18. Kembali?

1.1K 146 3
                                    

Agh, yosh, drama itu gue udah sampai episode mana, ya? Oke, tunggu, mari meregangkan tubuh yang rasanya kaku ini. Pagi ini gue ternyata masih hidup, Alhamdulillah tidur gue nggak keterusan sampai ke rahmatullah. Tapi, err, rasa kasurnya agak beda, nih. Tunggu?! Kamar ini... tunggu, tunggu, tunggu, gue nggak ngayal, kan?

Baju?! Ini... ini baju gue saat gue tidur setelah dari acara syukuran Mbak Nurul. Kamar ini adalah kamar gue! Kamar Adela A!

Plakk

"Aawwsshh."

Gue nggak mimpi!

Biarkan gue berpikir, subuh ini gue bangun di kamar gue sendiri, pakai baju terakhir yang gue pakai sebelum merasuk ke tubuh Adela B. Tanggal?! Begitu melihat jam digital, tanggal yang udah berlalu yang tertera di sana. Nggak, bukan, syukuran Mbak Nurul itu tanggal 11 dan sekarang tanggal 12. Itu artinya gue baru aja bangun dari tidur waktu itu?! Kehidupan Adela B mimpi? Gama, Gea, pria Agam, dan lain-lainnya cuma mimpi?! Ayah! Berarti ayah masih hidup! OMG, kebodohan macam apa ini?! Pak Agandi jelas masih hidup!

Gue menghela napas lega, gue bersyukur karena kehidupan Adela B hanya sebatas mimpi buruk. Mbak Nurul nggak tersesat, ayah nggak meninggal, gue nggak hamil, WeTube gue masih ada, dan gue tetap seorang anak tunggal kaya raya (༎ຶ ෴ ༎ຶ) terharu banget astaghfirullah

Oke, sekarang waktunya turun dari kasur!

Gue nggak percaya gue mandi pagi-pagi. Jam 7 pagi entah roh dari mana tapi gue tiba-tiba pengen mandi. Horor banget nggak, sih? Apalagi kemarin gue udah mandi karena Mbak Nurul. Hm, oke, Adela, lupakan perihal itu.

Berhubung sekarang udah jam segini, gue pun keluar dari kamar, menuruni anak tangga guna menuju ruang makan. Sarapan itu penting, loh, guys, jadi, jangan sampai kelewatan, ya!

Niat awal gue pengen ke ruang makan, tapi ruang keluarga memunculkan suara grasak-grusuk yang buat gue tertarik. Maksudnya, biasanya Bu Rinjani dan Pak Agandi udah nongkrong di ruang makan, kalau ruang keluarga grasak-grusuk di jam segini, artinya ada sesuatu, nih. He.he.he.

Begitu sampai di ruang keluarga, gue lihat Bu Rinjani dan Pak Agandi duduk di sofa bersisian. Dempet-dempetan lagi. Apa, nih? Lagi pacaran? Anak udah segede ini masih sering pacaran? Wow, orang tua gue emang harmonis.

Namun, tunggu, ini Bu Rinjani kok kayak nangis, ya? Mana dia megang figura segede gaban lagi. Pak Agandi juga rangkul bunda, posisinya kayak lagi nenangin gitu loh. Haloo, ada berita apa ini? Masa gue nggak tahu ada kejadian memilukan di keluarga ini.

Harusnya mereka sadar gue datang, tapi sampai gue berdiri di depan bunda dan ayah, mereka sama sekali nggak lirik gue. Apa iya saking tenggelamnya dalam kesedihan sampai nggak sadar anak sendiri datang? Gue bukan Kuroko padahal :(

"Ikhlasin, Bun, udah sebulan sejak Adela pergi."

Adela? Gue? Gue ada di depan kalian, loh. Penasaran, gue pun mencondongkan tubuh, ngintip foto siapa yang bunda lihatin dan gue nggak percaya sampai pastiin tiga kali kalau foto itu adalah gue. Gue yang lagi pakai toga, gue saat wisuda waktu itu. Ah, salah gue, sih, yang nggak doyan difoto, jadinya foto yang bunda lihatin malah foto yang begitu. Namun, kenapa bunda lihatin foto gue sambil nangis? Padahal kalau kangen tinggal ketok pintu kamar aja.

"Bun, Bunda." Nggak ingin terus diabaikan, gue panggil bunda.

"Bundaaaa, Adela di sini lohh," ucap gue karena panggilan gue barusan sepenuhnya diabaikan. Eeeh, ini Bu Rinjani sama Pak Agandi perasaan indra pendengarnya baik-baik aja.

"Adela."

Nah, iya, aku di sini. Bunda panggil gue, sih, tapi dia sama sekali nggak noleh. Malah elus-elus foto yang dia pegang itu. Apa, sih? Kok rasanya aneh, ya?

"Kenapa kamu ninggalin Bunda secepat ini, Sayang?"

"Aku di sini loh, Bun." Gue melambai-lambai di hadapan bunda dan ayah.

"Sayang, Bunda rindu sama kamu."

Ehh? Gue nggak bisa nyentuh bunda!! Gue coba pegang bahunya tapi tangan gue malah nembus bunda. Apa ini? Gue kenapa?

"Adela, harusnya Bunda dan Ayah yang duluan meninggal."

Me-meninggal? Gue? Tunggu, nggak, nggak, nggak, gue di sini! Aku di sini, Bunda, Adela di sini. Nggak, semua ini pasti bohong. Apa-apaan ini? Tangan gue, kenapa tangan gue nggak bisa pegang bunda ataupun ayah? Tunggu, nggak, nggak, nggak, gue nggak meninggal! Gue nggak mungkin meninggal. Ini... ini pasti salah. Bunda, aku di sini, a-aku, ah, nggak.

Kenapa kalian aneh? Aku di sini, aku ada, aku di depan kalian. Bunda, berhenti nangis, tolong, Bun, Ayah, bunda kenapa bilang gitu? Se-semuanya... ini....

"Bunda."

"Bunda."

Nggak mungkin! Kenapa tangan gue tetap nggak bisa raih bunda?! A-apa yang... Aah, Bunda, tolongin Adela.

"Bunda!"

Semuanya? ini? Nggak bisa, nggak boleh, nggak mau, a-aku.

"Adela!"

Nggak, nggak, nggak, nggak, nggak, nggak, nggak, enggak! Enggak mungkin!

•••

07.04.2023

Tap bintang kalau niat.

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang