Biarkan seperti ini dulu,
jika suatu kebahagiaan akan diraih setelah pesakitan, maka biarkan seperti ini dulu
-Christie...
Sejam setelah teman-teman Gava datang, Rama dan Lisa berserta baby Sam pun sampai di rumah. Ciara dan Jonathan yang sejak tadi memang menunggu kedatangan mereka tak bisa menahan rasa senangnya lagi. Keduanya berlari heboh keluar kala mendengar suara mobil Rama yang berhenti di depan rumah.
Melihat si bungsu yang berlari riang hingga hampir tersandung membuat kedelapan laki-laki yang tengah mengobrol itu memekik sembari mengucapkan hati-hati. Gibran yang pembawaannya kalem saja sudah akan berdiri dan menolong, tapi untungnya gerakan refleks Jonathan begitu bagus hingga gadis itu tidak jadi terjatuh atau kepala Ciara bisa cidera karena membentur sudut meja.
"Adek lo unik banget, Gav." Han menggelengkan kepalanya pelan, masih sedikit terkejut saat mengetahui ternyata gadis yang sejak tadi mereka ceritakan tidak lebih dewasa dari bocah SMP.
"Ngejar apaan, sih, nyampe lari-lari begitu? Untung dah adek lo yang satunya jago nangkep," Agam ikut bertanya.
"Eh, iya, ya? Siapa 'tuh nama adek lo yang cowok?" Arga bertanya. Gava menyebutkan nama Jonathan dan Arga berdecak kecil. "Nah, iya, Jonathan. Gerakan si Jonathan kayak yang udah biasa gitu, ya. Refleksnya oke."
Dibalas anggukan dari temannya yang lain, tanda menyetujui ucapan Arga si ikal.
Gava mengangkat bahunya sedikit. Bergaya sok cool namun pasang tampang agak lesu.
"Ya gitu, si bontot emang ceroboh banget, jadinya udah biasa ngatasin yang begitu-begituan.""Ck ck, keren, keren," Arga berdecak kagum melihat kejadian di depan matanya.
Ya, ya, terserah apa kata temannya saja. Mereka hanya belum mengenal keluarga Rajendra yang sebenarnya. Jika sudah kenal, pasti berdecak kagum juga pada akhirnya.
Bayangkan, mereka baru melihat gerakan refleks Jonathan saja sudah begitu hebohnya, bagaimana jika melihat sikap siaga satu Andi, Raffano, dan Jonathan saat si bungsu sakit atau datang bulan? Mungkin mereka akan sama-sama menganga sembari menggelengkan kepala tidak percaya, ya? Bisa jadi, kan?
Tak berselang lama setelah keluarnya dua bungsu Rajendra, masuklah pria berumur kisaran 28 tahunan dengan seorang wanita yang menggendong bayi. Disusul Jonathan dan Ciara yang membawa barang bawaan mereka dari Rumah Sakit.
Gava yang melihat kedatangan Abang dan Kakak Iparnya langsung berdiri memberikan sambutan.
"Akhirnya nyampe juga..." Gava berjalan menghampiri abangnya, memberikan tos ala-ala laki-laki dan menepuk punggung sang abang beberapa kali. "Udah resmi jadi bapak-bapak si Abang, nih, sekarang? Wah, masih nggak percaya gue."
Lisa tersenyum mendengar nada ejekan dari adik iparnya itu.
"Si Kakak Ipar juga. Udah jadi Ibu aja, gue kapan gitu ya nyusulin kalian berdua?"
"Makanya perbaiki pola hidupmu." Rama mengeluarkan suara berat rendahnya, nadanya mengalun rendah namun tetap terdengar amat tegas hingga membuat semua teman-teman Gava tercengang melihat aura yang menguar kuat dari nada suaranya. "Jangan habiskan waktu dengan main-main. Usia kamu bahkan hampir matang, sudah saatnya menata masa depan."
"Masih 23, Bang. Tahan-tahan aja lah dulu nikahnya. Jangan buru-buru amat, ya nggak, Dek?" Gava menaikkan alisnya ke arah Ciara, dibalas kekehan cantik dari sang adik. "Duh, masih nggak nyangka, ya, gue udah jadi Om-om aja."
Tawa Jonathan dan Ciara meledak mendengar kata-kata Gava yang entah kenapa terdengar jenaka. Iya juga, ya? Ciara sudah menjadi Aunty-aunty di umur segini. Menakjubkan!

KAMU SEDANG MEMBACA
SIBLING'S
General Fiction[ON GOING] (Intinya random, random, dan random. Terima kasih^-^) ••• Hanya segelintir kisah tentang Ciara dan keenam abangnya. Kisah sehari-hari yang gadis itu lalui dengan keenam lelaki dengan kepribadian berbeda-beda. Lelah itu pasti, tapi Ciara...