15. Calon Isteri

4.1K 260 1
                                    

Gue nggak merasa terancam sama sekali tuh, gimana dong?
-Gava

...

SEPERTI yang sudah-sudah, Rama tidak akan pernah ada di rumah kala siang hari. Mulai dari jam 9 pagi hingga setengah 7 malam, pria itu akan menghabiskan waktunya di luar rumah. Entah itu kantor atau tempat meeting lain seperti kafe.

Sementara Raffano yang memang sangat menekuni jurusannya juga sering menghabiskan waktu di Toko Buku atau di kamar untuk membaca buku-bukunya. Waktu luang pun tidak akan pernah bisa ia pergunakan untuk bersantai sebagaimana seharusnya. Justru 'santai' dalam versi Raffano adalah ke perpustakaan kota. Memang sih hening dan tenang, namun tetap saja yang dilakukan Raffano ke sana adalah untuk membaca buku-buku dan itu bukan definisi santai bagi orang seperti Gava dan Jonathan.

Gavin dan Andi juga masih di kampus. Sementara Jonathan sedang melakukan misi penting yang cukup berbahaya.

Memutuskan pacar.

Memutuskan pacar itu cukup berbahaya karena biasanya Jonathan akan mendapat tamparan di pipi---atau fatalnya, akan dihajar abang dari sang mantan, itu pun jika Jonathan tidak melawan. Jonathan akan pulang dengan badan pegal-pegal jika itu terjadi. Itu sebabnya, memutuskan pacar di anggap misi berbahaya bagi Jonathan.

Dan yang benar-benar menghabiskan waktu luang saat ini adalah Gava dengan segala mulut manisnya dan Kashi serta Ciara yang menjadi pendengar sekaligus pemberi kritik kala Gava menceritakan nasib buruknya yang di pukul Rama tadi pagi.

Ya, mirip seperti netizen.

"Terus? Abang nggak apa-apa?"

Itu Kashi yang bertanya. Dan Gava malah di buat gemas mendengar pertanyaan yang lugu namun lebih ke kata bodoh.

"Itu mata atau bola golf, gue tanya?" Gava menatap sinis pada sahabat adiknya itu.

"Ya mata lah, pake nanya!"

"Ya udah, mata lo itu nggak bisa ngeliat gue bonyok apa? Katarak lo?"

"Ih, kok nyinyir? Tumben, biasanya mah ngerdus," Ciara nimbrung setelah terdiam beberapa saat.

"Gue sih maklum, Ra. Orang kepo emang kadang nggak bernasib baik," lalu kekehan renyah lolos dari mulut Kashi, membuat Gava dan Ciara ikut terkekeh. Tidak ada yang lucu padahal.

"Tapi, Bang. Gue mau nanya deh, lo denger soal buku rahasia dari mana?" Ciara bertanya satu hal yang sejak tadi ia pikirkan.

Gava segera menoleh ke kiri. "Jadi lo beneran punya buku rahasia?"

"Y-ya enggak... gue cuma bingung aja sama orang yang punya pemikiran tentang gue yang punya buku rahasia itu. Kan agak aneh, ya? Iya nggak, Shi?"

"Tau tuh... Abang tau dari mana, sih?" Kashi menimpali.

"Nggak aneh sih menurut gue, karna gue juga bingung kenapa lo selalu tau kabar terbaru tentang gue ataupun hubungan gue. Itu baru aneh! Kenapa lo bisa tahu coba? Atau... lo bayar seseorang buat ngikutin gue, ya?!"

"Hilih, fantasi lo kejauhan, sumpah. Uang dari mana gue? Beli boneka aja harus ngerayu Bang Ano dulu,"

"Ya terus? Kenapa lo bisa tau? Bahkan berita-berita lama juga bisa lo buka gitu aja. Kan aneh, Ra. Makanya gue punya asumsi kalo lo punya buku rahasia buat nyatet semua kelakuan gue. Hayoo, ngaku nggak lo?"

"Dih, kurang kerjaan banget pake nyatet-nyatet segala,"

"Emang lo kurang kerjaan." Gava memukul puncak kepala adiknya menggunakan boneka berbentuk kepala anjing berwarna kuning milik Ciara. Baru beli, "masalahnya nih ya, lo bukan cuma tau seluk-beluk kehidupan gue, tapi semua orang di rumah juga. Siapa coba yang nggak curiga? Gue sih ngandelin logika gue aja,"

SIBLING'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang