RIO
Aku sudah kesal setengah hati dengan mahasiswi didepanku ini, Gena Pramudya. Sudah bukan kali pertama dia masuk ke ruanganku membawa kasus. Sebenarnya dia terbilang mahasiswi berprestasi, tapi sifat setannya juga mendominasi.
"Saya ngerjain tugas pak, kemaleman pulangnya". Timpalnya dan mengeluarkan sebuah jilidan makalah.
"Sekalian saya mau ngumpulin tugas bapak kemarin". Sambungnya.
Aku menghela nafas lalu mengambil makalahnya. Membaca dan meneliti setiap huruf ketikan itu.
Sempurna. Sepeti yang ku katakan, dia pintar.
Aku mengangguk dan menyimpannya bersama tumpukan tugas milik teman temannya.
"Jangan senang dulu, tidak mungkin kamu saya biarkan pergi tanpa hukuman". Ukiran senyum diwajahnya menghilang.
Aku mengambil tumpukan kertas yang tak kalah tinggi dengan tugas kelasnya tadi.
"Koreksi tugas adik tingkat kamu, samakan dengan ini". Aku menyodorkan tumpukan kertas itu beserta kunci jawabannya.
"Saya bawa pulang aja ya pak?".
"Koreksi disana". Jawabku sambil menunjuk ke arah meja dan sofa yang ada disudut ruangan.
Dia menghela nafas dan mengangguk, mengambil tumpukan kertas lalu mendudukkan diri disofa.
Aku masih memperhatikan dia yang sudah menyibukkan diri dengan kertas kertas yang ku berikan.
Jika mahasiswi lain masuk keruanganku pasti menampilkan wajah antusiasnya, berbeda dengan manusia satu ini. Beberapa kali memasuki ruanganku dan juga mobilku, tak ada raut wajah antusias sama sekali.
Tok.. tok..
Aku mengalihkan tatapan ke arah pintu. Dia, perempuan kedua yang menjadi hidupku setelah bunda.
"Massss... Bagi duwit dong". Ucapnya dan duduk dikursi depanku.
Tuk...
Aku dan perempuan didepanku ini kompak menoleh ke arah gena yang terbengong setelah menjatuhkan pulpen. Dia menatapku dan perempuan didepanku secara bergantian.
Buru buru perempuan didepanku berdiri dari duduknya sampai menimbulkan suara.
Gena tampak mengkode perempuan didepanku dengan kepalanya.
"Eh mbak genaaa, gue kirain ga ada orang. Maaf pak jadi mengganggu". Dia mundur dengan langkah cepat berniat keluar.
"Gak jadi?". Tanyaku yang malah disambut dengan delikan.
"Nanti saja pak, saya permisi dulu". Dia menghilang setelah pintu tertutup dari luar.
"Kamu kenal?".
Gena masih terbengong.
"Ha? Kenapa pak?".
"Kamu kenal?". Tanyaku lagi.
"Oh.. kenal pak, temen kos saya".
Aku mengangguk. Gena masih saja terbengong, entah apa yang dipikirkan. Yang pasti setelah melihat ini mungkin perkiraan perkiraan negatif muncul di otaknya. Ya... kemungkinan pikiran negatifnya adalah aku menjadikan mahasiswiku sendiri sugar baby contohnya.
Beberapa kali mataku tak sengaja bertubrukan dengan gena, matanya menilisikku. Bagus, sekarang aku seperti seorang Laki Laki brengsek yang ketahuan memelihara sugar baby yang padahal tadi adalah adik kandungku. Inginku perjelas, tapi nanti pasti si cacing kermi mengamukku yang telah membuka identitasnya.
"Bukannya kemarin kamu tidak masuk kelas saya?". Tanyaku memecah keheningan.
"Iya pak, saya dihubungi sasa kalau ada tugas dari bapak". Jawabnya.
"Kemana?". Entah kenapa akhir akhir ini aku sering kepo.
"Saya.. di rumah sakit, jaga temen kelas saya pak".
"Temen kelas kamu ada yang masuk rumah sakit?".
"Iya pak, Mahardika Restu. Ikut kelas bapak juga dia".
Aku mengangguk, jajaran dosen sudah sangat kenal dengan nama itu karena termasuk anak berprestasi dan beasiswa full.
Tak jarang aku memang mengamati pergerakan mahasiswa mahasiswiku saat melintas didepan mereka atau mereka melintas didepanku. Termasuk Mahardika dan Gena ini, sering kali tertangkap tengah mengobrol berdua atau sekedar makan bakso didepan.
Pikiranku melayang ke Maudya, apa juga seperti ini yang dia lakukan dengan laki laki itu?
Untuk beberapa menit aku maupun Gena sama sama diam, hanya ada deru AC yang terdengar. Sampai dering ponselnya memecah keheningan.
"Hallo?". Ucapnya dengan seseorang disebrang telponnya.
"Iya nanti gue kesana, sekarang gue masih ada tugas. Mau dibawain apa?". Dia mengapit ponselnya dengan telinga dan pundak karena masih terus mengoreksi.
"Bubur? Yaelah, dirumah sakit juga ada bubur ngapain lo nitip bubur ujung jalan". Dia terkekeh dengan seseorang ditelepon.
Tawa itu...
Aku menggeleng dan memfokuskan diri ke laptop, tapi telingaku masih mendengar obrolan gena.
"Iye nanti gue bawain, gue lagi diruangan pak gio. Telat gue tadi". Dia mengecilkan volume suaranya saat menyebut namaku, padahal tetap saja aku masih mendengarnya.
Tak ada suara obrolan gena, dia sudah fokus kembali dengan lembar lembar jawaban dari adik tingkatnya.
Selama satu jam dia berkutat dengan lembaran itu. Aku memperhatikan pesan yang ku kirimkan pada Maudya pagi tadi belum ada balasan dan juga belum dilihat
_____________________________________Jangan lupa ninggalin jejak ya. Terima kasih yang udah nungguin updatean❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Relationship
Teen FictionAUTHOR SALAH KASIH JUDUL⚠️😭 Kalau kalian mengira ini berisi cerita hot++, KALIAN SALAHHHHH. INI LEBIH KE COMEDI hotnya dikit doang😭🙏 Virtual?? WAJIB MAMPIRRRR!!! ________________________________________ Andai saja waktu itu Gena tak meladeni Chat...