08 | Peluk Aku

373 44 9
                                    

Walau sudah beberapa hari berlalu sejak insiden proyektor itu, pembulian yang Velia alami kian gencar menekannya. Atas alasan bahwa semua kesialan berasal dari dirinya yang tak becus mengurus presentasi, para cewek nakal itu semakin melimpahkan kekesalan dan rasa malu dengan menumpuk tiap tugas untuk Velia kerjakan.

"Mama! Mama sudah pulang?" seru Velia dengan manik berbinar senang. Setelah menunggu dengan dada berdebar, akhirnya ia dapat memeluk rapor hitamnya girang. Tidak sia-sia kerja kerasnya memahami tiap detail pemrograman dan bidang studi wajib seperti IPA dan Matematika selama ini. Seluruh nilai akhirnya dominan mendapat nilai delapan puluh lima ke atas. Bahkan, pelajaran sulit seperti Coding bisa Velia tamatkan dengan angka yang memuaskan. Velia yakin, Hana pasti akan bangga padanya.

"Iya, Pak. Saya benar-benar memohon maaf atas kesalahan bawahan saya," sesal Hana gusar. Sedari tadi, dia sibuk melakukan teleconference dengan pegawai magang yang dipegangnya. Padahal, ini sudah malam, tetapi gadis-gadis bodoh itu sama sekali tak mengerti tetek-bengek mengenai keuangan perusahaan. Dia jadi keteteran sendiri sekarang. Huh!

Deru napas mengganggu di belakangnya membuat Hana menoleh dengan kening mengernyit. Begitu mendapati Velia menatapnya dengan bola mata menyala, Hana langsung geram dan mendorong kasar dada anaknya.

"Mau apa kau masuk ke sini?!" bentak Hana ditelan amarah yang sudah berkumpul di ubun-ubun. Dia segera menutup pintu kamarnya dari luar. Netra cokelat bercelak tipisnya menyorot Velia berang. Anak ini, padahal Hana sudah berkali-kali mewanti agar tak memasuki kamar pribadinya. Kenapa dia susah sekali diatur, sih?

"A-aku mau ... menunjukkan raporku. Mama selalu menyuruhku memberi tahu nilai akhirku tepat waktu, 'kan? Ini," jelas Velia sembari mengangsurkan buku hitam yang berbahan kulit sintetis itu gugup. Dia tidak mempersiapkan diri begitu Hana membentaknya. Cemas mulai melanda ketika Hana membuka rapor berat itu terburu-buru.

"Apa ini? Delapan puluh? Sejak masuk ke sekolah mahal itu, perasaan kau belum pernah dapat nilai 90. Untuk Bahasa Indonesia saja kau cuma dapat 88. Kau ini belajar atau tidak, hah?!" Velia menutup mata rapat begitu semburan omelan mulai meluncur ke luar. Rona bahagia di pipinya lenyap perlahan. Namun, kehangatan yang melingkupi hati masih tersisa cukup banyak.

Velia mengulurkan telunjuk kirinya, ingin menunjukkan halaman tahun lalu untuk memperlihatkan perbedaan nilainya.

"Tapi, Ma, waktu kelas sebelas, aku bahkan tidak bisa mendapat nilai di atas tujuh puluh sembilan. Bukannya aku berhasil sekarang? Tuh, nilai tertinggiku delapan puluh lima. Aku sudah bekerja keras," sergah Velia mencari pembelaan. Untung dia bisa menahan diri agar tidak membeberkan betapa tersiksanya dia menghafal semua kode-kode variabel yang belum tentu masuk dalam ujian. Belum lagi, Velia harus mengerjakan ulang puluhan soal yang sama dengan jawaban berbeda agar tak ketahuan kalau dia yang menuliskan tugas-tugas Oda cs.

Dia sudah bersusah payah meraih peningkatan yang mampu menerbitkan senyum di wajah mamanya, tapi ... kenapa Hana sama sekali tidak terlihat senang?

"Berhasil kau bilang? Heh, kau kira cuma karena nilaimu naik enam angka, kau sudah pantas mendapat pujian? Velia, kau ini tolol atau bagaimana? Aku bahkan tak pernah mendapat hasil di bawah 95 untuk matematika, tapi kau?"

Hana mengayunkan rapor berharga Velia di depan muka anak itu.

"Sampah seperti ini kau anggap sudah berhasil? Kau mau membodohiku, ya? Kau kira aku tidak bisa melihat betapa memalukannya nilai semestermu ini? Kau itu sudah kelas tiga! Bisa tidak, sih, kau fokus sedikit saja pada masa depanmu? Aku sudah menghabiskan semua tabungan untuk memasukkanmu ke sekolah itu!"

" ... sampah?" beo Velia tercengang. Bibirnya terbuka, sepasang pupil itu menatap murung lembaran nilai yang akan terlepas sebab Hana guncang terlalu kuat. Ia berkedip, mengarahkan pandangan lurus pada sang Mama yang tak sudi memegang rapor kesayangannya.

[END] Dadah, Mama!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang