Satu tahun kemudian...
"CHEERS!"
Benturan puluhan gelas memenuhi ruangan luas itu. Bir yang goyang dalam kaca saling tumpah dan membasahi tangan pemegangnya, tapi tak ada yang protes. Anak-anak semester dua dari jurusan Komunikasi itu lebih asyik tertawa dan mengobrol hal tidak penting untuk digelakkan bersama.
Ada sekitar dua puluh cowok dan satu-dua cewek di sofa melingkar itu. Malam belum terlalu larut, makanya mereka tidak tertarik buat menari di dancefloor. Cewek-cewek seksi yang menanti juga belum mereka ladeni. Mahasiswa Universitas Hasanuddin itu lagi-lagi menyelinap ke club untuk menghilangkan lelah, tak memedulikan citra kampus yang bisa memburuk kalau terjadi sesuatu.
"Jadi balapan kemarin tidak ada yang menang?" Bara menceletuk, berbicara cukup keras agar didengar teman-temannya.
"Mana sempat!" Regan memukul paha kesal, ia melirik Revan yang tak banyak bicara dan meneguk lebih banyak bir. "Padahal sedikit lagi Revan sampai finish, tapi tau-tau polisi datang."
"Ah, sayang dong." Bara melempar punggungnya hingga bersandar. "Akhir-akhir ini banyak sekali razia, ya?"
Bayu meletakkan gelas birnya yang tersisa setengah ke meja. "Gara-gara banyak cewek hamil yang dikeluarkan dari kampus, kali. Kau tahu? Kampus kita yang paling banyak anak DO-nya."
"Masa?"
"Makanya kalau main itu yang aman, masa begitu saja tidak tahu sih?" Galuh mengomel sok pintar, mencipta senyum kecil di bibir cewek sebelahnya. Seseorang yang berada di antara cowok-cowok itu, cewek mungil dan berwajah imut. Tidak cocok dengan penampilannya yang serba hitam.
"Kata cowok yang tidak pernah punya cewek." Regan mencebik.
"Heh, pernah, ya! Kau punya bukti memangnya?" Galuh tak mau harga dirinya dihancurkan. "Yang mau sama aku itu banyak! Kalian tidak lihat saja!"
"Mana coba mana?"
Galuh gelagapan, tak tahu mau membela seperti apa lagi. Namun, saat melirik ke samping, tempat di mana cewek pendek itu memainkan es batu di gelas birnya, Galuh langsung merangkulnya erat.
"Ini nih! Tanya Gelia saja! Gel, kita pernah pacaran, 'kan?"
"Huuu! Bilang saja kalau tidak pernah!" Bara melemparkan kripik kentang ke Galuh, diikuti seruan mengejek yang lain.
"Tidak! Aku tidak bohong. Gelia, kasih tahu tuh! Kita pernah bareng-bareng, 'kan? Sekitar ... tiga bulan? Ayo bilang!" Galuh mengguncang cewek itu heboh, membuat minuman Gelia tumpah ke sepatu boots hitamnya.
"Hei, birku tumpah ini! Santai dong!" Ia menunduk, terkekeh begitu Regan menelikung leher Galuh hingga rangkulannya pada Gelia lepas. Cewek itu membungkuk, berusaha mengeringkan jejak bir di kakinya. Saat urusan selesai dan kepalanya terangkat, cola dingin punya Galuh langsung menyiram wajahnya.
"Jadi ini cewek yang buat kau betah di sini, hah?!"
"Gelia!" Seluruh teman cowoknya memanggil terkejut, beberapa dari mereka bangkit, berusaha menghalangi perempuan yang kini hendak menyiram Gelia dengan alkohol.
"Bukan begitu, Na. Kau salah paham! Astaga...."
"Jangan bohong padaku! Kau selalu saja begitu. Teman-temanku sendiri yang bilang, kau selalu sama dia! Kau tidak bisa bohong lagi sekarang. Cowok berengsek!"
"Gel, kau tidak apa-apa?" Bara dan Revan mendekat, menyentuh pundak cewek itu.
"Hh-hm, tidak pa-pa. Tisu dong, tolong." Revan menarik empat lembar tisu dan menyerahkan ke cewek itu, sementara Bara melepas jaket hitam besarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dadah, Mama!
Novela JuvenilBullying, kekerasan dari Mama sendiri merusak jiwa Velia perlahan sampai dia stres hingga depresi. Satu-satunya sahabat menatap dia rendah setelah tahu Velia menyukainya, membiarkan ia tenggelam sendiri dan memilih bersandar ke sosok baru. Penghinaa...