48. Panggung Sandiwara

543 75 5
                                    

Gue males bangun. Males. Males males. Ugh, untung aja malesnya minggu ini, gue jadi bisa menjawab rasa malas itu dengan baik. Hohoho, iya, dengan terus rebahan sambil mikirin teori drama yang lagi gue tonton.

Hm, kenapa, ya? Gue yakin nggak sesederhana itu. Mana masih episode 3 lagi, nggak mungkin orang jahatnya udah ketangkap. Terus lukisan yang ada di prolog waktu episode satu apa maksudnya? Gue 100% yakin itu bukan sekedar lukisan buat penambah durasi doang.

Hah, hm, hm, hm, him, hum, hem, Ahem?! Argh, malah keinget suaminya Mbak Gopi. Oh, iya, Bu Kokila. Apa Kikila, ya? Dia itu jahat nggak, sih? Gue lupa karena nonton Mbak Gopi udah lama banget. Gopi sampe musim berapa, sih? Gue cuma nonton season satu doang, itupun nggak semua. Waktu itu gue, kan, sibuk belajar, jadi cuma nonton selewat doang kalau lagi ada urusan di ruang makan atau ruang keluarga.

Ceklek

Pintu kamar dibuka. Gue yang terlentang berbantalkan tangan menolehkan kepala ke pintu. Tahu, sih, itu Gama, tapi tetep aja mata gue lirik dia yang cuma berdiri di ambang pintu sambil pegangin kenop. "Sarapan dulu, Del," ucap Gama yang gue balas dengan lambaian tangan.

"Nanti aja. Gue males," balas gue.

Kalau Gama masuk kayak gini, artinya dia nggak akan biarin gue, kan?

"Semalam juga lo katanya nggak makan malam. Mau jajan pun nggak jadi karena Azriel. Kenapa, hm?"

Ini dia! Akhiran hm yang katanya bisa bikin mleyot. Namun, ternyata biasa aja, tuh. Gama kurang berkharisma, sih.

Meski ogah-ogahan, gue bangkit dari tiduran hingga posisi gue sekarang duduk selonjoran di pinggir kasur dengan Gama yang duduk di depan gue. Agak pinggir, sih, nggak beneran berhadapan.

"Boleh nggak, sih, gue makan tanpa cuci muka?" Oke, gue lapar, tapi gue males kalau harus ke kamar mandi. Gue nggak mau menyentuh benda cair yang bisa bikin identitas Teteh Mermaid terbongkar. Lagian, ya, kalau gue nonton drama, mereka suka tuh langsung makan tanpa cuci muka. Itu harusnya normal, kan? Eh, APA JANGAN-JANGAN BENERAN NORMAL?! Apa selama ini cuma Bu Rinjani yang nyuruh gue cuci muka di pagi hari? Namun, biasanya gue cuci muka sekalian wudhu. Cuma, ya, minggu ini gue lagi absen sholat. Hm, affakah ada solusi terbaik?

"Nggak apa-apa. Ayo." Yes! Padahal gue bisa turun sendiri, tapi Gama yang udah duluan berdiri nyodorin tangannya seolah minta telapak gue bertumpu di sana. Nyeh, sebagai pribadi muslim yang baik, gue pun menyambut niat tak berguna Gama. Pake sandal pink berbulu, gue dan Gama berakhir keluar dari kamar.

Hm, Kak Gea nggak ada lagi, ya? Dia nggak kangen apa sama rumah? Sama Gama misalnya. Atau Galaksi ponakan dia satu-satunya. Sekali lagi── ADA APA DENGAN SELERA PAKAIAN MBAK SISKA?! Tiap hari pakaian yang dia pake sangat-sangat mencolok. Pria Agam, di mana Anda ketemu cewek modelan Mbak Siska? ಥ‿ಥ.

"Pagi-pagi bukannya ngurusin suami, malah sibuk males-malesan."

Sudah kuduga mulut Mbak Siska nggak mungkin damai. Hm, mari anggap itu lambe soang aja.

"Pagi, Mah, Pah, Kak Agam, Mbak Siska, dan halo Galaksi." Gue tersenyum lebar ke Galaksi. Meski Mbak Siska meresahkan, tapi Galaksi itu tipe bocil menyenangkan. Mana ganteng banget lagi, lucu. Ponakan gue emang bibit unggul semua. Mana Galaksi cukup akrab lagi sama gue. Asalnya, sih, dia biasa aja, tapi setelah gue jahilin dia beberapa kali, kami jadi akrab.

"Hai, Teu Dela." Galaksi senyum lebar sampai gigi-gigi kecilnya kelihatan. Apalagi dia yang pegang garpu yang nusuk sosis dia angkat ke atas. Boleh nggak, sih, Galaksi gue cubit? Lucu banget (༎ຶ ෴ ༎ຶ).

"Gea kapan pulang, Sayang?" Mama Tia tanya gitu sambil lihat Gama.

"Nggak tahu, Mah. Nggak read pesan aku dia," balas Gama yang taruh secuil nasi di piring gue. Kalau di film hidayah, harusnya gue, kan, ya, yang ambilin Gama nasi? Bodo amat, deh, paling yang keberatan cuma Mbak Siska dan Yang Mulia Arya doang.

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang