62 | Sorry

36 2 0
                                    

Bagas: Ayo kencan nanti malam, kujemput jam tujuh.

Bagas itu seperti anak anjing yang menggemaskan, membuat orang senang dengan segala tingkahnya, tapi bisa menggigit saat tak mendapat yang dia mau. Dua bulan berlalu sejak pertemuan keluarga secara paksa itu, dan selama itu juga Bagas memonopoli hidup Fial.

Lelaki itu menempel seperti getah, lengket dan mengganggu. Hanya dengan satu senyuman, Fera langsung merebut kunci mobil Fial, melarangnya berkendara sendiri secara spontan.

"Bagas mau mengantarmu, Fial. Biar kalian lebih kenal dan makin dekat juga. Tidak ada salahnya, 'kan, dijemput calon tunanganmu sendiri? Kau tak perlu capek-capek menyetir lagi. Kurangnya di mana coba?"

"Ma, aku baru Ayah izinkan pegang mobil satu tahun lalu! Ini tidak adil kalau tiba-tiba Mama larang aku lah! Aku tidak setuju!"

"Terserah, intinya kau ikut sama Bagas mulai sekarang."

"Mama!"

Fial sudah sangat kerepotan setelah mobilnya disita. Baiklah, Fial berusaha sabar untuk itu, tapi makin ke sini, Bagas kian melunjak. Kalau dulu cowok itu akan manut saat Fial membentaknya, kali ini dia tak menuruti penolakan Fial sama sekali.

"Mau apa kau ke sini?!" Fial langsung naik darah begitu melihat Bagas duduk manis di sofa ruang tamu. Tak seperti tampilan biasanya yang sering pakai kemeja atau jas, kali ini Bagas memakai jaket bomber dan jeans sobek-sobek. Rambutnya juga tidak diberi gel, Bagas biarkan jatuh hingga menutupi setengah mata.

"Menjemputmu, Sayang, apalagi?" Lesung pipi Bagas timbul kala menorehkan senyum manis.

"Kau tidak baca chat-ku? Kubilang aku tidak mau ke mana-mana malam ini! Kau bodoh, ya?"

Bagas tak terpengaruh dengan emosi meledak-ledak Fial. "Ah, itu? Kubaca kok," balasnya santai.

"Terus tunggu apa lagi? Pergi sana! Tidak ada yang suka kau datang ke sini. Enyah!"

"Fial."

Suara berat yang Fial takuti dari kecil terdengar. Fial berbalik, refleks meremas jemari kala Andra menuruni tangga dengan tablet di tangan. Kacamata pria itu masih bertengger di hidung, menandakan Andra tengah mengerjakan urusan kantor di ruang kerjanya.

"Begitu caramu bicara? Ayah pernah mengajarimu membentak tamu seperti itu?"

"Dia bukan tamu, Yah. Dia pengganggu! Datang-pergi seenaknya. Memang ini rumahnya apa?"

"Malam, Yah." Bagas bangkit, membungkuk sopan yang dibalas Andra dengan senyum tipis.

Fial makin nyolot. "Siapa kau sampai berani panggil ayahku begitu?!"

"Fial." Peringatan kedua Andra membuat Fial mencak-mencak.

"Ayah kenapa, sih?! Kenapa semua orang bela dia terus? Memang dia anak Ayah?" Tiap berhadapan dengan Andra, Fial selalu lemah. Matanya kini memanas, berkaca-kaca ketika Andra duduk di sofa depan Bagas. Pria itu menyuruh Bagas kembali duduk.

"Kau lagi mens-kah? Obatmu habis? Akhir-akhir ini kau sering sekali marah, padahal tidak ada yang membuatmu kesal."

"Ada, Yah. Dia!" tunjuknya berang.

Andra melepas kacamata dan memijit dahi, pusing akan kelakuan Fial yang mirip sekali dengan Fera. Marah, kesal dan marah terus.

"Kau mau jemput Fial 'kan, Nak?"

"Iya, Yah, mau dinner di luar. Aku juga sudah reservasi meja," lugas Bagas akrab.

"Lihat, Bagas sudah repot-repot melakukan itu semua buatmu, Fi. Kenapa malah marah? Kasihan loh, Bagas kau ketusi terus. Tidak capek apa?"

[END] Dadah, Mama!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang