"Berani juga ni cewek, asal lo tahu, kami ini bukan cowok baik-baik."
Bangga Anda dengan status cowok jahat?
"Apa masalahnya?" tanya gue masih dengan amarah yang menggebu.
Salah satu dari mereka bangkit, memandang gue remeh. "Lo anak kampung juga? Punya uang lo sampai ngopi di sini? Gimana, mau kami bayarin?"
Gue mantu orang kaya dan sebelum itu gue anak bigboss. Siapa yang butuh uang? "Justru kalian yang butuh uang buat benerin adab kalian itu. Gimana, mau gue bayar sekolah kalian?"
"Sialan. Berani lo sama gue."
Orang yang berdiri itu teriak, nyaris tampar gue tapi Mbak Nurul tahan tangan itu. "Adela, lo sama kayak mereka kalau ladenin mereka. Lihat sekeliling, lo jadi pusat perhatian!"
Eeh? Ah, benar. Kenapa gue bisa bodoh gini, sih? Gue juga buat keributan di tempat umum. Gue pasti mengganggu pengunjung lain. Namun, udah terlanjur T_T, kalau mundur nanti gue malu ༎ຶ‿༎ຶ.
"Mingkem lo? Takut, hah?" Cowok lainnya ikut berdiri, natap gue setajam silet saat dia tanya begitu.
Maaf maaf aja, nih, ya, Mas, saiya ini gemar menonton drama yang bikin emosi, saya sudah mewarisi berbagai macam sifat antagonis yang amat sangat berguna. "Takut? Hahaha, sama kalian? Maaf, ya, Mas, kalian nggak ada apa-apanya dibandingkan siput tetangga." Yosh, cara bicara gue lebih tenang. Sangkyu, Mbak Nurul, gue berpeluang menang kalau amarah gue lebih rendah dari mereka. Percayalah, amarah itu cuma bikin malu doang (ucap orang yang barusan marah-marah :')).
Namun, siput, ya? Entah kenapa tadi gue keinget kartun yang siput balapan itu, loh, jadi, yah, keluarin aja. He.he.he.
"Lawak lo. Cewek aneh dasar," ucap cowok yang berdiri paling pertama.
"Iya, lagi ngelawak, nih, ketawa dong. Ah, nggak, kebodohan dan kekurang ajaran kalian lebih pantas diketawain. Hahahahahaha." Gue ketawa garing, bodo amat, deh, jadi bahan perhatian. Harga diri gue ilang nanti kalau tiba-tiba kabur dari para cowok ini. Lagian, ya, ini pegawai cafe mana? Saking sibuknya nggak mau lerai adu mulut antar muda-mudi ini apa?
Plakk
Awsh, gila! Gue ditampar! Catat itu, di.tam.par!!!Gila aja ini orang, berani banget nampar cewek. Dasar banci. "Apa-apaan lo?" teriak gue nggak terima. Heh, Bu Rinjani sayang-sayang wajah gue ini, gue dirawat dengan penuh kasih sayang dan lo yang entah datang dari mana berani tampar gue?
Waktu gue mau balas nampar cowok itu, dia malah lebih dulu narik rambut belakang gue.
"Muka lo ini jelek, hah? Sampai disembunyiin gini?" tanya cowok itu. Tangannya satu lagi naik, mau lepas masker yang masih terpasang di wajah gue.
"Anj*ng, lepasin dia, Tolol!"
Suara gedubrak bisa gue dengar, waktu lirik ke samping, Mbak Nurul baru aja tendang meja. Dia kayaknya mulai marah. Mbak Nurul tendang cowok yang jambak gue, tapi cowok itu tetap nggak lepasin jambakannya. Argh, sakit, Tolol! Astagfirullah.
Mbak Nurul berusaha lepasin gue dari cowok itu, tapi sisa cowok yang lainnya nahan Mbak Nurul sehingga keributan semakin parah. Ini pengunjung lain juga nggak waras apa? Nggak mau ikut campur? Cih, warga sini menyedihkan!
"Lepasin dia."
Suara itu? Gama?! Apa-apaan ini? Gama ada di sini? Nggak, nggak, mungkin aja gue salah.
"Hah? Lepas? Nggak usah ikut campur urusan orang!"
"Masalahnya gue harus ikut campur."
ಥ‿ಥ Itu beneran suara Gama.
Kepala gue dihempasin, ergh, sakit banget astaga. Cowok-cowok tolol ini rasanya cocok banget gue lempar ke rumah Spongebob. Bukannya apa-apa, tapi mereka dijamin stress kalau di sana.
Gue buru-buru benerin topi dan masker, nggak mau kalau Gama lihat gue di sini dan berpenampilan begini.
Waktu lihat ke arah Gama, ternyata dia nggak sendiri, ada Kak Ruby di sekitarnya. Oho, lagi kencan, ya? Sebelum kencan, ayo, Gam, selesaiin masalah istri lo ini. He.he.he.
"Lepasin dia juga. Jangan main keroyokan kalau kalian ngaku cowok," ucap Gama nunjuk Mbak Nurul yang lagi ditahan.
"Lo siapa, sih? Berani banget ganggu kami." tanya salah seorang dari mereka.
"Gue? Nama gue Gama. Nggak kenal, kan? Gue bukan seleb soalnya."
Hehey, Gama lagi bercanda, ya? Bisa juga dia begitu.
Gue nangkap keberadaan Kak Ruby, dia berjalan cepat entah menuju ke mana. Kabur, kah? Rasanya nggak mungkin. Hm, terserah, lah, yang penting urusan ini cepat beres, deh. Adela, Adela, lo bikin situasi macam FTV. Garis takdir sinetron-able milik Adela B agaknya menempel ke gue.
"Mereka yang buat keributan, Pak. Tolong urus mereka. Dua perempuan di sana sudah dikasarin oleh mereka. Mereka juga membuat pengunjung merasa tak nyaman, sebaiknya diusir saja."
Hooo, suara itu? Woahh, Kak Ruby pahlawan! Dia bawa orang yang kayaknya orang penting di cafe ini, lerai keributan ini dengan beberapa kalimat kejam sampai akhirnya para berandalan itu diusir keluar. Good, Pak Manager, kerjamu luar biasa. Iya, akhirnya gue tahu kalau dia adalah manager di sini.
"Kalian nggak papa?"
Hm, meski kasar sama gue, Gama ternyata suka nolongin orang lain juga, ya? Apa ini yang disebut yang jahat sama kita belum tentu orang jahat?
"Nggak. Makasih bantuannya." Gue sengaja ngubah suara gue, entahlah kedengarannya kayak apa, yang penting gue nggak mau Gama kenalin suara gue.
Gama ngangguk singkat. "Lain kali lapor aja kalau ada yang buat keributan," paparnya yang gue angguki.
"Sekali lagi, thanks, kami duluan," ucap gue comot ujung lengan jaket Mbak Nurul, buru-buru bawa dia keluar agar gue bisa bernapas lega. Hey, hey, hey, bahaya kalau terus sama Gama. Bisa aja, kan, dia kenalin gue?
•••
04.04.2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Romantic [END]
Ficção Adolescente"Astaga, adegan sinetron macam apa ini?!" Adela itu pengurung diri level tertinggi yang tidak berniat membuat kisah romansa di hidupnya. Sejak dulu julukannya adalah si 'anti romantic'. Dia cantik tapi malas mandi. Lalu, entah sebab apa si anti rom...