30. Sensitif

3K 194 5
                                    

Gue nggak butuh bantuan lo lagi.
-Ciara

***

"CIARA ~~"

Kashi memasuki ruang tamu dengan sekantong plastik es krim kesukaan sahabatnya di tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang kantong putih bermerek minimarket Ciara yakini adalah makanan pesanannya.

Tentu saja.

Sahabat dan abangnya sedang keluar, Ciara tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk memeras abangnya itu. Hei, kapan lagi Ciara bisa menguras dompet abangnya yang satu itu?

Dalam benak, Ciara sudah akan bangkit dari duduknya dan menyambar makanan yang ada di kedua tangan sahabatnya itu, menandai kepemilikan di sana dan memakannya sendirian di kamar tanpa gangguan siapa pun, termasuk Jonathan. Tapi apa daya jika fantasinya harus terkubur manis di dalam benak saja karena abangnya yang digadang-gadangi berwajah serupa dengannya itu ternyata melangkah lebih cepat untuk merampas es krim dengan wajah polos tanpa dosa.

Oke, tidak terlalu buruk.

"Punya gue mana?"

Tak ingin berlarut dengan sifat pelitnya yang terkadang muncul itu, Ciara ikut melangkah dan menerima kantong hitam dari Kashi. Gadis itu tersenyum, Gava juga. Jonathan jangan tanya, sebab pemuda itu sudah mengambil empat es krim berbeda rasa hanya untuk dirinya. Oke, tak apa.

Kashi mendekati Ciara dan duduk di dekat sang sahabat. "Nita belum datang, ya?" katanya sedikit tak senang.

Well, sebagai seorang kekasih yang protektif, Kashi wajar bersikap seperti itu.

Ciara menggeleng saja tanpa berniat mengeluarkan suara. Menyantap makanannya dengan nikmat sebelum memutuskan menjawab, "Bentar lagi mungkin. Nggak tau juga gue, dia nggak ada ngabarin,"

"Gue juga nggak di-chat, apa dia cancel kali, ya?" Kashi mengecek ponselnya sejenak.

Ciara mengangkat bahunya.

Kashi berkata lagi, "Bagus--"

"Di dapur kak, samperin aja," samar-samar suara Jonathan terdengar hingga ke indra pendengar kedua gadis yang kini sedang membicarakan seorang gadis.

Kashi menatap Ciara yang tengah melihat ke arah pintu dapur.

Raut penasaran yang terpatri apik pada wajahnya yang dapat dilihat dari lekukan sudut-sudut wajah seketika berganti dengan senyuman manis. Mengirimkan respon positif dan membuat Lisa yang memasuki dapur ikut tersenyum dan bergabung dengan mereka.

"Widih, pulang cepet, Bang Rama kesambet apaan, Kak?" Kashi melemparkan candaannya.

Lisa terkekeh.

"Ya elah, Shi, lo kek nggak tau aja. Kalo udah bersangkutan sama Kak Lisa, kerjaan jadi nomer dua. Pokoknya Kak Lisa yang paling utama deh!" sahut Ciara kelewat santai menggoda kakak iparnya itu.

Kashi terbahak melihat lekukan bibir Lisa yang melengkung ke bawah berpura-pura sedih. Kedua mata cantiknya meneliti kedua wajah gadis-gadis di dekatnya dengan geli, sarat akan kebahagiaan yang absolut. Tak berselang lama, wanita itu pun ikut terkekeh renyah mengikuti gurauan kedua adik iparnya.

"Belajar darimana sih kalian?" kata Lisa tak serius.

"Aduh, Kak, ini kediaman Rajendra. Rumah yang di dalamnya ada tujuh anak manusia dengan sifat yang beda-beda, jadi jangan heran," celetuk Kashi sekenanya.

Ciara mengangguk membenarkan. Setuju dengan ucapan Kashi.

"Kakak bakalan ketularan nggak, ya?" Lisa  menyahuti dengan tangan di dagu seolah berpikir keras.

SIBLING'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang