53. Menjadi Nggak Menarik

451 79 0
                                    

Di hadapan gue sekarang ada piring kecil isi mille crepes rasa matcha. Ada juga gelas berisi minuman taro yang emang gue pesan. Hm, pengen pulang ಥ‿ಥ.

Tadi gue ketemu Naraya. Meski kayak gugup, tapi dia berakhir ngajak gue bicara berdua hingga Gama terusir entah kemana. Gue, sih, minta dia tunggu di parkiran, tapi entahlah, mungkin dia jajan di suatu tempat.

Naraya ada di kursi seberang gue, menundukan kepala seolah takut. Ayolah, gue bukan Drakula ataupun Joker, gue nggak akan gigit orang.

Sekian detik berlalu. Gue bahkan udah memindahkan setengah crepes di piring ke dalam perut, tapi ini Naraya nggak ngomong-ngomong oyyy. Apa, sih? Dia kalau mau cosplay jadi patung nggak usah ngajak gue. Gue kangen banget ini sama rumah.

"Del."

Dengan garpu yang masih terselip di bibir gue, gue noleh ke Naraya. Lihat dia yang akhirnya mengangkat pandangan ke arah gue.

"Yang tadi itu... Gama?" Ayolah, gue mohon jangan pembahasan nggak penting.

"Iya," balas gue seadanya.

"Suami lo, kan? Dia yang udah..."

"Ray, bisa langsung ke intinya? Kak Gama udah nunggu." Maaf gue nggak ramah, tapi gue beneran lelah. Gimana, ya, jelasinnya? Sekarang yang ada di pikiran gue cuma pulang. Nggak nyaman banget terlalu lama ada di luar.

"Lo marah, ya, Del?" tanya Naraya.

Memaksakan senyum, gue membalas, "Bukannya marah, Ray, aku cuma capek aja." Gue masih inget kalau di depan Naraya gue adalah Adela B. Sahabatnya dia yang baik hati dan ramah.

"Gue mau minta maaf meski perbuatan gue nggak pantas dimaafin." Yah, sadar diri itu perlu. Naraya emang keterlaluan sama Adela B.

"Gue waktu itu benar-benar bego karena buta sama ketulusan lo," sambung Naraya saat gue diam aja.

"Gue iri banget sama lo yang punya wajah cantik. Yang dapat pandangan kagum semua orang dan nggak pernah ngerasa insecure karena lo sempurna. Gue pikir gue akan puas setelah bikin lo kehilangan kehormatan, tapi nyatanya nggak. Kepuasan itu nggak bertahan lama, gue malah ngerasa bersalah. Apalagi saat gue sadar ada yang aneh dari Gea dan tahu kalau cowok yang hamilin lo itu pacarnya Ruby." Hm, hm, hm, jadi sebelumnya dia nggak tahu menahu soal Gama? Bodoh, sih, jadi orang, malah kemakan omongannya Kak Gea yang sama sekali nggak bergizi.

"Perasaan gue selalu nggak enak sejak itu, tapi gue selalu bilang sama diri gue sendiri kalau lo pantas. Kalau gue nggak salah udah giring lo ke Hexagon waktu itu. Gea mungkin berlebihan, tapi Gea bener soal lo yang munafik. Meski hati gue berontak, meski dada gue selalu sesak, tapi gue tetap bersikeras kalau gue nggak menyesal. Sampai akhirnya lo temuin gue setelah sekian lama kita nggak ketemu. Pertahanan gue nyaris runtuh saat bertatapan sama lo, tapi lagi-lagi gue percaya kalau gue nggak salah. Sampai akhirnya gue dengar pembicaraan lo sama Ruby. Kalian bahas Gama dan di sana gue nggak bisa nahan rasa bersalah lagi karena sadar kalau korbannya bukan hanya lo. Lo, Ruby, Gama. Kalian menderita karena kebodohan gue." Cho-chotto. Ini si Naraya tahu pemerkosa Adela B itu Gama saat gue datang waktu itu? Kok bisa? Dia sama Kak Ruby kenal, kan? Harusnya tahu, dong.

"Ray, sebelumnya kamu nggak pernah tahu kalau yang rusak aku itu Kak Gama?" Gue tanya, dong. Masa iya dia beneran nggak tahu.

Astaga, Raya menggeleng! Whahh, affakah ini semacam surprise? "Gea bilang itu kenalannya. Saat gue ke kamar Hexagon waktu itu juga keadaannya agak gelap. Gue nggak lihat cowok── sorry, yang tidur sama lo," papar Naraya.

"Sejak tahu itu pacarnya Ruby, kecurigaan gue sama Gea semakin besar. Gea itu... aneh. Waktu gue tanya kenapa bisa Gama, dia bilang kalau itu nggak sengaja. Kakaknya emang suka tidur sama cewek manapun dan waktu itu cuma kebetulan. Namun gue nggak percaya, dari cerita Ruby, pacarnya cowok baik-baik. Di situasi apapun, Ruby bilang kalau Gama nggak pernah macem-macem. Pacaran mereka juga paling jauh kiss doang."

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang