01. Adela Cuma Menghemat Air Aja

3.9K 298 13
                                    

"Hahaha, tembus 5 juta view. Gue emang jenius."

Kata siapa gue pengangguran? Meskipun gue ini anak tunggal kaya raya, tapi gue masih punya rasa tidak enak hati kalau terus-terusan jadi beban orang tua. Maksud gue, iya, gue emang pengurung diri, gue nggak pernah kelihatan kerja atau bahkan kelihatan keluar rumah kecuali ada urusan penting. Namun, hey, dengarkan para tetangga dan circle arisan Bu Rinjani, seorang Adela adalah wetubers sukses. Setidaknya gue bisa beli baju dan langganan premium aplikasi nonton pake uang gue sendiri. Meski gue sebenarnya nggak peduli juga dengan titel pengangguran, tapi berhubung gue bingung mau pembukaan kaya apa, jadi, terima aja, oke?

Adela Novianka Agandi, 22 tahun kurang dikit dan udah lulus kuliah dua tahun lalu. Nggak masuk akal? Jangan ragukan seorang pengurung diri! Ada perjuangan bermandikan keringat, darah, dan air mata dari itu semua. Namun, sekarang bukan waktunya mengenang masa lalu, ada jelmaan kambing sholehah yang berdiri di ambang pintu kamar gue soalnya.

"Kamu masih pakai baju yang sama sejak dua hari lalu, Del?"

Jelmaan kambing sholehah itu geleng-geleng kepala sambil jalan mendekat ke arah gue yang duduk bersila di kasur.

"Kamu nggak gerah apa? Kamu pasti nggak mandi lagi, kan? Astaghfirullah."

Gue menggeleng, jujur dari lubuk hati yang paling dalam. "Nggak tuh, Mbak, AC di kamarku menyegarkan," balas gue.

Orang yang gue sebut Mbak itu adalah orang yang gue temui sekitar 5 tahun lalu── apa 6 tahun, ya? Pokoknya gue ketemu dia pas masih sama-sama maba. Orangnya tinggi, cantik, dan hawa-hawanya adem. Kemana-mana berbalut gamis elegan dan kerudung panjang menutup dada. Namun, jangan naksir, dia udah bersuami soalnya. Umurnya tiga tahun lebih tua dari gue dan namanya Nurul. Panggilan favorit gue adalah Mbak Nurul! Dia satu-satunya orang yang mau menyebut diri sebagai teman gue.

Saat Mbak Nurul udah dekat sama gue, dia tanpa peringatan merebut tablet yang gue pegang, menaruhnya di atas kasur sebelum kedua tangannya itu mendarat pada dua tangan gue. Diiringi kekuatan kambingnya, Mbak Nurul sukses narik gue dari kasur sampai berdiri di hadapannya. Tak sampai di sana, Mbak Nurul narik tangan gue dan dorong gue ke balik pintu di selatan kamar.

"Mandi, Del, kamu harus datang ke syukuran dua tahun pernikahan aku," ucap Mbak Nurul hendak nutup pintu kamar mandi, tapi dengan kecepatan tinggi gue tahan pintu itu. Hey, hey, hey, apa tadi?

"Mandi? Big no! Aku bisa datang ke syukuran Mbak tanpa mandi," protes gue. Bukannya apa-apa, tapi masa iya gue harus mandi saat dua hari lalu gue udah mandi?

Mbak Nurul menghela napas. Mbak? Lelah, ya? Makannya jangan dorong-dorong aku.

"Kamu ajaib, Del. Pokoknya Mbak nggak mau tahu, kamu harus mandi sekarang. Bunda kamu juga minta aku paksa kamu mandi." Keukeuh Mbak Nurul nggak pengertian.

Tanpa sadar tubuh gue merosot ke bawah, berubah jadi jeli, dan sekalian kening ini gue tempelin ke pintu. "Mbak nggak ingat kata leluhur Mbak? Kita itu harus menghemat air. Adela cuma mau menghemat air aja, kok."

"Awhs." Gue spontan menyentuh telinga gue yang tiba-tiba mendapatkan sentilan berenergi kambing dari Mbak Nurul.

"Mbak nggak pernah ketemu leluhur!" kecamnya melotot garang. "Mandi yang bersih, pakai baju yang cocok, dan jangan lupa shampooan. Mbak tunggu di bawah."

•••

Aaaaaaaaaaaaaaaaa, asli, asli, asli, apa-apaan lautan manusia tadi? Mbak Nurul syukuran tapi yang datang kayak sekecamatan. Sebagai pengurung diri gue shock berat sama kejadian pas di rumah Mbak Nurul tadi. Iya tadi, gimanapun sekarang gue udah balik ke rumah gue sendi── lebih tepatnya rumah bokap gue.

Ada kejadian gelap saat di rumah Mbak Nurul tadi, beberapa orang yang gue kenal hadir juga di sana. Teman-teman Mbak Nurul semasa kuliah yang juga cukup mengenal gue.

"Adela, kemana aja?"

"Del, lo masih belum punya pacar?"

"Kamu masih sama, ya, Adela."

"Dela mau datang juga ternyata."

"Katanya kamu nggak kerja, Del? Kantor suami Mbak lagi buka rekrutmen, siapa tahu aja kamu bisa masuk."

"Lo masih jadi si anti romantic, Del? Kapan punya pasangan kalau terus kayak gitu?"

"Iya sih, masih muda, tapi jaman sekarang harus pilih-pilih dulu."

"Anti romantic, ya? Julukan itu populer banget dulu."

"Iya lagi. Adela terkenal nolak puluhan cowok cuma karena prinsipnya itu. Dulu lo aneh, Del. Eh, apa sampai sekarang, ya?"

Andai gue bisa teriak di depan mereka, HEY, ANAK MUDA! SESUNGGUHNYA KATA MBAK NURUL PACARAN ITU DILARANG DALAM ISLAM. Silahkan buka geegol dan cari Q.S al-Isra ayat 32. Baca pakai mata melotot biar tahu. Bunda aja nggak protes gue anti romantic dan kelihatan pengangguran.

Sebenarnya gue nggak terlalu alim apalagi sampai sekelas Mbak Nurul. Gue nggak berani bilang kalau alasan gue nggak mau punya kisah romantis ala-ala anak muda adalah al-Isra ayat 32. Ada alasan lain untuk itu yang sebenarnya gue juga nggak tahu apa. Kaya... malas aja sama kisah romansa yang gue amati sangat banyak buat orang banjir air mata. Bukan air mata bahagia, tapi sebaliknya.

Meski begitu bukan berarti gue nggak akan nikah. Bu Rinjani bisa nangis darah kalau dengar nggak bisa punya mantu dan cucu. Gimanapun gue anak tunggal. Namun, waktunya entah kapan, gue nggak pernah niat cari calon karena... HEY, GUE INI MASIH 22 TAHUN! Muda banget! Kalaupun gue betulan nikah, gue lebih suka nikah tiba-tiba kayak Mbak Nurul yang dijodohin gitu aja. Hal semacam itu gue rasa lebih indah dibanding digrepe-grepe dulu baru dihalalin. He.he.he, Tuhan, aku minta, ya, kejutan nikah dadakannya. Tapi jangan sekarang, hambamu yang agak badut ini belom siap.

•••

29.03.2023

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang