19 | Choose Me

266 40 1
                                    

Yera menggeram kesal. Mobil kuning cerah itu tak segan menghancurkan kap mobilnya dan melaju secepat mungkin. Bibir bervolume itu terpilin ke dalam, batang hidungnya mengerut sembari menyipitkan mata tajam. Terobsesi ingin merobohkan lawan main setelah RedCar-nya diperbaiki beberapa detik.

"Mati kau!" Secepat kilat Yera menancap gas tertinggi tanpa menekan rem sebagai pelindung. Lengkungan tajam gurun berpasir yang menjadi arena tak menyurutkan ban mungil itu terus berputar hebat. Senyum pongah terbit saat ia menangkap gelagat si kuning yang menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Dalam sekali hentakan, Yera menggunakan itempush dan menerjang lawan dari belakang.

Kekehan puas menyambut gulingan naas salah satu pemain tercepat ke jurang tak berdasar. Namun, kerusakaan yang si merah dapat membuat laju geraknya oleng. Yera sama sekali tak memprediksi akan ada Pajero hitam menabrak kaca mobilnya yang berusaha memutar stir. Dalam sekejap, RedCarSporty itu terguling memasuki jurang yang sama.

"Ahh, sial!"

"Astaga! Maafkan aku!" Buku tebal bertajuk Kumpulan Soal Ujian Rekayasa Perangkat Lunak terlepas dari genggaman Velia dan menimpa ponsel lebar Yera. Gawai mahal itu langsung tergeletak menghantam meja jati dengan layar tergores.

"Apa-apaan kau?!" Mati-matian Yera menahan tangan kekarnya mendorong pundak mungil yang gemetar ketakutan. Sudah lewat jam lima sore. Seluruh penghuni kelas lenyap, sementara Yera masih sibuk bermain sendirian. Yera sungguh tak suka diganggu, apalagi membuat handphone-nya terlempar keras.

"Kau tidak punya otak, hah? Kau pikir ponselku tidak akan rusak kalau kau tubruk seperti itu? Dasar bodoh!" Jantung Velia nyaris meledak mendengar bentakan baritone yang lama tak didengarnya. Manik cokelat bulat itu langsung mengebas. Terlalu lemah untuk sekadar menerima hujatan tak berdasar sang Mantan.

"Aku ... aku tidak tahu kau akan berteriak tiba-tiba, tadi. Maaf, aku sungguh tidak sengaja." Velia bahkan tak mengerti mengapa dirinya selemas ini jika berhadapan dengan Yera. Kakinya sekenyal jeli. Aliran darah di tubuhnya membeku kala netranya menubruk pupil sepekat awan mendung itu. Kesadaran Velia tersedot mendapati sorotan kosong dan dingin yang menyelimuti cowok tinggi di depannya.

"Hah! Kau memang terlalu menyedihkan," hardik Yera nyalang. Mengirim berton-ton bangkai ke dalam dada Veliadan menimbulkan ngilu tak berperi. Semakin lama, Yera kian bertindak semena-mena. Apa pria bertubuh atletis itu sedang banyak pikiran?

Velia ingin mendengar keluh kesahnya dan memeluk kepala bersurai hitam itu....

"Aku mau mengembalikan ini. Maaf, telat dari janjiku. Padahal, aku sendiri yang bilang akan mengembalikannya setelah seminggu. Karena tertumpuk di rak buku, aku baru mendapatkannya, jadi—"

"Ahh, tidak usah banyak bicara! Kayak ada yang mau dengar saja." Yera mengibas-kibaskan jemarinya gerah. Kehilangan komputer dan tetek bengek Pemrograman benar-benar melumpuhkan ketenangannya. Yera luntang-lantung tak jelas ingin melakukan apa. Ditambah les kedokteran yang kian menuntut, membuat kepalanya makin pening. Wajah tegas yang tak pernah disiram tawa itu semakin kehilangan senyumnya. Mengubah Yera menjadi sosok ketus yang sangat sukar dijangkau untuk sekadar bertutur sapa.

Yera mengabaikan detak tak nyaman melihat raut kecewa gadis yang pernah dekat dengannya. Hatinya mencelus kala Velia menggigit bibir menahan pilu, kemudian mengangkat wajahnya kembali dengan senyum merekah cantik.

"Maaf," bisiknya lirih. Tanpa berkata apa pun, Yera mengambil paksa buku tiga ratus lembar yang disodorkan. Memasukkannya ke ransel, dan kembali memilih item yang akan ia gunakan di balapan selanjutnya.

"Kau mau apa lagi? Lupa kalau mukamu tidak enak dilihat?" Yera mengumpat geram begitu dentuman jantungnya menggila. Velia terhenyak dari lamunan, jari-jarinya bertaut gugup. Ia tidak mau begini terus. Setidaknya, Velia harus tahu apa gerangan yang menimbulkan kebencian di benak cowok yang ia puja. Berkali-kali ia menarik napas panjang, tetapi manik kakaonya kian berkaca-kaca.

[END] Dadah, Mama!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang