Velia tak pernah cacat dalam matanya. Gadis itu selalu membawa ketenangan, menyadarkan Geo dari segala pikiran berat. Hubungan yang Geo miliki dengannya, meski diawali oleh niat main-main, tak bisa Geo pungkiri, ia benar-benar jatuh pada gadis itu.
Langkah terburu-buru sampai menabrak band-band dari sekolah lain terjadi tanpa mampu Geo kontrol. Kepalanya panas, ada sesuatu yang mengikat jantungnya, ingin menghentikan napasnya.
Velia tak akan ada di hidupnya kalau ia tak iseng meminta Iwan mencarikan cewek cupu. Tak akan ada cerita menusuk di pelataran supermarket yang membawa Velia ke pelukannya untuk pertama kali.
Kalau mata Velia tidak sejernih itu, Geo tidak akan lemah. Tidak akan goyah.
Geo tak sanggup berkata apa-apa lagi. Sudah tak ada tempat untuknya bercerita. Semua adalah salahnya.
"Velia." Telapak tangan itu gemetar hebat di meja resepsionis rumah sakit. Wajah penuh keringat Geo memelototi perawat dan berteriak, "Velia di mana?!"
Keterkejutan Suster membuat Geo berdecak. Dia meremas rambutnya gusar dan melangkah ke dalam, mencari tempat yang memungkinkan Velia ada.
Geo tak pernah betul-betul menyayanginya, memberinya kasih sayang, mengenalkan pada teman-temannya.
Geo memang tak ingin Velia masuk dalam hidupnya. Velia hanya cewek persinggahan yang dia rengkuh karena bosan dengan dunianya yang gemerlap.
Perempuan yang begitu gelap, Geo nyaris tak bisa melihat warna di matanya. Velia terlampau redup, ada bongkahan rasa sakit yang memeluknya.
Geo tahu itu, dan dia tetap tidak peduli.
Ia menggigit tangan yang menutup mulutnya. Air mata itu jatuh, kemudian terinjak oleh langkah cepatnya menuju UGD.
Maafkan aku. Kumohon maafkan aku.
Seperti ada yang memutus saraf kaki Geo saat ia menemukan Yera. Geo ambruk seketika, berlutut dan menimbulkan suara bedebum.
Jadi, itu benar?
Geo menggeleng histeris. Ia mendekati Yera, berjalan kaku dan jatuh. Tangannya meraih pundak Yera, menggerakkannya lemah.
"Tidak, 'kan?" Ludahnya tertelan pahit. "Velia masih di sini, 'kan?"
Ibu jari Yera bergerak. Kaku, bekas darah berbau amis menguar dari sekujur tubuhnya. Kesadaran Yera tergerak kala nama Velia disebut.
Ia mengangkat wajah. Jejak air mata mengusamkan pipinya. Mata kesukaan Velia itu ... bengkak dan semerah darah.
"Hei, katakan sesuatu! Yakinkan aku! Velia baik-baik saja, 'kan?" Air mata Geo mengalir deras, ia tersedak tangis dan kembali bicara. "Ayo bilang.... Kumohon...."
Kerah baju Geo Yera raih, dan dengan kekuatan penuh, ia melayangkan pukulan kencang ke pipi cowok itu.
Yera melangkah, merangkaki tubuh Geo yang terbaring di koridor rumah sakit dan kembali meninju wajah cowok itu.
Beberapa perawat berusaha menghentikan, tapi Yera terlanjur kalut. Ia meneriaki semua orang, membentak siapa pun yang berusaha menolong Geo.
"Kau tidak pantas ada di sini." Dua mata yang sama-sama tajam menatap tanpa halangan. Gigi Yera bergemelatuk kala memandangi wajah Geo yang acak-acakan. Keduanya berdiri dan bertatapan sengit.
Geo mencari jawaban di pupil kosong Yera, tapi tak menemukan apa-apa. Geo ingin tahu, apa yang sudah Velia lalui? Seberat apa beban yang gadis itu pikul setelah Geo meninggalkannya begitu saja di dermaga? Setelah melecehkan dan ... menamparnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dadah, Mama!
TienerfictieBullying, kekerasan dari Mama sendiri merusak jiwa Velia perlahan sampai dia stres hingga depresi. Satu-satunya sahabat menatap dia rendah setelah tahu Velia menyukainya, membiarkan ia tenggelam sendiri dan memilih bersandar ke sosok baru. Penghinaa...