Gionino Aksario
Aku menyelipkan anak rambut wanita didepanku ini. Wajahnya tenang, tak mencerminkan preman pasar yang telat setoran seperti biasanya. Tidurnya lelap walau beberapa kali mengigau, namun panasnya belum juga turun.
Aku mengambil kain kompres dijidatnya dan mencelupkan lagi ke air. Sejak satu jam yang lalu turunnya belum juga turun.
Untuk pakaiannya, seperti yang ku bilang tadi. Tiara berada dirumahku, dan dia yang menggantikannya.
Aku menaruh kembali kain kompres yang sudah kuperas ke jidatnya lagi.
"Udah... Jangan deket deket. Kebablasan nanti". Aku menoleh ke arah tv, cctv dadakanku sejak satu jam yang lalu berada disana. Tiara.
"Kalau serius mah bukan mundur, harunya dikejar".
Mataku beralih ke Gena, aku tersenyum melihat wajahnya yang tenang seperti ini. Aku tak membawanya untuk tidur dikamar, apalagi kamarku. Aku menidurkannya disofa.
"Awas nyosor mbak gena kamu mas, tak bogem". Aku berdecak kesal, sejak tadi dituduh melulu.
Tiara duduk disofa sebelahnya lagi.
Dringggg.. Dringgg...
Aku dan tiara saling pandang dan menatap ponsel Gena yang menyala.
"Siapa?".
Tiara membalikkan hingga layar ponselnya menghadap kearahku.
"Pacarnya".
Aku mengangguk
"Pacarnya sombong banget mas, mas reyhan mas juan mbak sasa pokoknya temen temen mbak gena tuh pada gak suka sama si Roiko ini. Apalagi mas septa, padahal si Roiko itu masih saudaranya".
Adikku meletakkan kembali ponsel Gena.
"Hmmm dingin".
Gena Bergerak merapatkan selimutnya, aku dengan spontan menarik selimutnya keatas sampai lehernya. Aku mengusap rambutnya pelan.
Cantik
Jika dulu aku sangat kesal dengan manusia ini, sekarang berbeda. Jika diperhatikan, dia unik dia cantik. Mengapa aku baru tersadar sekarang?
"O iya mas, mumpung ada kesempatan. Bentar bentar".
Aku menoleh ke adikku, dia mengambil kembali ponsel Gena dan mengutak atiknya
"Mana ya, masa dihapus sih".
Aku mengernyit tak mengerti
"Nah, ini dia. Diselipin banget dah nyimpennya".
"Nih mas, baca aja. Cocok nggak sama yang mas maksud". Sambungnya.
"Gak sopan banget kamu buka buka hp orang". Sahutku.
"Gak gini ya gak selesai selesai kisahmu mas".
"Samain sama chatnya maudya deh".
Aku membaca chat dari ponsel Gena, aku ternganga membaca chat yang sama persis dengan yang ku kirimkan.
Nomorku, fotoku, isi chat juga sama.
"Jadi ini benar benar maudya?". Tiara mengangguk.
"Coba telfon, aku hidupin Whatsappnya".
Aku menekan tombol telfon, dan benar panggilanku masuk ke Whatsappnya.
Jadi memang benar dia maudya, tapi mengapa tak mau mengaku?
"Foto aja chatnya, sewaktu waktu mbak Gena ngeles bisa mas kasih liat".
Aku hanya mengangguk dan menyerahkan ponselku ke tiara.
_____________________________________"Eeeuugghhh remuk banget nih badan".
Aku membuka mata setelah tertidur sebentar, aku mengambilkan minum didapur dan berjalan ke arah Gena.
"Baru bangun?".
"LAH BAPAK NGAPAIN DISINI". Teriaknya.
"Ini rumah saya".
"Kok bisa".
"Ya bisa lah, saya beli kok".
Aku menyerahkan air putih dan di teguknya.
"Maksud saya, saya kok bisa disini".
"Kamu lupa atau amnesia, baru juga beberapa jam yang lalu".
Dia terlihat tengah berpikir.
"Oh... Di halte tadi. Terima kasih ya pak, kalau gak ada bapak mungkin udah masuk ke Patroli Indosiar saya".
Aku terkekeh pelan.
"Eh". Dia berjengit kaget setelah tanganku terulur menyentuh jidatnya.
"Tadi kamu demam".
"Oh ya baj- LAH BAJU SAYA SIAPA YANG GANTIIN".
Kumat.
"BAPAK YA YANG GANTI. KURANG AJAR BANGET SIH".
PLAK...
Panas.
Aku memejamkan mata sejenak menetralkan rasa panas dipipi.
"Kayak gini kan saya merasa ternodai banget. Au lah, saya pulang".
Dia berdiri dari tidurnya namun ku cekal lengannya.
"Dengerin saya dulu, saya belum kasih penjelasan udah main gampar aja".
Dia bersendekap dada sambil memuncungkan bibir.
Aku terkekeh pelan melihat itu, menurutku bukan galak namun lucu.
"Dia yang gantiin". Aku menunjuk ke arah Tiara yang tengah tertidur didepan TV.
"Jad-jadi bukan bapak?". Aku menggeleng sambil menahan tawa melihat ekspresi cengonya.
"Saya gak seberani itu. Menyalahi kesopanan namanya itu".
Aku merawatnya pun menyalahi logika Dosen-Mahasiswa sebenarnya. Namun jika hati yang sudah bermain, logika kadang tak terpakai.
"Ma-maaf ya pak, ma-main gampar tadi. Syok banget saya".
Aku tersenyum dan mengangguk.
"Saya ambilin makan, kamu harus minum obat".
"Saya udah gak apapa pak".
"Saya nyuruh".
Dia berdecak pelan.
___________________________________"Ck. Kenapa sih pak".
"Ha? Eng-enggak".
"Enggak gimana, dari tadi bapak ngeliatin saya mulu".
"Kamu cantik".
"Ha?".
Seperti tersadar dari khayalan, aku tergagap.
"Eng-enggak, nggak jadi. Kamu habisin makannya, saya kedepan dulu".
Bodoh, kenapa keceplosan.
Aku duduk diteras rumah memandangi rintik gerimis yang masih turun, kali ini hujan mulai reda tak sederas tadi.
Aku tersenyum mengingat wajah damai Gena yang tertidur tadi.
Ini bukan lagi Tentang Rio dan Maudya, namun sepertinya aku terjebak dengan Gena di dunia nyata.
___________________________________Halo guys, terima kasih yang masih menunggu. Gue ulur ya, yakali cerita gak ada konfliknya wkwk.
Lo semua pada gimana sih, dikasih cast Riko eh malah kagak ada yang jaid Tim nya. Ganteng juga loh.
Jangan lupa ninggalin jejak yawww❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Relationship
Teen FictionAUTHOR SALAH KASIH JUDUL⚠️😭 Kalau kalian mengira ini berisi cerita hot++, KALIAN SALAHHHHH. INI LEBIH KE COMEDI hotnya dikit doang😭🙏 Virtual?? WAJIB MAMPIRRRR!!! ________________________________________ Andai saja waktu itu Gena tak meladeni Chat...