30 | Sayangimu

296 33 3
                                    

"Kau yakin dia Velia?" Kupluk jaket cokelat yang menutupi wajah Yera tak menghilangkan kernyit di manik tajamnya. Malam-malam, setelah berkutat dengan perasaan kesal yang diperburuk oleh keadaan rumah yang menyesakkan, Yera memutuskan ke luar. Menyelusuri jalan menuju rumah Velia, hendak mencari celah yang bisa ia gunakan untuk menekan gosip buruk yang mencemari nama gadis itu.

Dan kebetulan, Yera mengenali cowok berambut cepak yang tengah turun dari ojek online dan hendak masuk ke rumah sebelum Yera mencegatnya tergesa.

Wawan—siswa jurusan pertambangan kelas XI—mengangguk beberapa kali. Tampangnya begitu santai, seakan tak terpengaruh akan desis mengerikan yang menguar dari mulut Yera. "Jam tujuh malam, saat aku duduk di balkon sambil merokok, dia lewat." Wawan mengecilkan volume suaranya, "kepalanya tertunduk dalam. Waktu kuperhatikan lebih dekat, ternyata seragamnya basah kuyup, termasuk muka dan rambut panjangnya. Ah, dia juga terus memeluk diri sendiri sambil sesenggukan." Ada titik iba terbit di sana.

Rahang Yera mengeras seperti batu. Deru napasnya kian memburu seiring melajukan pertanyaan yang paling menonjol di benaknya. "Apa kau melihat dia turun dari mobil hitam atau bicara dengan orang asing?" Yera sungguh berharap pemikirannya akan dibantah dengan kencang oleh lelaki ini.

Dagu Wawan mengerut sejenak, mata sipitnya menatap aspal hitam yang diterpa cahaya lampu jalan kemudian kembali bicara. "Tidak, dari halte bus, aku tidak melihat dia turun dari kendaraan atau berbincang dengan orang lain. Sepertinya, dia jalan kaki dari sekolah."

Netra sepekat arang Yera bergetar. "Malam-malam dia pulang sendiri selama dua jam penuh?" monolognya tak yakin. Namun, begitu Wawan mengiyakan keraguannya, ia tergugu. Batu besar seakan memecah kepalanya dengan kekhawatiran yang membludak.

Apa yang ia lewatkan selama ini?

Yera kira, karena Velia sudah bersama Geo, cewek itu akan baik-baik saja.

Apa yang terjadi pada Velia

Betapa bodohnya ia karena sibuk mengurusi egonya dan mengabaikan fakta yang terpampang jelas di depan mata. Velia dibuli, setiap hari. Tentu kabar bahwa ia berpacaran dengan Geo hanya akan memperburuk penindasan yang ia alami. Bagaimana kalau ada kawanan anak bengal yang menyelakainya karena si berengsek Geo itu?

Dasar bodoh! Yera mengumpat dalam hati. Setelahberbasa-basi sejenak, ia pun kembali pulang dengan kecamuk pikiran yang meraba sanubarinya. Menggelitiknya dengan perasaan terbakar setiap mengingat kemelut air mata yang jatuh dari mata Velia. Luka yang terbit karena ulahnya sendiri.

"Harusnya aku tak pernah meninggalkanmu, Velia...," rutuknya menyesal.

***

Velia Tidak Seperti yang Kalian Pikirkan!

Salah satu lembaran paling mencolok di mading pagi itu mengundang perhatian banyak orang. Tajuk yang sengaja dipertebal dengan ukuran besar membendung semua berita yang tersebar di setiap sisi. Kala angin pagi berembus, sekumpulan siswa-siswi kian ramai memperbincangkan hal tersebut, mengundang lebih banyak netra untuk memandang bukti nyata yang terpampang jelas.

Dan pemilik nama itu adalah satu-satunya yang beranjak tergesa setelah melihatnya.

Memalukan! Siapa yang berani-beraninya menyebarkan info bahwa ia telah menjalani tes mengerikan itu sampai memaparkan surat resminya? Penjelasan soal ia pulang jalan kaki dengan basah kuyup pun ditulis dengan jelas. Beberapa hal detail soal merek tas yang ia gunakan, perbedaan bentuk rahang, sampai kertas viral kemarin ditempeli untuk menunjukkan perbandingan yang lebih akurat.

Diserang bukti sebanyak itu, semua mata yang dulu terang-terangan menatap Velia rendah, kini menyorot segan. Tampak takut dan merasa bersalah.

Daripada ke kelas, Velia memilih berbelok haluan menuju kantin yang jarang pengunjung saat fajar masih malu-malu menampakkan diri. Wajahnya semerah tomat, ia malu, tentu saja. Namun, pembeberan fakta yang tak Velia tahu berasal dari mana ... tak urung membuatnya lega.

[END] Dadah, Mama!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang