"Kau ikut denganku!" Fial menarik kencang pergelangan Velia hingga gadis itu terkatung-katung menaiki Avansa hitam mengilap. Hampir kepalanya terantuk ke kaca jendela sebelum Velia tahan dengan tangan sambil menggerutu kesal. Cewek bengal itu semena-mena sekali padanya.
"Kenapa aku harus ikut? Aku bahkan tak tahu rumahmu di mana," heran Velia sambil mengelus lengan yang berkedut-kedut ngilu. Nyaris ia melontarkan ingin pulang dengan Geo seperti biasa, tapi penolakan naas tadi pagi membuat Velia gamang. Apa Geo masih menganggapnya sebagai kekasih?
"Diam saja apa susahnya, sih?!" Fial membentak kesal sambil menghapus liptint merah di bibir dengan tisu basah. Velia memerhatikan dalam diam, sementara Fial menyapukan lipbalm stroberi hingga penampilannya tampak lebih natural. Dia bahkan menghapus BB cream dan menunjukkan wajah polos tanpa makeupnya. Terakhir, Fial meratakan bedak tabur dengan spons berbentuk persegi.
Velia ingin bertanya, tapi tak ingin diomeli lagi. Ia sebenarnya kagum dengan perubahan wajah Fial yang begitu drastis. Rambut kecokelatan panjangyang selalu teracak telah Fial rapikan hingga bergelayut di pundak dengan poni miring bergelombang. Menampakkan seorang siswi baik-baik yang malah terkesan cupu.
"Berhenti melihatku, Bodoh!" sentak Fial mengagetkan Velia. Hampir saja ia terjerembab dari kursi saking kagetnya.
"Heh, dengar," Fial memberi interupsi, "saat bertemu ayahku nanti, kau harus bersikap seakan kita teman dekat, dan jangan lupa tekankan kalau aku baru saja bermalam di rumahmu akhir-akhir ini. Paham?"Velia membelalakkan mata tersentak. "A-aku? Tapi kau bahkan tak sudi menyentuh pakaianku," cicitnya setengah tak percaya.
"Alah, terserah! Intinya kau harus mengatakan itu nanti. Awas kalau kau membocorkan faktanya pada Ayah!"
Setengah merenggut, Velia mengangguk. Apa pun itulah. Ia hanya ingin segera lepas dari cewek nakal ini.
***
"Kau dari mana semalam? Ditelepon tak dijawab terus. Sengaja mengabaikan Ayah, heh?" Baru saja Velia tergopoh keluar dari mobil, ia langsung diserang sosok besar nan tinggi di ambang pintu. Bisa ia lihat betapa meringkuknya Fial dikungkung pandangan menyelidik itu. Bagaimana bisa penindas seberani dia menjadi sangat lemah di depan orang tuanya? Velia kira, mereka yang suka membuli adalah anak-anak yang disayang dengan harta berlimpah.
"Aku kerja kelompok dengan Velia, Yah. Tugasnya terlalu banyak, sampai aku ketiduran saking capeknya. Ini." Fial menarik paksa jemari Velia sampai gadis itu berdiri di sebelahnya. "Kalau tidak percaya, tanya saja." Dengan mudah Fial melempar bumerang.
"A–a–aku...." Velia terbata-bata. Ia mendongak, menyorot Andra rikuh kemudian berjengit merasakan cubitan kencang di ulu hati. Kening Velia berkerut dengan bibir mendesis kesakitan. Bahkan saat ia tengah menolongnya, Fial masih saja memperlakukannya buruk.
"Benar apa yang Fial bilang?" tanya Andra dengan sorot setajam pisau.
Velia memejamkan mata rapat, dadanya bak terhimpit batu besar ketika mengatakan, "Iya, Om. Fial ... ada di rumahku tadi malam."
Seperti sihir, kalimat singkat itu berhasil mengendurkan emosiAndra. Kerutan di alisnya hilang, seiring pandangan melunak kala menatap Velia yang masih gemetar. Andra menarik kemudian mengembuskan napas panjang, lalu membuka pintu lebih lebar. "Masuklah, lain kali beri tahu Ayah kalau kau mau menginap di rumah temanmu."
Velia sedikit tersentak begitu tangannya kembali ditarik ke sebuah ruangan ber-AC yang nyaman. Tidak begitu luas karena ada lemari hitam yang menjulang, dan setengah ruangandiisi ranjang berkasur ungu muda dengan springbed tebal yang begitu lembut. Hampir Velia duduk selonjoran di lantai, sebelum Fial membentaknya dan menyuruh Velia duduk di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dadah, Mama!
Teen FictionBullying, kekerasan dari Mama sendiri merusak jiwa Velia perlahan sampai dia stres hingga depresi. Satu-satunya sahabat menatap dia rendah setelah tahu Velia menyukainya, membiarkan ia tenggelam sendiri dan memilih bersandar ke sosok baru. Penghinaa...