61. Gue Benci Lo

472 79 10
                                    

Ha.ha.ha bahkan semesta tertawa~~

Hm, orang itu... Adela B? Gue nggak percaya. Dia pakai pakaian yang sama dengan Adela B saat masuk ke klub, postur tubuh dan gaya rambut mereka sama. Bahkan, sepatu yang dipakai pun sama. Namun, gue tetap nggak percaya. Gue tahu Adela B orang baik, gue tahu kalau Adela B jelas korban. Diarynya menunjukan itu. Pengakuan Naraya dan Kak Gea memperkuat ketidakpercayaan gue. Terus wajah orang yang katanya Adela B ditutup pake masker dan topi hitam. Sama sekali nggak menunjukan wajah Adela B. Yang membuat berat hanya postur tubuh, gaya rambut, dan pakaian aja.

Gue melirik Kak Gea yang masih nangis. Apa ini juga ulah dia? Sejauh apa Kak Gea mempersiapkan ini semua? Waktu itu ada berapa hal yang Kak Gea siapkan? Ahh, gue pusing. Kalau udah begini, apa yang akan terjadi pada gue?

"Ge, Ruby, boleh tinggalin gue dan Adela?" Gama kembali masuk dan langsung bilang gitu. Mengangguk, duo wanita itu pergi dari ruangan. Menyisakan gue yang masih duduk di brankar dan Gama yang berdiri di sisi brankar. Natap gue aneh dan gue balas itu.

"Katanya lo dijebak, tapi ternyata lo yang jebak."

Yah, apa yang gue harapkan? Dia pasti akan percaya video itu.

"Kenapa videonya harus terungkap setelah gue sesayang ini sama lo, Del? Sakit hati gue jadi dua kali lipat," papar Gama.

"Lo nggak nanya dulu itu gue atau bukan?" Setidaknya, dia sadar, dong, selama ini Adela B orang yang tulus. Dia nggak mungkin sejahat itu.

"Buktinya jelas," balas Gama sarat akan nada kekecewaan. Tatapan dia nggak selembut biasanya, yang gue lihat sekarang hanya tatapan benci dan jijik yang dia layangkan. Wahh, gue jadi nggak enak hati, nih.

"Itu bukan gue, Kak." Gue jelas nggak mau dituduh. Gue nggak mau Adela B dicap orang jahat.

"Jangan coba bela diri. Lo semakin buat gue benci kalau lakuin itu." Ngaku sendiri dia. Jadi, bencinya udah sampai tahap berapa, Gam?

"Del, kenapa lo lakuin itu? Lo nggak suka saat Azriel terobsesi sama lo, tapi lo sendiri berbuat separah ini sama gue. Lahana, apa Lahana benar anak gue? Jangan-jangan lo──"

Gama nggak melanjutkan perkataannya. Entahlah kenapa.

"Lahana anak lo dan yang di video itu bukan gue. Coba percaya bisa, kan?" Setelah tadi sempat lihat pangkuan sendiri, gue kembali mendongak, menatap Gama yang berdiri menjulang di sisi gue.

Bisa gue lihat Gama menggeleng. "Gimana bisa gue percaya? Akhir-akhir ini gue bahagia sama lo, Del, tapi sekarang gue sadar kalau lo yang renggut semua kebahagiaan gue," papar Gama dan gue spontan menggeleng.

"Nggak gitu. Itu bukan gue." Gue nggak tahu, tapi gue nggak bisa berhenti menekankan itu sama Gama. Yang gue pikirin sekarang, setidaknya Gama nggak nuduh gue. Kalau Gama percaya gue, gue ngerasa akan baik-baik aja.

"Adela!"

Pintu dibuka bersamaan dengan suara Pak Arya yang nyebut nama gue. Kini, Pak Arya, Mama Tia, Kak Agam, dan Mbak Siska ada di ruangan ini. Jalan mendekat ke arah gue dengan raut gelap mereka. Ah, nggak, Mama Tia nggak kelihatan marah. Dia malah kelihatan sedih sekarang, ada tanda bekas tangisan juga di wajahnya.

"Udah aku bilang anak ini nggak bener. Bisa-bisanya kasih Gama obat perangsang." Itu Mbak Siska. Dia pasti senang gue kena fitnah sebesar ini.

"Bilang sama Mama kalau itu nggak bener, Sayang. Kamu nggak kayak gitu, kan?" Mama Tia... nangis dan gue terharu. Dari semuanya, dari semua orang, ternyata ada satu yang kenal Adela B.

Plakk

"Pah."

Yah, kejadian semacam ini nggak bisa gue hindari, ya? Mengikuti Kak Gea tadi, Pak Arya tampar gue. Itu... jauh lebih sakit daripada ulah Kak Gea. Selain pipi, hati gue juga sakit saat Gama hanya diam aja dan malah Kak Agam yang teriakin Pak Arya.

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang