Kok lo bisa ada di rumah Nita juga, Nat?
-Gava•••
Jonathan kira dengan membawa si bungsu pulang ke rumah adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan adiknya dari guncangan yang dia terima. Adiknya bisa beristirahat atau mungkin melakukan hal lain yang bisa mengalihkan isi pikirannya. Namun, tidak. Ternyata Ciara malah meminta diantar ke Rumah Sakit tempat Nita dilarikan oleh warga.
Gava dan Gavin yang kebetulan masih di rumah tidak mengerti apa yang telah terjadi, sama halnya dengan Andi yang baru saja pulang dan mendapati wajah sembab adiknya; juga dibuat penasaran setengah mati hingga diamankan oleh Raffano karena terlalu banyak bertanya hingga nyaris mengamuk. Jonathan tidak ingin memberitahukan masalah Nita ke anggota keluarganya, tentu saja, sebab itu bukan ranah mereka. Namun, mengingat adiknya juga sudah mendobrak batas yang ada, maka pemuda itu tidak punya cara lain untuk mengelak.
Dia hanya menerangkan apa dilihat olehnya setiba di sana. Masalah yang melatarbelakangi dan apa yang terjadi sebelum kedatangannya biar tetap menjadi privasi Nita.
"Benar begitu, Ra?" Gavin yang ikut terkejut mendengar kejadian tak terduga itu lantas mengamati wajah adiknya. Adiknya hanya bergeming, tapi Gavin mendapatkan jawaban dari kondisi adiknya saat ini. Ciara pasti terguncang.
"Ezra, coba jelaskan apa yang terjadi di sana. Kalian lebih dulu sampai, kan?" Andi melepas tangan Raffano yang sejak tadi mencoba menahannya dengan tatapan setajam katana yang dia hunuskan.
"Kita nggak ngeliat apa-apa selain tubuh Nita yang udah terbaring di lantai dapur, Bang. Keadaan telanjang, ada sayatan di pergelangan tangan, sama beberapa memar di wajahnya juga."
"Te--apa? Telanjang?" Kali ini Raffano yang mewakilkan keterkejutan saudara-saudaranya. Jonathan bahkan tidak tahu soal itu. "Telanjang nggak pake baju maksud lo?"
Ezra mengangguk kikuk. Mendadak malu membicarakan ini di depan para laki-laki dewasa. Pertanyaan Raffano agaknya aneh.
Memangnya telanjang punya variasi?"Dia pake daleman." Ciara menyahut lesu, menyita seluruh perhatian, kecuali Andi yang memang sejak tadi melirik sang adik sesekali. "G-gue yang pakein dia baju, dan pas itu gue liat lehernya ada memar juga. G-gue nggak paham apa yang--"
"Cukup." Andi mengambil langkah lebar untuk sebuah dekapan hangat. Dia mengerti, Ciara juga pasti mengerti apa yang telah Nita lakukan, tapi melihat situasi semacam itu tentu saja mengganggu mental adiknya. Ciara tidak baik-baik saja setelah melihat temannya terkapar begitu. Andi mengerti.
Lantas tanpa mempedulikan saudara-saudaranya yang lain, Ciara dibawa ke kamar tanpa penolakan. Entah Ciara yang kelewat lelah memberontak atau sosok Andi yang begitu berpengaruh, entahlah, Jonathan hanya bersyukur karena setidaknya adiknya tidak akan melihat Nita lagi untuk hari ini.
Keheningan menyergap selaras dengan perginya dua bersaudara itu, meninggalkan si Kembar, Ezra, serta Jonathan dalam ruang tanpa suara. Keempatnya nampak sama-sama memikirkan sesuatu sembari saling melempar tatapan yang tidak bisa dijelaskan ke sembarang arah.
Mengingat kejadian tadi, sisi tak tersentuh dalam diri Ezra keluar. Dia memang laki-laki, tulen dan normal, tapi untuk diperhadapkan dengan hal seperti tadi nyatanya cukup mendistraksi mentalnya. Dia tidak pernah melihat seseorang dalam keadaan seperti itu sebelumnya. Gadis terkapar dengan memar dan luka sayatan di rumahnya sendiri. Kira-kira hal buruk apa yang telah gadis itu lalui. Apapun itu, Ezra mengerti jika Nita pasti telah melewati hari-hari yang begitu berat.
"Padahal dia keliatan seceria itu setiap kali main ke sini," ucap Gava tiba-tiba yang membuat Ezra spontan mendongak demi mengantarkan ekspresi yang tepat padanya. Kalimat Gava seolah membawa isi pikirannya. "Beberapa kali ketemu di luar juga dia keliatan se-fine itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
SIBLING'S
General Fiction[ON GOING] (Intinya random, random, dan random. Terima kasih^-^) ••• Hanya segelintir kisah tentang Ciara dan keenam abangnya. Kisah sehari-hari yang gadis itu lalui dengan keenam lelaki dengan kepribadian berbeda-beda. Lelah itu pasti, tapi Ciara...