67. Baikan?

465 84 4
                                    

Nggak kerasa malam udah kembali menjemput. Gue baru aja selesai makan malam ditemenin Mbak Nurul. Elfan udah diaterin ke pasar siang tadi hingga gue beneran cuma berdua sama Mbak Nurul. Dia lagi nonton acara olahraga dan gue ikutan. Itu golf. Gue nggak ngerti, sih, tapi gue tetap aja nonton. Ayah suka golf, gue pernah waktu kelas 2 SD ngikut ayah ke lapangan golf. Yah, kerja gue cuma bengong sambil ngemut permen doang, sih.

"Mbak." Gue manggil Mbak Nurul dan untungnya nggak dicuekin.

"Mbak nggak keberatan aku mintain tolong temenin aku?" Gue merasa nggak enak. Takut banget ganggu Mbak Nurul.

"Gue dapat makan gratis tiga kali sehari dan tempat tidur nyaman. Nggak rugi," jawab Mbak Nurul ringan. Tatapannya masih fokus sama televisi. Dia ngerti, ya?

"Makasih kalau gitu," ucap gue.

Tak lama, telepon Mbak Nurul berdering dan gue bisa lihat dia rogoh saku jaket kulit hitam menyeramkannya. Lihat layar hp dan dering telepon berhenti. Oh, Wow, kayaknya dia baru aja reject panggilan yang masuk. Belum juga hp Mbak Nurul mendarat di meja, bunyi telepon udah kembali lagi dan lagi-lagi Mbak Nurul tolak. Terus gitu sampai ada lima kali telepon terus masuk. Wahh, aura-aura Mbak Nurul jadi aneh.

Di telepon ke enam, Mbak Nurul angkat. Gue tahu karena dia tempelin itu benda canggih ke kuping.

"Jangan paksa saya pulang, saya bukan putri Anda lagi."

Gue... nguping. Nggak sengaja. Kedengaran itu. Omegatt, Mbak Nurul langsung matiin telepon setelah bilang kalimat mencurigakan tadi.

"Sorry, Del, bokap gue." Gue kira Mbak Nurul nggak akan kasih tahu. Ternyata oh ternyata (༎ຶ ෴ ༎ຶ) gue udah dia anggap teman, ya?

"Pak Fatah?" Pertanyaan bodoh. Ayahnya Mbak Nurul emang beliau T_T.

"Gue nggak kaget lagi lo tahu siapa bokap gue," kata Mbak Nurul dan diri ini hanya bisa cengengesan.

Gue bisa dengar hembusan napas berat Mbak Nurul dari mulutnya. Dia udah nggak lihat golf lagi, malah menengadah, menumpukan kepala belakangnya pada bagian atas punggung sofa. "Si bajingan itu selingkuh sama jalang dan bikin Umma pulang ke Solo."

Napas gue tercekat, kaget gara-gara cerita Mbak Nurul. Pak Fatah selingkuh? Umma pulang? Artinya cewek misterius di rumah Mbak Nurul waktu itu ibu tirinya? Eh, Pak Fatah nikah nggak, sih? Apa cuma tinggal serumah tanpa ikatan?

"Kayaknya bagian itu lo nggak tahu, ya?" Yah, gue rasa Mbak Nurul nangkap ekspresi terkejut gue.

"Gue pergi dari rumah enam bulan setelah Umma pergi. Umma juga nggak bawa gue karena dia bilang hidup gue lebih terjamin kalau tinggal sama si bajingan." Astaga, gue nggak pernah membayangkan akan dengar kata-kata kasar dari seorang Mbak Nurul.

Hari ini... gue menghabiskan malam dengan dengerin cerita Mbak Nurul B yang... menyakitkan.

•••

Ini malam kelima setelah gue minta Gama pergi malam itu. Sejak pertemuan kami setelah sarapan waktu itu gue belum ketemu sama Gama lagi. Yah, dia nggak temuin gue. Dia pasti bingung harus kasih gue jawaban macam apa.

Omong-omong, gue sendirian sekarang. Mbak Nurul sore tadi pergi karena ada urusan penting di pasar. Entahlah apa, gue nggak sempat tanya karena Mbak Nurul yang kelihatan buru-buru.

Ada kabar baik! Gue udah bisa jalan. Yosh, perpisahan gue sama rumah sakit kayaknya datang sebentar lagi. Hmmmmmm, Bunda nengok gue hari ini, kemarin juga, sih. Nanyain Gama dan dengan skill nipu, gue berhasil buat bunda nggak tahu soal masalah gue dan Gama plus Gundopo.

Ngapain, ya? Gue nggak punya hp sekarang, kegiatan asik gue jadi berkurang banyak. Dari beberapa hari lalu gue cuma main sama buku doang ini. Sesekali nonton Yetflix di TV juga. Gue rajin, loh, udah ada 6 buku yang gue tamatin sejak bisa pegang buku dan baca. Hohoho, untung aja bisa minta Mbak pramusaji kasih gue buku koleksi rumah sakit.

A, a, a, i, u, e, o! Affakah saiya harus menonton pintu berkah? Namun, apa pintu berkah tayang di malam hari? Gue nggak pernah cek, jadi nggak tahu.

Ssseeerrrttttt. -_- Sebenarnya bunyinya nggak gitu. Itu cuma akal-akalan gue aja pas dengar pintu dibuka. Hm, oh, hai, Gama. Akhirnya muncul juga. Bukannya gue nungguin, ya, cuma, kan, gitu. Iya, gitu pokoknya.

Ada yang aneh dari Gama, dia mirip sama Gama versi zombie yang gue lihat waktu pertama bangun beberapa hari lalu. Gue yakin kalau dia keluyuran dia pasti dikira gembel. Kenapa Gama suka banget, sih, cosplay jadi zombie? Apa iya ada event zombie tertentu akhir-akhir ini?

"Del," sapa dia menarik kursi dan duduk di sisi ranjang. Gimana, ya, jelasinnya? Itu mata Gama kaya Mbah-mbah yang nungguin anaknya pulang kampung setelah izin merantau ke kota 10 tahun lalu.

Gama nunduk. Iya, nunduk dengan kedua tangan yang bertumpu pada lututnya. Entahlah ngapain.

Gue udah nunggu satu menit, tapi Gama nggak ngomong apapun. Dia bahkan belum menegakan kepalanya sendiri. Kenapa, sih? Apa dia lupa leher itu bisa lurus?

Oh, binggo! Gama akhirnya mengangkat kepala. Mata Mbah-mbahnya bertabrakan sama sepasang mata gue. Errr── Gama... putus asa. Setidaknya itulah yang gue tangkap dari sorotnya.

"Cara untuk minta maaf sama Adela lama, aku..." Ada jeda sebelum Gama benar-benar mengutarakan apa yang dia mau. Di antara jeda itu, jantung gue udah siap meluncur mendekati kantung kemih.

"Nggak tahu." Jujur, gue berhenti bernapas. Namun, yah, sekarang udah napas lagi. Mati gara-gara dengerin Gama sama sekali nggak keren.

"Sekeras apapun aku mikir, aku nggak bisa minta maaf sama Adela lama. Aku nggak bisa menebus kesalahan yang aku perbuat sama orang yang udah nggak ada. Nggak ada caranya, Del. Aku nggak tahu." Suara dia benar-benar kedengaran kayak orang yang capek. Apa gue... terlalu kejam?

"Tapi, karena alasan dari rasa sakit Adela lama adalah sikap bodoh aku, sikap bajingan aku, aku rasa aku cuma bisa lakuin satu hal. Memperbaiki diri aku sendiri. Bukan buat menebus kesalahan, bukan juga buat bahagiain kamu, tapi untuk memenuhi kewajiban aku sebagai suami," papar Gama.

"Aku salah. Aku nggak menyangkal itu. Aku juga nggak akan lagi sembunyi dibalik kata rasa bersalah sampai nggak bisa memperlakukan Adela lama dengan baik. Aku juga salah udah nggak dengerin kamu padahal kamu jelas-jelas menyangkal kalau orang di video itu bukan Adela lama. Aku harusnya lebih baik, aku harusnya bisa bedain mana istri aku dan mana orang lain."

Gue... bingung. Entahlah, ini... gimana ini? Sekarang perasaan gue jadi aneh. Gue bingung sama perasaan aneh ini. Gue nggak tahu.

"Del, mau kasih tahu aku caranya minta maaf sama Adela lama?" Ada harapan yang tergambar di wajahnya dia. Gue... cara minta maaf...

"Kak," panggil gue. "Gue lagi banyak pikiran── peluk gue."

Aliansi orang gila. Gue mengingat saat-saat di meja makan waktu itu. Gama kelihatan bingung, dia natap gue aneh. "Del?"

"Peluk gue, Kak!" Gue nggak sadar barusan menaikan nada bicara sampe Gama buru-buru bangkit dan peluk gue. Erat. Sangat erat. Lebih erat dari pelukan manapun yang gue dapetin. Pelukan Gama mengandung narasi. Dia seolah bilang kalau dia takut gue melepaskan diri dari dia. Bahunya bergetar dan gue tiba-tiba tahu kalau Gama Arian yang memeluk gue sekarang lagi nangis di balik tubuh gue.

"Del... Del... Adela." Nama gue dia sebut dengan lirih dan bergetar. "Adela, Adela... A-adela." Lagi, dia seolah takut nggak punya kesempatan untuk nyebut nama gue lagi.

Oh, sial. Gama, maafin gue. Perasaan aneh ini buat kepala gue kosong, gue nggak bisa apa-apa selain meremas bagian depan jaketnya Gama.

•••

02.07.2023

Aku bukan ikan🐠🐟

Ayo follow Instagramku agar aku senang-!

Ig : Esqueen_12

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang