"Ternyata ada tempat bagus juga, ya, disini?" Gelia meneguk Matcha Boba Fresh Milk-nya pakai sedotan dengan mata melipir ke mana-mana. Kerlap-kerlip dari hiasan dinding bertajuk Boba Is Sweet So Am I dan karakter-karakter lucu itu membuat Gelia sejenak lupa ke-cool-annya. Senyum Gelia melebar hingga lemak bayi di pipinya menyembul. Beragam warna di tiap sisi kafe itu memercikkan perasaan kanak-kanak yang menyegarkan. Gelia senang sekali.
She always wear blacks, tapi kegirangan sendiri kalau bersama warna-warna lain. Geo meminum Brown Sugar Boba-nya sambil memiringkan kepala, sekali lagi speechless melihat sisi Gelia yang different.
Aneh, seakan cewek itu mengidap alter ego saja, tapi yah, cute, sih, Geo tidak menyangkal.
"Memang kau tidak pernah ke kafe? Kau ke mana saja selama ini?" Heran. Gaya kayak preman jalanan, mulut mencerocos tak disaring, tapi ketertarikannya setara anak lima tahun.
Gelia membawa wajahnya menatap Geo. Bibirnya mengerucut kala berpikir. "Club? Bar? Stuff like that."
Alis Geo terangkat meremehkan. "Tidak usah sok bisa minum alkohol deh. Model kayak balita saja sok-sokan ke club."
Gelia ingin membalas dengan pedas, tapi dia kembali mengatup mulut dan memainkan bola-bola tapioka di dasar gelasnya.
Tak mendapat jawaban ribut, Geo malah bingung. "Oy, kau tambah budek setelah nyaris ketimpuk gitar ya?"
"Tidak, ya! Enak saja!"
Tarikan tipis di sudut bibir Geo muncul. Ini baru Gelia. Bising dan emosian. "Terus kenapa kau tidak meladeni omonganku tadi?"
Gelia menyorot Geo, melihat tatap penasaran bercampur merendahkan di pupil cowok itu, menyulut kekehan Gelia. Ia menggeleng.
"Kau pesan Boba varian apa tadi? Aku mau coba dong. Punyaku tidak enak." Kemudian dengan kurang ajarnya ia merebut gelas Geo dan menyeruput. Setelahnya, cewek itu memekik dan menunjuk-nunjuk Brown Sugar Boba Geo. "Wiiiih, enakan ini! Aku minum ini saja deh. Kau ambil punyaku saja, oke? HAHAHA."
"Sialan." Geo merenggut, tapi tak ayal manut-manut saja dan ganti menghabiskan minuman Gelia. Lagian Gelia pesan varian matcha sih, kalau tidak terbiasa sama rasa itu, ya bakal asing baginya. Memang Gelia itu rada-rada. Pasti dia kesemsem karena foto di menu tadi, Matcha Boba Fresh Milk yang paling menarik.
Setengah jam yang berlalu Gelia habiskan untuk memandangi Geo. Cowok itu mengatur kunci gitar agar Gelia bisa langsung belajar dan tidak perlu kebingungan saat nada yang dia mainkan tidak terdengar sama dengan yang di Youtube. Sesekali Geo mengatakan sesuatu seperti, "Lihat, ey, jangan melamun mulu. Ini kunci G. Kalau ini C. Lihat baik-baik. Matamu tuh ke tanganku, Gel! Bukan mukaku! Kau tambah aneh kalau tidak bicara begitu tahu!" canda Geo, lantas kembali fokus memainkan gitar putih itu. Senandung bernada gumaman itu perlahan membuat Geo fokus dan masuk ke dunianya sendiri.
Gelia memundurkan badan ke sandaran kursi. Ia melipat tangan dan tertawa mendengar perkataan Geo, "Tidak usah sok terpesona. Aku tidak bakal mau sama kau."
Geo ... Geo. Dia benar-benar pure ya? Dari cara berpakaian dan style rambutnya, Gelia tahu Geo bukan cowok lugu dalam masalah percintaan. Pasti lelaki macam Geo ini sudah tinggi sepak terjangnya. Dengan wajah seperti itu, Geo lebih dari pantas untuk megandrungi banyak perempuan. Siapa pun pasti akan menerimanya. He's that perfect, tapi kenapa cowok ini bersikap sebaliknya, ya? Dia malah bertindak seperti pria baik yang menganggap bermain-main dengan perempuan adalah sesuatu yang asing. Kenapa juga dia tak pernah menunjukkan sorot menginginkan walau sedikit pun saat bersama Gelia? Gelia sadar dengan kharisma dirinya sendiri, dan Geo bukan tipe cowok yang akan menyangkal Gelia. Namun, mengapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dadah, Mama!
Teen FictionBullying, kekerasan dari Mama sendiri merusak jiwa Velia perlahan sampai dia stres hingga depresi. Satu-satunya sahabat menatap dia rendah setelah tahu Velia menyukainya, membiarkan ia tenggelam sendiri dan memilih bersandar ke sosok baru. Penghinaa...