Kalo gue mati, lo bakalan nyesel, Ra.
-Jonathan•••
Kepulangan Nita tidak semudah itu untuk dilupakan, bayang-bayang Nita juga beberapa kali menyambagi pikiran Ciara manakala gadis itu merasa sepi. Hal itu lantas membuat saudara-saudaranya kembali bekerja ekstra untuk tidak membiarkan Ciara merasa kesepian. Ciara harus terus tertawa dan ceria. Gadis itu punya kehidupan yang harus dia teruskan.
Pagi tadi Jonathan mengajak adiknya ke rumah Nita ditemani Ezra dan Kashi. Iya, rumah. Rumah yang hanya ada Nita di sana. Rumah yang diberi nama Nita besar-besar sebagai tanda bahwa hanya Nita yang boleh ada di sana, tidak ada yang boleh masuk.
"Sam itu ponakan gue!"
Jonathan tersenyum melihat tingkah adiknya yang kini memperebutkan Sam bersama dengan Ezra. Hatinya menghangat, berkali-kali mengucap syukur sebab Ciara perlahan bisa menerima kepergian Nita. Tidak mudah, sebab Ciara memang tipikal gadis yang terbilang susah melupakan suatu kejadian. Sudah sebulan, dan Ciara masih suka merenung tiba-tiba.
Ditanya perihal apa yang adiknya renungkan, Ciara hanya akan menjawab, "Kok gue bisa nggak tau apa-apa soal Nita, ya, Bang?"
Berkali-kali ditanya, berkali-kali kalimat itu yang dilepaskan sebagai jawaban. Jonathan memutuskan berhenti bertanya. Mengungkit Nita hanya akan terus memupuk luka. Jonathan ingin adiknya kembali cerita, seperti sekarang ini, meski harus mengubur jauh-jauh semua fakta yang dia ketahui.
"Nathan! Bantuin, dong, ah!" Ciara berlari kecil ke arahnya merengek seperti biasa. "Masa lo nonton, doang!"
Abang kembar palsunya itu tertawa. "Sekarang boleh kalian rebut-rebutan Sam, nanti kalo udah anak sendiri jangan rebutan lagi."
Si bungsu kontan melotot mendengar ucapan nyeleneh abangnya itu. Apa-apaan?
"Ngomong sekali lagi!"Amukan Ciara tak lantas mengurungkan niat Jonathan untuk berlari sekuat tenaga, dia harus menyelamatkan diri, tentu si Bungsu ikut mengejar dari belakang. Rahang gadis itu mengeras, matanya ikut menatap tajam pada satu-satunya objek yang kelabakan karena terus dikejar, membuat Ciara menarik senyum miring.
"JONATHAN!"
"ARGGH!" Pekikan nyaring Jonathan tak terhindari, memenuhi seluruh penjuru rumah hingga mengganggu tidur Andi yang sebelumnya tenang. Raffano yang mendengar jeritan Ciara pun ikut terkejut dan hampir menjatuhkan ponselnya karena suara keras Jonathan.
Brak!
Pintu kamar terbuka cepat sebelum terhempas membanting dinding dan menimbulkan suara keras yang memekakkan. Gava terkejut bukan main. Laki-laki yang sedang sibuk mengagumi wajahnya di cermin itu spontan melompat tak beraturan dan jatuh ke lantai karena pinggangnya secara tidak sengaja menghantam sudut meja. Dia meringis setelahnya.
"KALIAN!" Pekikannya tak berbuah hasil. Kedua bungsu itu tetap saling berlarian dan mengacaukan kamar.
"Sini lo!" seru Ciara geram.
Jonathan menggeleng kesetanan. "Stop!"
Gava menelan ludah yang terasa sebesar kelereng. Ciara dan Jonathan terus berlarian hingga mengabaikan setiap benda yang mereka senggol. Figuran-figuran kesayangan si Ipin langsung berjatuhan ke lantai manakala tangan Jonathan tak sengaja menyentuh ujung meja hias. Jeritan histeris laki-laki itu terus terdengar, kakinya kini menginjak kasur dan melangkahi dengan satu kali pijakan. Si Bungsu tidak menyerah, dia ikut naik ke atas kasur dan melompat pada Jonathan yang belum siap menghindar.
"Argh!" Laki-laki itu memekik lagi. Terjangan tubuh Ciara membuatnya tak sanggup menopang tubuh sendiri hingga; dengan naasnya; kedua lututnya menghantam lantai. Rasa ngilu langsung merambat hingga ubun-ubun, sakit bukan kepalang. "Dek, ampun!"
"Rasain!" Bukan Ciara namanya jika mengampuni abangnya dengan mudah. Kedua tangan kecilnya meraih rambut lebat abangnya dan menarik membabi buta, tidak lagi peduli dengan wajah abangnya yang sudah memerah, pusing bukan main. "Rasain!"
"Ampun, Dek! Ampun!"
Kedua tangan Jonathan menangkup punggung tangan adiknya, menahan agar Ciara tidak menarik rambutnya lebih lama lagi, tapi tenaga Ciara agaknya sedang prima-primanya. Dia kewalahan, yang ada malah Jonathan ikut menarik rambutnya sendiri.
"Bang, tolongin gue!" Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah meminta tolong. Obsidiannya bergulir menatap Gava hendak memelas pertolongan. Namun, Jonathan langsung menghela napas lelah saat melihat Gava tahu-tahu tengah bersidekap dada, menonton pertunjukan dengan tenangnya. Sialan. Jonathan lupa jika saksi kekerasan yang ada di sini adalah Gava. Hm, Gava. Pupus sudah harapannya.
"Dek, kepala gue sakit! Pusing!"
Ciara tak acuh, dia terus menarik rambut abangnya hingga akhirnya berhenti karena kelelahan. Dilihatnya wajah Jonathan yang sudah memerah, kedua bola matanya bergerak ke sana-ke mari, nampak pusing. Si Bungsu bangkit dari tubuh Jonathan, menarik tangan abangnya agar bangkit dan menuntunnya ke kasur Gava yang sudah berantakan. Sedang, Si Empunya kasur masih menonton.
Ciara melepas kaos abangnya, mengipas-ngipas kaos itu membantu abangnya bernapas dengan baik. Jonathan tidak membuang kesempatan. Dia meraup udara sebanyak yang dia bisa. Beberapa waktu berlalu hingga akhirnya pusing kepalanya mereda. Jonathan mencondongkan tubuhnya ke sisi Ciara, menatap adiknya sejenak sebelum akhirnya menjatuhkan diri pada Ciara.
"Kalo gue mati, lo bakalan nyesel, Ra." Begitu katanya sebelum terlelap di pelukan adiknya.
Ciara terkekeh kecil, menepuk pundak abangnya gemas. "Yakali, lo mati karna gituan?"
Merasa pertunjukan telah berakhir, Gava membereskan figurannya yang berserakan, lalu ikut bergabung dengan dua adiknya, dia juga mengantuk akibat bermain game seharian dengan Agam, teman segengnya. Namun, sebelum benar-benar memejamkan mata, laki-laki itu tak lupa menjalankan perannya sebagai yang lebih tua.
"Jangan diulangi, Ra. Si Nathan bisa beneran mati kalo lo buat kayak gitu lagi."
[]
Anggap aja ini bab pengalihan
sebelum era baru dimulai.
Yaps, bener. E-ra-ba-ru.Anggap aja season kedua, tapi masih dalam satu book. Jadi, sengaja nggak dipisah biar simple aja, gitu.
Era baru yang dimaksud, mungkin lebih condong ke kegiatan sehari-hari dan sirkel barunya Ciara.Di era ini mungkin akan ada karakter tambahan, yang dalam bayanganku, akan jadi karakter tetap, bukan sekedar figuran, ehehe.
Kalo kalian nemu kejanggalan di beberapa adegan, entah dalam dialog atau narasinya, boleh banget dikoreksi, ya, Sayang-sayang♡
Aku juga masih belajar nulis setahun belakangan, jadi belum sehebat penulis-penulis lain *ekhemTapi aku tetap tersanjung pas kalian bilang nggak bosan dengan SIBLING'S karna kata kalian jarang nemu cerita yang kayak gini, kan, ya?
See u guys kapan-kapan
With love,
Christina H♡

KAMU SEDANG MEMBACA
SIBLING'S
פרוזה[ON GOING] (Intinya random, random, dan random. Terima kasih^-^) ••• Hanya segelintir kisah tentang Ciara dan keenam abangnya. Kisah sehari-hari yang gadis itu lalui dengan keenam lelaki dengan kepribadian berbeda-beda. Lelah itu pasti, tapi Ciara...