61. Setidaknya

1.5K 167 20
                                    

Gue tau
-Ciara

...

Gava mengamati gerak-gerik saudara kembarnya yang sedang malas-malasan di dekatnya, sebenarnya ada beberapa hal yang ingin dia bahas dengan Upinnya, tapi masih ada rasa enggan hingga masalah yang mengganggunya kembali tertelan. Gava tahu jika Gavin mengetahui ini, kembarannya bisa jadi akan mengomel atau bahkan tidak merespon apapun saking kecewanya. Itu sebabnya Gava takut buka mulut.

Namun jika terus dipendam ... ah, Gava mungkin tipikal orang yang tidak terlalu suka berbagi masalah dengan orang lain, tapi berbeda jika dengan Gavin.

Bagi Gava, Gavin adalah sarana satu-satunya tempat berbagi suka-duka. Dengan Gavin, tidak ada satu pengalaman pun yang terlewat, dengan Gavin, tidak ada masalah sekecil apapun yang berlalu begitu saja.

Dia tahu ini cukup sulit, dia juga tahu respon apa yang akan Gavin berikan, tapi merahasiakan hal ini lebih lama lagi hanya akan membuatnya semakin dirundung cemas.

"Pin,"

"Hm,"

Lantas membuka percakapan serius dengan kembarannya nampaknya akan menjadi momen menegangkan hari ini.

Kaki Gavin diletakkan di sandaran sofa sedangkan kepalanya menggantung ke bawah hampir mencapai lantai, membuat rambutnya yang mulai lebat kini menjuntai menyentuh marmer putih ruangan itu. Gavin sibuk dengan ponselnya, sesekali cekikikan atau senyum-senyum gemas. Gava bisa menyimpulkan jika Gavin barangkali sedang bertukar pesan dengan Anna.

Sekali lagi, Gava menegur, "Pin," kali ini dengan nada yang lebih serius guna menyita perhatian kembarannya, sepenuhnya.

Berhasil. Gavin memang sepeka itu. Membenarkan posisi duduknya, bersila di hadapan Gava sembari mematikan ponsel dan  meletakkan di atas meja kaca, Gavin berkata, "Kenapa, Bang?"

Ya, Gavin masih bercanda dengan menyebutnya 'Abang'.

"Gue ada pikiran nih, Pin, penuh. Mumet." adunya pada sang saudara kembar. Gavin tidak langsung menjawab, hanya mengangguk kecil tanda dia akan mendengarkan dengan baik. Disaat seperti inilah Gava merasa bangga bukan main karena diberikan saudara kembar berhati besar seperti Gavin ini. Mungkin, tidak ada yang tahu, tapi Gava selalu saja bersyukur dan berterima kasih karena kehadiran Gavin dalam hidupnya. Sosok hebatnya. Sahabat sedarahnya. Saudara terkerennya. "Tapi gue bingung mau mulai dari mana,"

"Minum dulu, minum." kata Gavin sembari menyerahkan gelas minumannya pada Gava.

Bukannya menerima, Gava tentu menolak sok cool. "Gue nggak minum bekas orang, maap."

Gavin menatap tanpa ekspresi. Tangannya kembali meletakkan gelas ke meja kaca dan duduk bersandar penuh lega saat Gava akhirnya terkekeh aneh sembari menyambar gelasnya dan menenggak habis sisa air dingin miliknya tadi. "Apa apa?" tanya Gavin mulai menuntut cerita.

"Ini agak serius, dan kayak biasanya, cukup kita aja yang tau."

Gavin mengangguk mengerti. Oke, silahkan katakan apa masalahmu, kembaranku. Pria itu menepuk bahu Gava sebagai bentuk Gavin menurut dan Gava jangan risau untuk itu. "Ceritakan."

"Ini tentang Kashi ..."

***

"Enak aja, beli sendiri sana!"

Ciara cemberut, dadanya naik turun menahan emosi. "Itu buku punya abang gue kenapa jadi lo yang songong? Siniin!" bentaknya sebal.

"Udah lah, Dek, Kashi minjem doang."

SIBLING'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang