31. Yang Gue Inginkan

953 127 3
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Gue nggak nyangka semalam masih bisa tidur meski ada Gama di kasur yang sama. Namun tenang, sekarang gue udah bangun, udah pindah tempat juga jadi di sofa.

Gue duduk. Iya, duduk santai sambil dengerin piano lewat earphone. Hm, padahal subuh-subuh gini cocoknya dengerin sholawat, tapi, apa boleh buat? Ini ego agaknya menang dari iman (人 •͈ᴗ•͈).

Ditemani alunan piano yang entah saha yang main, pikiran gue melayang. Mengenang percakapan semalam dengan Gama yang potek akibat diputusin Kak Ruby. Gama bilang dia nggak mau ceraiin gue dan gue sekarang lagi mikir apa yang harus gue lakuin.

Gue benci Gama. Itu fakta yang nggak terbantahkan. Namun, kayaknya kebencian gue lemah. Maksudnya, gue masih damai-damai aja seruangan sama Gama kayak gini. Di drama-drama, kan, kalau benci tahu dia terus hidup di dunia aja udah kesel.

Jadi, gue memulai satu pertanyaan. Apa yang gue inginkan? Ya, sebenarnya apa yang gue inginkan?

Setelah dipikir mendalam, keinginan gue tetap sama dari bertahun-tahun lalu. Dari saat gue masih di bumi A. Hidup tenang tanpa terlibat masalah dan dunia luar.

Ya, hanya itu. Ternyata oh ternyata setelah ditelaah gue nggak masalah dengan status istri orang ataupun lajang, tapi yang jadi masalah, suami gue adalah Gama, adik ipar gue Kak Gea, kakak ipar gue Mbak Siska, mertua gue Pak Arya, dan masa lalu gue Azriel. Sekumpulan pembuat masalah yang rasa-rasanya akan jauhin gue dari kehidupan tenang dan damai.

Maka dari itu, solusi paling cepat adalah cerai hingga jauh dari geng Gundopo. Sisa Azriel yang katanya 'direstui semesta' yang kemungkinan kami bisa bertemu secara kebetulan.

Namun namun namun, dengar Gama yang ngotot gue nggak yakin perceraian akan lancar. Setelah search di internet soal cara cerai, gue menghela napas super berat. Ayolah, kenapa cerai bisa semerepotkan itu? Lalu yang membuat gue kepikiran juga adalah bunda B. Maksud gue, dia pasti sedih, kan, kalau gue cerai? Tapi kalau nggak cerai gue yang sedih (mungkin). Gaaaaahhhhh, apa yang harus gue lakuin?! (╥﹏╥).

Tunggu, bukannya ada yang itu, ya, di novel oranye world?! Itu loh yang anu, emm, hahahahaha jeniusnya diri ini. Oke, sekarang gue punya jawaban kalau Gama nanya soal semalam ( ꈍᴗꈍ).

Gue nggak kaget saat sebelah earphone gue dilepas dari telinga. Tebak coba alasannya? Ting, tetot! Salah. Jawabannya karena sesaat sebelumnya gue udah tahu kalau seseorang mendaratkan bokongnya di sofa. Berhubung gue nggak dengar suara pintu dibuka, jadi gue tahu yang ada di samping gue ini adalah Gama tanpa membuka mata. Namun, ergh, ngapain, sih, dia lepas-lepas earphone gue? Kan satu telinga gue jadi merasa kesepian.

"Gue tahu lo bangun, Del," ucap Gama yang punten-punten aja, nih, ya, gue nggak berniat pura-pura tidur woy. Kalau dengar piano emang bawaannya pengen merem.

"Gue punya jawaban buat permintaan lo semalam." Alih-alih menanggapi ucapan sok tahu Gama, gue memilih hajar dia dengan topik serius.

Tarik kepala dari sandaran sofa, gue lepasin sebelah earphone yang tersisa sebelum bersila di hadapan Gama. "Ada syarat yang harus lo penuhin sebelum gue bersedia terus jadi istri lo, Gam," ucap gue.

Gama agaknya memberikan atensi penuh. Meski kakinya menjuntai ke bawah, tapi setengah tubuhnya menghadap gue. "Syarat? Apa?" tanya dia.

"Simple aja. Kalau dalam 9 hari ini lo nggak berubah jadi antagonis, nggak maki gue, nggak lakuin hal yang bikin gue kesel, gue nggak akan minta cerai. Tapi kalau sekali aja lo jadi Gama suami brengsek, saat itu juga kita nggak punya kesempatan buat terus bareng. Satu lagi, kalau yang kedua terjadi, yang ngurus semua soal perceraian harus lo."

Kenapa 9 hari? Oho, karena gue lahir tanggal 9 dan Allah itu katanya suka yang ganjil. Yah, meski Dia nggak suka perceraian, sih ಥ‿ಥ.

Gue nggak yakin Kak Gea akan damai-damai aja selama 9 hari. Itulah kenapa gue kasih syarat ini. Maksud gue, kalau Gama serius, dia harusnya bisa tahan kalau Kak Gea kembali playing victim saat kami terlibat konflik. Toh, dia juga yang bilang kalau di tiap konflik yang Kak Gea ciptain, gue dan Kak Gea sama-sama terluka. Kalau dia biarin gue terluka, apa artinya segala macam kalimat dia malam tadi? Nilainya nol. Jadi, 9 hari ini adalah masa di mana gue tes si Gama.

Kalau misal pas Kak Gea berulah dan Gama pojokin gue, saat itu juga gue dan dia akan cerai dengan Gama yang ngurus semuanya. Oho, gue males ngurus-ngurus yang cem gitu soalnya. Nice👍. Rencana bagus diriku ლ(´ ❥ 'ლ). Itulah kenapa baca buku disebut berguna. Fiksi sekalipun.

"Gimana? Bisa nggak?" tanya gue pake nada ngeselin. Gue sengaja itu.

Alih-alih kesel, si Gama malah senyum, seenak jidat acak-acak rambut gue sambil ngomong. "Jangan remehin gue, Del. Siap-siap jadi istri gue selamanya. Oke?"

Ha.ha.ha. bahkan semesta tertawa. Nggak deng, kalau sampai dalam 9 hari ini Gama ada berubah jadi antagonis, gue yang akan tertawa paling keras, bukan semesta. Dia ngomong kalimat tadi songong banget soalnya, kalau sampai gagal harusnya si Gama ini malu, kan?

"Harusnya ucapan lo barusan gue rekam," ucap gue. Hih, kalau diulang juga feelnya bakal nggak ada. "Omong-omong, boleh gue tanya sesuatu?" tanya gue.

"Apa?" balas Gama yang sekarang ikut bersila sambil menghadap gue. Kalau gue tegak, maka Gama menopang pala jeleknya itu dengan tinju tangan yang sikutnya bertumpu pada ujung sofa. Ujung sofa bukan, sih, namanya? Apa atas sofa? Pokoknya itu.

Berdeham karena pikiran, gue agaknya teralih sama hal nggak penting, gue bertanya, "Lo kenal Naraya?" Iya, gue agak penasaran soal dia. Maksud gue, dia itu sahabat Adela B, kan? Sahabat dekat malah. Gue tadi cek galeri dan nemu banyak foto Adela B sama dia soalnya. Nah, kalau mereka sedekat itu, kenapa yang namanya Naraya ini sama sekali nggak pernah hubungin gue? Lihat room chat bareng dia juga isinya kosong.

"Sahabat lo?" tanya balik Gama yang gue angguki.

"Lo tahu kabarnya?" Nanya yang beginian seharusnya nggak bikin Gama curiga, kan? Lagian meski curiga, dia nggak mungkin sampe mikir gue Adela dari bumi lain.

"Gue sempat lihat dia beberapa kali jalan bareng Gea."

Hm, berarti dia ada di kota ini dan masih hidup. Terus, kenapa nggak hubungin gue? Apa gue yang menghilang dari dunia, ya? Gue, kan, menantu tersembunyi Gundopo.

"Oh, thanks kalau gitu," ucap gue yang Gama balas dengan alisnya yang naik.

"Sekarang, boleh gue minta sesuatu dari lo?" Heeee? Apa, nih? Kok mencurigakan?

"Lo boleh pake lo-gue, tapi jangan panggil gue pake nama aja. Tambahin kak kayak biasanya. Jangan cuma Gam atau Gama. Nggak enak di kuping." Padahal gue belum bolehin dia ngomong. Gama pasti halal di geprek.

"Jangan cuma diem, ayo bilang iya," pinta Gama. Huh, batin gue udah keseringan nyebut lo tanpa embel-embel sopan ⊂(◉‿◉)つ.

"Siapa Anda siapa saya?" balas gue. Sedikit kurang ajar sama suami kurang ajar nggak apa-apa, kan? Mbak Nurullll, ayo jawab Adela.

"Gue suami lo, Adelaaa," balas Gama. Sentil dahi gue tanpa tenaga sebelum dia lari dan lompat ke atas kasur. Apaan dia? Cosplay jadi cowok novel? Cih, sama sekali nggak cocok.

•••

18.04.2023

Tap bintangnya kalau niat💃

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang