77. Intinya Selimut yang Salah

1.8K 197 43
                                    

Ini juga hati kali, bukan kaleng-kaleng.
-Jonathan

...

"Yakin nih mau kita ikutin?" Raffano berhenti di belakang kedua saudaranya yang sudah pasang ancang-ancang ingin berlari masuk melihat Kashi yang saat ini sedang berdua dengan seorang pria, yang dilihat dari wajahnya, sepertinya sudah seumuran Rama.

Oh, oke, masih di bawah umur Rama, tapi di atas umur Gava. Pokoknya pria itu cukup matang dan nampaknya sangat mapan.

Gava mah lewat kalo kata Jonathan.

Caranya menggulung navy polosnya sebatas siku, celana bahan yang sering digunakan Gavin ke kantor, juga pantofel yang dipakainya semakin meyakinkan Raffano jika cowok yang sedang bersama Kashi itu mungkin bukan orang sembarangan. Dia kaya. Itu pasti, dan orang kaya biasanya punya banyak pengawal yang berada di sekitarnya. Benar, kan?

Raffano mungkin tidak bisa melihat keberadaan para pengawal itu, tapi dia yakin pasti mereka ada di sekitar sini dengan tampilan layaknya orang biasa. Tanpa embel-embel setelan jas dan badan tegap tinggi yang selalu pasang wajah kaku agar terkesan tegas.

"Kenapa memangnya?" Gavin agaknya bingung dengan argumen adiknya. "Kashi lagi sama orang asing, dia juga belum pernah cerita pada kita tentang siapa laki-laki itu. Jadi, jika benar mereka ada hubungan, kenapa tidak kita sapa saja?"

Ciara setuju. Bukan pada Gavin, tapi pada Raffano. Kenapa mereka harus mengikuti Kashi?

Secara teknis, Kashi dan Gava sudah selesai, dan Kashi berhak jika dia ingin berkencan dengan siapa saja. Itu privasinya, haknya. Kan? Tidak ada alasan untuk Ciara menghampiri temannya itu dan bertanya siapa laki-laki yang sedang bersamanya itu.

Mengandalkan status sahabat sepertinya tidak akan cukup.

Buktinya, jika Kashi benar menganggapnya seorang sahabat, Kashi pasti sudah bercerita sejak awal padanya. Tentang kenapa Kashi menghilang dan memutuskan Gava, tentang kenapa Kashi semakin tertutup, tentang kenapa Kashi jarang bermain dengannya lagi, dan tentang kenapa Kashi sudah merubah banyak penampilannya. Tapi apa yang gadis itu lakukan? Dia merahasiakan, menutupi seolah tidak ingin ada satu pun orang yang tahu.

Jadi, apa alasan Ciara menghampiri mereka jika Kashi sendiri tidak menginginkan keberadaan mereka di sana? Agaknya Ciara hanya ingin menghargai keputusan Kashi yang tak ingin bercerita apa pun padanya. Biarkan saja, asal temannya itu bahagia dan selalu sehat, Ciara rasa tidak ada yang perlu dia khawatirkan.

"Kita nggak usah masuk, deh, Bang."

Gavin mendelik. Tidak mengerti dengan situasi. Kenapa Ciara menolak masuk dan bertemu Kashi yang ketepatan ada di dalam? Pun kenapa Kashi bersama pria lain di sana? Ayolah, Gavin penasaran.

"Lho? Tadi 'kan kamu mau beli sesuatu, Ra." Ingat Gavin Ciara begitu kukuh mengajaknya ke dalam sana tadi. Walau dia tidak terlalu tahu adiknya ini mau membeli apa, tapi dia ingat Ciara kukuh mengajaknya masih tadi.

"Nggak jadi, deh, aku ajak Bang Jo aja kapan-kapan. Jangan sekarang, nanti kita malah ganggu."

Raffano mengangguk setuju. Setuju sekali.

"Kita hargai keputusan dia, ya, Ra? Tapi tanpa sedih-sedihan." peringat Raffano sembari meraih bahu adiknya untuk dirangkul sayang. "Kalo dia merasa perlu untuk nutupin ini dulu, kita cuma bisa nunggu aja. Nunggu sampe dia siap cerita dan terbuka. Oke, Dedek Princess?" Wajah Raffano yang memang selalu tersenyum berhasil menenangkan Ciara perlahan. Salutnya, Raffano bahkan bisa membaca kesediaannya ini. Dia kira hanya Andi yang bisa membaca pikirannya. Ternyata Raffano juga?

SIBLING'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang