling belakang. Ia merogoh ransel mencari ponsel, kemudian terduduk dengan manik berkedip lemah.

Sudah delapan hari Yera absen, selama itu juga ia tidak mendapat kabar dari cowok tampan itu. Pesan terakhir Yera hanya soal catatannya yang belum Velia selesaikan. Kolom chat bercorak hijau-putih yang dibanjiri chat khawatir terlihat begitu hampa. Kapan Yera membalas pesannya?

Bukankah seharusnya Yera wajib menghubunginya sehari sekali semenjak mereka meresmikan hubungan?

Atau semua kebahagiaan ini hanya berada di ilusi Velia semata?

Yera memang tidak membahas apa pun setelah mereka mengurai dekapan yang berlangsung cukup lama. Cowok tinggi itu hanya mengantarnya pulang dan memintanya agar banyak istirahat, juga mengobati luka-luka yang mengering di tubuh Velia. Ia pun tak berani mengatakan kebimbangan hatinya.

Namun, Yera duluan, 'kan, yang memeluknya? Kalau bukan tanda bahwa mereka sudah berpacaran, lalu apa?

Velia senyum-senyum sendiri mengingat betapa lebarnya dada Yera saat ia menyandarkan kepala ke sana. Hawa panas menjalar dari perut naik ke pipi dan meninggalkan rona merah merona. Tanpa sadar, Velia cekikikan sendiri saking bahagianya.

Yera sudah menjadi miliknya!

Mimpi besar yang sangat ia inginkan selama ini.

Sudah tidak ada alasan lagi baginya menutup diri. Ia bisa membuka diri selebar-lebarnya pada kekasihnya. Velia memekik kesenangan mendengar kata terakhir yang terlintas di benak.

"Dia sudah gila, kayaknya," cibir Tena sambil mengemut lolipop rasa jeruk membuat bibir yang mencebik kesal itu kian mengembung. Ia masih punya dendam kesumat pada Velia. Urat malunya terputus semenjak kecerobohan cewek yang tak mampu mengurus presentasi semudah itu. Kadang, ia heran mengapa Velia bisa meraih ranking kedua sementara dirinya yang jauh lebih pintar harus menduduki peringkat ketiga. Menyebalkan!

Semua atensi beralih pada punggung Velia yang bergerak girang menimbulkan decitan di kursi berkaki besi yang memekikkan, sebelum mereka kembali sibuk membahas cowok-cowok kece di jurusan Musik yang lagi-lagi menenangkan perlombaan besar di ibukota. Sementara Fial yang mengenakan earphone merah muda merasa terganggu akan decitan bak ban kempes yang Velia ciptakan.

Ia menggeram pusing. Bahkan, lantunan musik techno yang menyajikan entakan kencang drum dan beat yang cepat, tak mampu menulikan pendengaran Fial dari pekikan tertahan Velia. Karena itu, dengan emosi naik ke ubun-ubun, ia bangkit. Berjalan tergesa ke bangku yang menempel di dinding dan menoyor kepala Velia kurang ajar.

"Aduh!" Velia memekik terkejut saat pelipis kirinya terantuk kuat ke dinding kelas. Cepat-cepat ia menoleh ingin menyumpah-serapahi sosok yang telah menghanguskan khayalan indahnya.

"Fi-Fial." Mulut yang akan merocos itu langsung ciut begitu melihat tubuh berbalut rok dan sweter ketat yang menjulang di hadapannya. Fial berkacak pinggang kesal, menarik rahang tirus Velia agar menatapnya dan memerhatikan ekspresi cewek itu.

"Kau ... mau apa?" cicit Velia takut. Ujung matanya melirik gadis-gadis lain yang terlihat tak peduli. Namun, badan bongsor yang bersandar ke lemari tak berhenti menatapnya garang.

Gawat! Oda melihatnya! Bagaimana kalau Fial geram dan memancing insting Oda yang memang suka mencari mangsa? Ahh, Velia sedang tidak ingin dibuli. Ia kehabisan tenaga karena mengkhawatirkan Yera semalaman. Apa ia tak bisa senang sebentar saja karena halu bertingkatnya membayangkan waktu ia memeluk tubuh atletis Yera dari jok belakang?

"Apa yang kau pikirkan? Pacarmu?" ketus Fial sembari mengerutkan kening putihnya. Ia sedang badmood hari ini. Salah satu gebetannya telah mempermalukan ia karena menolak diajak tidur bersama. Kondisi rumah yang penuh omelan membuat beban di kepalanya semakin runyam. Ia ingin istirahat! Tapi cewek tidak tahu malu ini malah membuat kebisingan tidak penting.

"Hah?! Mana ada! A-aku tidak punya pacar," ringis Velia gugup. Pundaknya tegang seketika mendengar pertanyaan tiba-tiba Fial. Ia tak menyangka cewek cantik itu bisa membaca pikirannya dengan mudah. Iya, sih. Ia memang sedang memikirkan Yera. Pacarnya. Namun, Velia tak boleh gegabah. Sebelum mengklarifikasi hubungannya dengan cowok itu, ia tidak boleh berkoar-koar dan menebarkan rumor palsu.

"Eh? Si babu punya cowok? Serius?" Telinga yang tajam dari para penggosip itu langsung tertarik mendengar hal baru. Sontak, semua gadis nakal di kelasnya berpindah tempat dan mengerumuni mejanya penasaran. Tak terkecuali Oda, yang mendudukkan diri di belakang Velia sambil menaikkan kaki ke atas kursinya.

"Siapa? Cakep, tidak? Kok dia bisa mau denganmu? Kau guna-gunai, ya?" tuduh Tena penuh selidik. Permen bundar berwarna oranyenya bahkan dia biarkan menganggur saking keponya. Ini berita gempar! Seorang cewek dengan penampilan miris punya kekasih? Tidak mungkin!

"Tidak! Emmm ...." Velia memilin jemarinya ragu. Gugup melandanya. Apa ia jujur saja? Fial juga terlihat tidak peduli lagi pada Yera. Terbukti semenjak Yera masuk rumah sakit, cewek itu masih asik bergonta-ganti cowok. Kalau ia membeberkan hubungan barunya dengan Yera, tidak ada yang berhak marah, 'kan? Toh, begitu Yera sembuh dan kembali bersekolah, ia bisa langsung mengatakan kalau teman-teman sudah tahu soal hubungan mereka.

"Oh, kau kasih tubuhmu, ya?" tebak Tena kian gencar menyudutkan Velia. Manik berlensa abu-abu itu menelisik betis pucat Velia yang tak tertutupi rok. Perkataannya menimbulkan siulan heboh yang lain.

"Memangnya, apa yang bisa kau banggakan selain itu?" cecar Tena frontal menambah ribut suasana pagi itu. Velia makin gelagapan. Telapak tangannya terangkat, menolak semua tuduhan Tena. Mana mungkin ia seperti itu! Apalagi dengan Yera. Membayangkannya saja ia sudah mau pingsan saking berdebarnya.

"Aku benar-benar tidak punya cowok! Serius!" pekiknya berusaha meyakinkan teman-temannya. Meski ia panik, tetapi kalau dipikir-pikir, selama ia bersekolah di SMK ini, belum pernah ada kejadian di mana para siswi bergerombol mengelilingi bangkunya. Seakan berlomba ingin mengajaknya bicara dan bersenda gurau. Sudut nurani Velia tersentil merasakan kehangatan dari tawa yang menyenangkan itu. Tanpa sadar, ia terkekeh pelan.

"Oke-oke." Tena kembali bersuara menghentikan tawa yang lain. Manik bereyeliner tipis itu menyorot Velia dalam. Membuat si empu menegang dan menelan ludah gugup. Apa lagi kali ini?

"Kau mungkin tidak punya pacar, tapi ... kau pasti sedang suka sama seseorang, 'kan! Mengaku, deh!" sembur Tena sambil bertepuk tangan heboh. Para cewek bengal itu kian ganas. Mereka terus memaksa Velia agar mengatakan siapa gerangan cowok yang hinggap di hatinya. Salah satu dari mereka bahkan mengguncang lengannya akrab. Seakan Velia adalah bagian dari persahabatan yang hangat ini.

Teriakan penasaran semakin keras ketika Velia menunduk dan tersenyum malu. Pipinya kian memerah. Kedua tangan cewek itu terkepal di atas paha kecilnya. Menenangkan dentuman hebat di jantung begitu bibir berwarna peach segar itu terbuka dan mengakui hal yang paling membuatnya bahagia akhir-akhir ini.

"Ada." Velia mengangkat wajah dengan senyum melebar.

"Aku suka ... Yera."

Seluruh penghuni kelas XII RPL langsung dipanggil ke ruang konseling karena mengganggu kelas lain dengan teriakan kencang para cewek nakal itu.

***

[END] Dadah, Mama!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang