Kese(ndirian)harian

22.6K 2.3K 22
                                    

RIO

Aku terbangun sedari tadi subuh kala adzan masjid terdengar dan bergegas menunaikan ibadah.

Sepulang dari masjid aku berjalan jalan kecil dipekarangan rumah menikmati udara pagi. Aku membeli rumah bukan dilingkungan komplek, tapi dilingkungan seperti perumahan didesa. Aku lebih memilih membeli tanah sekaligus rumah seperti ini karena menurutku lebih lega dan luas.

Aku memulai karir menjadi dosen dari umur 25 tahun dan awal menjadi dosen aku hanya tinggal dikontrakan, namun ayah menyarankan lebih baik membeli rumah agar lebih luas untuk ditinggali bersama istri dan anakku kelak. Itu kata ayah 8 tahun yang lalu dan saat aku baru menjadi dosen selama 2 tahun.

Kini? Istri? Anak? Mana istri dan anakku? Sudah dari umur 27 aku membeli rumah ini dan sampai sekarang umurku 35 tahun belum ada teman hidup yang ikut menempati rumah ini Hahaha. Sepi rasanya menempati rumah ini sendirian.

Adikku menolak untuk tinggal bersamaku dan memilih tinggal di kos kos an, padahal jaraknya juga tak terlalu jauh dengan rumahku ini. Adikku sangat bertolak belakang dengan sifatku. Dia centil dan sangat aktif. Saking aktifnya kadang ku panggil cacing kremi, entahlah kurasa itu mirip untuk mendeskripsikan dia.
___________________________________

Aku memanasi mobil sebelum berangkat mengajar. Kini aku sudah siap dengan kemeja navi celana bahan hitam dan dasi yang sewarna dengan kemejaku hanya saja lebih gelap.

Aku menjalankan mobil membelah jalanan kota bermayoritas berbahasa madura ini, Jember. Banyak sekali pendatang dari luar kota yang tinggal dikota ini untuk menimba ilmu, termasuk aku dulu. Aku juga menimba ilmu S1 disini, lalu melanjutkan S2 di malang. Entah S3 kulanjutkan atau tidak, berfikir untuk segera mengabulkan tuntutan ayah dan bunda agar secepatnya mendapat istri saja sudah membuatku pusing.

Aku menoleh kesamping kanan kala melewati sebuah bangunan bertuliskan Politeknik Negeri. Disini maudya berada, ingin sekali aku mencarinya. Namun dia sepertinya ogah ogahan menemuiku.

Beberapa menit melakukan perjalanan akhirnya aku sampai di parkiran dosen.

Aku berjalan menuju ruangan, sudah cukup lama aku mengabdi di Fakultas Ekonomi ini. Ditahun kesembilan bekerja disini aku diberi amanah menjadi ketua jurusan.

Beberapa mahasiswa tampak menyapaku saat aku lewat didepan mereka. Kata adikku, banyak teman temannya yang sering menggibahkanku mulai dari hal positif sampai negatif. Apalagi tetangga kamarnya, entah siapa aku tak tau. Katanya ingin sekali mencabik mukaku ketika kesal. Aku dan adikku tak pernah bertegur sapa seperti layaknya adik dan kakak ketika dikampus hanya saja kadang dia diam diam tiba tiba ke ruanganku untuk meminta uang, katanya dia tak mau ribet dengan statusnya yang menjadi adik dosen.

Adikku pernah berpesan kepadaku seperti ini.

"Jangan kaku kaku amat bisa gasih mas, mahasiswamu itu banyak yang dendam banget sama mas. Apalagi mbak sebelah kamarku, pengen banget nyabik muka mas gara gara mas galaknya kelewat. Banyak disumpahin juga mas, ati ati aja".

Apa salahku?

"Aku ke kelas dulu, nanti tunggu aja diparkiran".

"Yaudah sana, semangat".

Aku memperhatikan interaksi mahasiswa dan mahasiswi didepanku.

Harusnya dulu saat berkuliah aku seperti itu, mencari pasangan dan saat sudah siap dan matang mentalku ada yang bisa aku nikahi.

Aku menggeleng pelan dan membuka pintu ruanganku. Seperti biasa, wangi pengharum dan dinginnya AC ruangan menyambutku.
_______________________________

"Gena Pramudya".

Aku mengedarkan pandangan saat tak ada sahutan.

Nama belakangnya mengingatkanku pada perempuan yang mengusik hatiku akhir akhir ini.

Aku kembali fokus ke daftar absen, kemarin bolos sekarang juga.

Dulu aku sangat bersemangat untuk berangkat kuliah, mengingat bahwa ada orang tua dirumah yang susah payah mencari uang untuk sekedar saku ku karena aku kuliah ditanggung beasiswa.

Aku melanjutkan mengajar, 2jam waktuku dan kini sudah terpangkas beberapa menit untuk mengabsen.

Tok.. tok..

Aku menoleh ke arah pintu, kepala sang pengetuk menyembul dari luar pintu.

"Permisi pak, maaf saya terlambat".

"Ya sudah, tutup pintunya". Ucapku dan kembali menuliskan materi di papan.

Grasak grusuk terdengar, aku menoleh kembali. Dan mengernyit

"Siapa yang nyuruh kamu masuk".

Langkahnya terhenti oleh suaraku.

"Lah, katanya suruh tutup pintu pak?". Timpalnya.

"Saya memang nyuruh kamu tutup pintu, tapi dari luar. Bukan nyuruh kamu masuk".

Kulihat rahangnya mengeras, pasti dalam hatinya mengumpatku sama seperti yang dikatakan oleh adikku.

"Saya cuma telat 15 menit pak". Elaknya.

"Namanya sudah telat kan? Dari awal masuk kelas saya juga sudah saya katakan tidak ada tolerensasi soal telat".

Dia hanya menunduk.

"Silahkan keluar".

Tanpa elakan lagi dia melangkah menuju pintu

"Gena".

"Iya pak? Saya gak jadi di usir?". Tanyanya dengan berbinar.

"Pede banget kamu. Selesai kelas keruangan saya". Senyumannya luntur macam dapat tagihan hutang.
_______________________________

Hallo guys, terima kasih yang sudah nunggu update an cerita ini. Jangan lupa ninggalin jejak ya❤️

Hot Relationship Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang