"Hasil tesnya akan keluar besok, tapi dari pemeriksaan langsung, Dokter menyimpulkan tidak ada jejak selaput dara yang rusak karena penetrasi. Bisa dikatakan, pasien sama sekali tak pernah berhubungan intim dengan siapa pun."
Pernyataan perawat saat Velia berjalan ke luar dari rumah sakit masih membayang. Bagaimana dengkusan abai Hana tersapu di kupingnya, dan helaan panjang Yera yang lebih seperti orang marah berputar seperti kaset error di kepalanya. Nyeri tak berperi masih menerjang sekujur tubuh. Namun, bukannya diizinkan pulang, Hana justru memaksanya kembali ke sekolah karena masih ada beberapa pelajaran yang bisa Velia ikuti.
"Heh, Babu! Belikan aku soda kaleng di bawah, gih! Aku haus." Fial menghampiri meja tersudut di mana Velia tengah menyembunyikan wajah pucatnya pada tumpukan lengan. Tampak lemah, tetapi aura menyeramkan yang timbul dari deru napas yang tersengal cukup membuat Fial bergidik jijik.
"Pergi," desis Velia dengan gigi bergemelatuk berang.
"Apa kaubilang?" Fial menyipit tak percaya. Beraninya cewek ini mengusirnya!
"Aku bilang pergi!" Fial nyaris terhuyung ke belakang jika badan besar Oda tak menangkapnya tanggap. Seragam olahraga ketat Fial menjiplak kaus dalam yang bersimbah keringat. Di belakangnya, wajah cokelat Oda tampak mengkilap dan kian menggelap diterpa biasan matahari sore. Hanya Velia yang mengenakan pakaian putih-kelabu. Meski semua orang menampakkan tampang lelah sehabis berlarian mengejar bola basket di tengah terik, Velialah yang paling mencolok akan pelototan garangnya seperti singa mengaum.
"Hei, tidak usah berlebihan! Kau lupa posisimu di sini?" Oda mengunyah bibir tebalnya kesal. Kedua tangan yang tenggelam di balik saku celana mengepal kencang. Sementara Fial melipat tangannya gerah, cukup terpancing dengan kebrutalan Velia yang kian mencengangkan.
"Terserah." Velia menyahut dingin. Sama sekali tak terusik dengan tatapan mengintimidasi yang Oda layangkan. Tangan gemuk itu mengambang, hendak menjambak rambut panjang yang teracak kusut dengan emosi menggelegak. Namun, gerakannya terhenti kala cengkeraman kuat menahan gerak penuh amarahnya.
"Jangan ganggu dia sekarang!" Netra bundar Oda menelikung geram saat bertubrukan dengan pupil tajam Yera. Dengkusan kesal terdengar begitu lengannya diempaskan dengan mudah. Ia menggerak-gerakkan dagu sambil tertawa parau, nyaris balik memukul rahang tegas Yera jika tarikan jemari Fial tak menahannya.
Fial menggeleng tak yakin. Bisa Oda tangkap sorotannya meredup kala melirik Yera. Oda menghela napas panjang. Ia tak suka diinterupsi saat sedang kesal, tetapikarena sahabatnya yang melarang, ia pun menyerah. Setelah melirik sinis Velia yang sama sekali tak peduli, keduanya pun keluar menyusul yang lain untuk mengganti pakaian. Meninggalkan gadis yang tengah heboh diperbincangkan berdua dengan lelaki yang selama ini tampak tak acuh.
"Ini, minum." Yera mengangsurkan sebotol air dingin dan plastik obat yang susah payah ia beli di apotek sampai harus bolos dari penjagaan satpam sekolah. Tak mendapat balasan, Yera pun menyorongkan peluh air hingga berciuman dengan lengan terbuka Velia. Mata setajam elangnya berkedip, terkejut melihat gadis itu tersentak dan mengangkat muka lelahnya malas.
Dapat Yera rasakan perasaan waswas yang timbul karena Velia langsung beringsut ke belakang dan memutar mata linglung. Badan meja bergetar terkena sengatan brutal di kedua paha Velia yang gemetaran. Perasaan bersalah pun merayapi nurani Yera. Berapa kali ia menyakiti perempuan ini sampai ia setakut itu untuk sekadar menatapnya?
"Dengar, aku tidak akan mengatakan apa pun yang bisa membuatmu terluka lagi." Yera berusaha menenangkannya. Tangan kekarnya terulur, hendak mengelus pucuk rambut Velia, tetapi segera ia urungkan begitu lirih ketakutan Velia menggema.
"Aku beli pereda nyeri dan obat tidur. Minumlah, lalu istirahat. Aku tahu kau lelah."
Degupan jantung Yera mulai memelan ketika Velia menatap pemberiannya dalam diam. Gadis itu tak tertarik, tetapi karena tenggorokannya benar-benar kering, Velia pun membuka tutup botol yang sudah Yera lepas segelnya dan meneguknya hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dadah, Mama!
Teen FictionBullying, kekerasan dari Mama sendiri merusak jiwa Velia perlahan sampai dia stres hingga depresi. Satu-satunya sahabat menatap dia rendah setelah tahu Velia menyukainya, membiarkan ia tenggelam sendiri dan memilih bersandar ke sosok baru. Penghinaa...