78. Manipulasi

2.1K 193 41
                                    

Ciara sayang Abangs, muah!
-Ciara

...

"Sesuap lagi, Ra."

"Uwdwah..." Mulut Ciara masih penuh dengan nasi, tapi si sialan Jonathan masih saja memaksa masuk sisa nasi yang memang hanya tinggal sesuap.

"Sudah, Jo, jangan dipaksa. Ambilkan air putih saja." Perintah Rama yang selalu terdengar mutlak menghentikan aksi Jonathan yang masih ingin menjejali adiknya dengan sisa nasi yang tinggal sesuap itu. Cowok itu membuang napas kecil kemudian meraih gelas di pinggir meja rias Ciara, lalu menyerahkan gelas itu pada adiknya.

Jonathan beralih mengambilkan sepatu dan memasangkan pada kaki si bungsu. Ya, Ciara udah kayak ratu gitu, deh, jadinya. Sedangkan Rama kini bertugas menata rambut si bungsu. Entah belajar dari mana laki-laki itu soal rambut. Baik Jonathan dan Ciara pun nampaknya malas bertanya. Karna kalau mereka bertanya dan tidak dijawab sama sekali, akan ada bunyi 'kretek' yang hanya bisa mereka dengar sendiri.

Ngilu.

Memar di lutut Ciara sudah diobati Andi tadi selesai sang ratu mandi. Diolesi salep yang entah apa namanya. Hanya Andi yang tahu.

Membaca pesan dari teman sekelas adiknya, Raffano lantas menyusun semua yang dibutuhkan sang adik ke sekolah.

Jadi, bisa membayangkan seperti apa repotnya aktivitas di kamar Ciara pagi ini?

"Ra, cepetan. Biar gue anter!" Gava berteriak heboh sembari memasuki kamar sang adik.

Ciara yang sudah siap pun lantas bangkit dengan semangat seolah kakinya tidak kenapa-napa, meski masih terasa nyeri sedikit, tapi dia masih bisa berjalan.

Memang dasar abang-abangnya saja yang sedang dalam mode alay. Sok-sokan membantu bahkan meng-handle semua urusan Ciara. Ciara yang merasa ingin mengusili abang-abangnya pun lantas manggut-manggut saja. Membiarkan mereka berlaku sesuka.

Enak juga kek gini, rambut disisirin, sepatu dipasangin, tas di-prepare. Berasa jadi ratu dadakan 'kan gue jadinya. Yahahaha.

"Ayo, Bang!" Sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya, gadis itu menoleh ke arah semua abangnya yang kini menatapnya cengo. "Thanks, ya, Abangs. Ciara sayang Abangs, muah!"

Lalu Ciara benar-benar menghilang di balik pintu. Disaat yang bersamaan, Raffano berceletuk.

"Ciara baru aja bohongin kita?"

Rama tak ambil pusing. Toh, dia juga sudah lama ingin memperlakukan Ciara seperti ini. Menyisir rambut gadis itu sebelum ke sekolah, menyiapkan keperluan, menata bedak bayi pada wajah putih adiknya, dan hal kecil lainnya. Rama sadar, untuk kedepannya, momen seperti pagi ini mungkin akan sangat langka terjadi.

Sedangkan Andi, balas berkata. "Bahkan saat Ciara merengek tentang kakinya yang sakit, Abang tahu kalo dia sedang bersandiwara."

Andi melangkah mengikuti Rama yang keluar dari kamar Ciara, menyisakan Raffano yang kesal karena ditipu habis-habisan oleh adiknya. Melirik Jonathan sejenak, Raffano justeru mengerang semakin jengkel karena Jonathan sudah tidur di kasur Ciara, nampak tidak peduli bahwa dia sedang ditipu.

"Bang Andi kok bisa tahu si kutu kupret lagi sandiwara, dah?" Lalu, seketika Raffano teringat. "Oh, iya, Bang Andi 'kan emang titisan cenayang, ya?"

"Jangan tutup pintu, ya, Raf." ucap Jonathan saat menyadari Raffano akan meninggalkan ruangan adiknya.

***

Gava menghentikan mobilnya beberapa meter lebih jauh dari sekolah hingga mengharuskan si bungsu berjalan dari mobil ke area sekolahnya. Mengantongi alasan 'tak mau bertemu dengan tidak sengaja' dengan Kashi, Ciara lantas ikut terkekeh remeh sembari mencubit gemas lengan kokoh sang abang. Ada-ada saja. Gava ini terkadang akan kelewat konyol. Namun bisa juga tampil dengan kharismanya sendiri.

SIBLING'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang