Kecuali kalo lo udah beli bibir baru yang masih higienis, boleh deh gue cium.
-Kashi...
TIDAK seperti biasanya, yang mana rumah akan diisi teriakan-teriakan Ciara karena dijahili oleh abang-abangnya. Kali ini rumah terlihat cukup aman. Ciara dan Kashi sedang keluar. Katanya ingin berburu kuliner, semoga saja mereka benar-benar menemukan kuliner tanpa gangguan lagi.
Pasalnya, tahun lalu, saat kedua anak gadis itu sedang berburu kuliner, secara tidak sengaja mereka malah bertemu dengan Gava yang sedang disiram air di belakang mall.
Panik, sudah jelas merupakan respon pertama saat melihat abangnya di perlakukan seperti itu 'kan?
Dan kebetulan jiwa labil dan bar-bar kedua gadis itu masih puncak-puncaknya, Ciara dan Kashi datang menghampiri lalu menampar salah seorang yang menyiram abangnya itu. Tanpa tahu apa konflik dan tanpa mau bertanya terlebih dahulu.
Jika mengingat kejadian itu, Ciara akan kesal sendiri. Jika ada yang mengejeknya dengan kejadian itu, Ciara sanggup mogok bicara dengan orang itu selama sebulan. Bayangkan saja! Sebulan!
Andi sedang tidur di pinggiran kolam dengan kotak musik yang mengalun lembut menjadi pengantar tidur.
Jonathan sedang bermain game dengan Gava di ruang tamu. Bungkus makanan dan minuman bersoda terlihat berceceran di sekitar mereka.
Rama sudah jelas tidak akan pernah ada di rumah saat seperti ini, ia pasti di kantor.
Raffano belum juga pulang, katanya masih ada bimbingan. Entah sedang berkencan atau apa pun itu, Gava memang tidak terlalu peduli.
Sementara Gavin sedang sibuk mengitari sekitar rumah akibat kehilangan sesuatu. Benda kecil yang sama sekali enggan untuk diberitahukan pada orang lain. Entah benda apa, tapi sepertinya berharga. Di saat Gava dan Jonathan bertanya bentuk benda itu, Gavin akan menyuruh mereka diam saja.
Ya sudah, jadilah Gavin sibuk sendiri sementara Gava dan Jonathan asik bermain game tanpa berniat membantu.
Dan ketika semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, suara bel terdengar dan disusul ketukan pada pintu sembari meneriaki nama si bungsu.
Pasti teman Ciara.
Gava dan Jonathan tidak mau tahu. Mereka sibuk menekan, menggeser, dan sesekali mengumpat karena kena serangan. Sama sekali tidak berniat membuka pintu. Pun Gavin sama, ia malas. Benda yang sedang ia cari itu adalah yang terpenting.
Suara bel yang tidak juga berhenti membuat tidur Andi terusik. Kesimpulan yang ia dapat adalah pasti Gava, Gavin dan Jonathan tidak mau membukakan pintu. Jadilah ia yang berjalan tertatih dengan mata sayup ke arah pintu utama dan melewati Gava dan Jonathan.
"Kenapa pintunya nggak dibuka, sih?" cecar pemuda itu lalu begitu saja tanpa berniat menunggu jawaban.
"Temennya Ciara itu," Gavin meneriaki dari bawah tangga.
Andi mendengus lalu membuka pintu. Ada seorang gadis sedang menenteng paper bag di tangannya sembari tersenyum tipis.
Andi mengucek matanya karena sedang berusaha sadar dari alam bawah sadarnya. Sementara gadis itu malah diam saja tanpa mau bertanya atau basa-basi atau apalah. Ia hanya menunggu Andi. Jadilah mereka berdua berdiam di ambang pintu. Sungguh aneh.
"Oh elo? Masuk dulu, Nit. Duduk dulu," Jonathan menginterupsi dari belakang tubuh Andi saat melihat Nita yang datang. Nita masuk dengan langkah canggung, "si Ciara lagi keluar sama Kashi. Udah lama kok, bentar lagi juga pulang. Mau ngapain? Nugas, ya?" Jonathan sudah tidak berniat melanjutkan game karena sedari tadi ia kalah dengan Gava.

KAMU SEDANG MEMBACA
SIBLING'S
General Fiction[ON GOING] (Intinya random, random, dan random. Terima kasih^-^) ••• Hanya segelintir kisah tentang Ciara dan keenam abangnya. Kisah sehari-hari yang gadis itu lalui dengan keenam lelaki dengan kepribadian berbeda-beda. Lelah itu pasti, tapi Ciara...