17 | Pantas

244 36 4
                                    

"Aargh!" Geraman kesal Velia mengaum di antara desau angin malam. Percikan api tak henti membakar hatinya, mengeraskan seluruh sel di dalam otaknya hingga ia tak mampu berpikir. Puluhan soal latihan Pemrograman yang harusnya menjadi perhatian terbesar, kini terombang-ambing di sudut meja. Terbolak-balik mengikuti arah udara dingin yang menyeruak.

"Fokus, dong! Kenapa kau tidak bisa konsentrasi, Bodoh?!" rutuknya berang. Umpatan demi umpatan terus meluncur dari bibir yang tak pernah tersentuh mineral itu. Velia seolah menghukum dirinya sendiri. Tak ada makanan atau sekadar camilan walau ia sudah menguras banyak energi demi les-les tambahan keperluan ujian nasional. Velia bahkan baru pulang saat denting jam menunjukkan angka tujuh. Dan tanpa istirahat, ia langsung berlari ke lantai dua lalu membongkar semua rangkuman soal dari kelas sepuluh untuk ia kerjakan ulang.

Desahan panjang terdengar begitu Velia menghirup dalam-dalam udara malam yang kian menggigit. Sudah pukul sembilan, itu artinya, Hana akan pulang sebentar lagi. Sebaiknya ia segera memokuskan diri agar tidak tergoda untuk membukakan pintu seperti biasa. Velia sengaja ingin menghilangkan kebiasaan kecil yang tak lagi berguna di matanya. Air hangat untuk Hana mandi dan kopi hitam yang dulunya selalu tersedia di meja makan, kini lenyap. Velia sama sekali tak berminat mencoba semur tahu dan salad buah buatan Mama. Seluruh nafsu makannya seolah terangkat pergi, bersamaan dengan ketenangan batin yang kian berombak.

Velia berusaha keras membunuh bayangan Yera dari benaknya, kala pria itu membalas datar perhatian Fial saat melihatnya terbaring sendirian di kelas. Velia memerhatikan bagaimana mereka membahas sesuatu yang penting sampai gurat tidak nyaman kembali hadir di kening mantannya. Apa Fial membuka Pandora dan mencoba memiliki Yera lagi?

Tidak! Tolakan keras langsung berteriak di kepala Velia. Ia sama sekali tak setuju kalau Yera memaafkan kesalahan Fial. Namun, melihat bagaimana Yera diam saja saat cewek modis itu mengecek suhu tubuhnya dan meminta salah satu siswi mengganti air kompresan yang sudah menghangat, sungguh memporak-porandakan hatinya.

Kenapa Yera tak berontak seperti perlakuannya pada Velia?

Atas dasar apa cowok itu membedakan respon antara ia dengan mantan liciknya itu? Velia yang selalu hadir di hidupnya. Memberi senyuman hangat dan menenangkan nyeri yang menjalari tubuh atletis itu. Lalumengapa Yera bersikap sekaku es saat bertubrukan netra dengannya?

"Hah!" Velia menyentak kepala yang dari tadi menunduk pening. Yera lagi, Yera lagi. Sebenarnya apa istimewanya pria itu sampai ia sebegini merana? Lupakan dia! Berhenti memikirkan secuil pun gerak tubuh kokoh yang pernah dipeluknya erat. Ia benar-benar ingin menyumpah serapahi kedunguannya yang diperalat perasaan sendiri.

Yera berengsek!

"Ngh ... kenapa, sih? Sudah! Kumohon sudah," pekik Velia sembari meremas surai hitamnya lelah. Deru napasnya tergesa. Berkali-kali ia menarik dan mengembuskan udara sama panjangnya. Menutup mata rapat, dan mengosongkan pikiran sejenak. Berusaha mengalihkan desas-desus rindu yang merantai nuraninya.

Tak ada gunanya cemburu. Kau tak ada waktu untuk memikirkan hal lemah seperti itu! tekannya memberi sugesti keras.

Pundak berbalut kaus merah marun itu melemas begitu ia berhasil mengendalikan diri. Velia menegakkan tubuh yang menjadikan pagar balkon sebagai tumpuan. Hendak mendudukkan diri ke sofa kecil dan mengerjakan tugas yang tercerai-berai. Mungkin, ia akan larut dalam angka-angka bervariabel itu dengan cepat, sambil membiarkan hawa gigil menusuk pori-pori. Menenangkan hati yang masih berkilat panas.

Deru mesin kendaraan yang mendekat tak urung menarik pandangan Velia. Gadis itu melongokan kepala penasaran, apa itu mamanya?

Namun, bukannya mobil mungil merah, ia justru mendapati benda elegan bercorak hitam yang mengilap bersih. Lampu jalan yang menggantung memantulkan bias ke bagian kap mobil yang memelan ke depan rumah. Samar-samar, ia bisa melihat tiga garis oval yang saling menumpuk sebagai logo kendaraan mahal itu.

[END] Dadah, Mama!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang