Gue dan Gama berakhir di minimarket. Beli benda kotak putih kecil lengkap dengan isinya yang gue tahu namanya P3K. Entah bener apa nggak itu nama, gue nggak berpengetahuan soal itu soalnya.
Gue udah minta Gama obatin lukanya sendiri dan gue udah dengan berbaik hati bilang bisa pegangin hp biar dia bisa bercermin. Namun, dasar orang, dikasih hati minta jantung. Gama malah minta gue yang obatin. Padahal yang mantan ketua PMR itu dia.
Alhasil gue bersihin luka dia pake alkohol, sesekali Gama kejang-kejang singkat── maaf, itu bohong. Bukan kejang, sih, tapi tubuhnya gerak-gerak kayak cacing kepanasan. Ditambah itu mulut selalu bilang 'Pelan-pelan, Del.'
Padahal gue sangat pelan dan telaten ᕙ(͡°‿ ͡°)ᕗ.
Omong-omong, muka Gama jadi aneh gara-gara dipukulin Azriel. Maksud gue, sudut bibirnya dia robek cukup parah, terus bagian bawah mata kanannya kulitnya kebuka dan tadi berdarah. Kalau sekarang, sih, udah gue tempelin plester luka. Di wajah sebelah kirinya ada sebulat warna ungu. Hmm, semoga wajah ini orang nggak sampe bengkak. Bukannya apa-apa, kalau gue ngakak tiap lihat muka dia, nanti jatohnya kurang ajar.
"Btw, Kak, kalau gue bilang Kak Gea jahat, lo bakal ngapain?" tanya gue seraya beresin kotak putih di atas meja.
Merhatiin plester luka lewat hpnya, Gama berucap, "Nggak bakal ngapa-ngapain."
-_- Bukan Gama banget.
"Kenapa?" tanya gue.
Turunin hpnya, Gama simpan hp itu di atas meja. "Karena lo nggak akan bilang Gea orang jahat." (ー_ー゛) Gue Adela A.
"Jangan berantem terus sama Gea, dong, Del. Gue bakal senang kalau kalian akur." Gue juga lebih suka tentram. Namun, masalahnya ini OniGea, dia antagonis menyebalkan bagi kehidupan gue. Mana setengah nggak waras lagi. Apa dia sebenarnya schadenfreude, ya? Itu lohh, yang senang kalau ada orang sengsara. Jadi inget dewa jahat (✯ᴗ✯).
"Masalahnya, Kak Gea yang suka cari ribut." Yah, gue juga ogah, ya, dicap sebagai pembuat onar sama Gama.
"Masalah kalian si cowok brengsek?" tanya Gama. Mungkin karena inget Azriel, nadanya jadi sedikit nggak enak.
Menggidikan bahu, gue berkata, "Lebih dari itu." Lebih, kan? Maksud gue, Kak Gea bahkan libatin Gama padahal Gama nggak ada hubungannya sama Azriel. Kak Gea itu setengah nggak waras.
Menghela napas berat, Gama kayak ngebuang beban segunung aja. Padahal bebannya pasti nggak sebanding dengan Kades ಠ∀ಠ.
"Kalau ada yang bisa gue lakuin supaya kalian damai, bilang aja, Del. Gue mau dua orang yang gue sayang nggak berantem mulu," kata si Gama. Perasaan hari ini udah dua kali dia bilang sayang gue. Gue jadi bertanya-tanya, itu beneran sayang sebagai sesama manusia, kan? Dia nggak mungkin sayang gue kayak Bu Rinjani soalnya.
Membalas kalimat Gama tadi, gue hanya menunjukan satu jempol. Emot Bapak-bapak (⌐■-■).
•••
Tadinya gue mau menghadap Kak Gea perihal masalah Hexagon, tapi di jalan gue inget kalau Kak Gea ada di nikahannya pria William. Jadilah, di sinilah gue dan Gama berada. Tebak, tebak coba di mana. Tetot, salah. Gue ada di pasar. Lagi berkumpul sama Mbak Nurul dan bocil Elfan juga bocil Esti.
"Kak Deldel." Bocil Elfan panggil gue.
"Kenapa?" tanya gue pada bocil yang lagi makan kebab itu. Sebelumnya gue beli beberapa kebab buat para bocil, tapi yang senggang malah cuma Elfan dan Esti. Nggak apa-apa, gue senang bisa ketemu mereka. Ditambah ada Mbak Nurul lagi.
"Kakak cowok orang jahat, ya?" Esti tiba-tiba tanya begitu sambil mendekat ke arah Gama. Gama yang tinggi, buat Esti harus mendongak dengan super.
"Jahat?" gumam Gama. Hohoho, Esti pinter banget nilai orang. Gama dulu emang jahat. Setidaknya sama Adela B.
"Dia OniGama. Jahat banget tahu, Kak Deldel aja takut." Tentu gue bohong. Gue? Takut sama Gama? Ha.ha.ha bahkan semesta tertawa.
"Terus kenapa Kak Deldel ajak dia ke sini?" tanya Elfan. Uh, bibirnya belepotan dan dengan telaten Mbak Nurul hapus itu pakai tangannya sendiri. Mbakkkk, aimisyuuu. Kambing sholehah yang sekarang jadi kambing punk. Huhuhu, masih sedih aja gue kalau inget Mbak Nurul jadi kayak gini. Mbak Nurul A pasti shock berat kalau tahu ಠ‿ಠ.
"Buat makan kalian," ucap gue ngasal. Ternyata oh ternyata, Esti yang paling dekat dengan Gama langsung lari ke gue. Naik ke pangkuan gue dan buat baju gue kena kebab. Hm, nggak apa-apa, deh, cuma atasan biasa. Dicuci juga ngilang ini noda daging.
"Rawrrrr!" Esti dan Elfan sama-sama teriak saat Gama tiba-tiba cosplay jadi dinosaurus. Mana langsung gendong Esti tinggi-tinggi lagi. Astaghfirullah, kalau nangis gue pastiin akan pukul Gama sekali. Gue, kan, nggak pernah tuh kdrt, jadi layak dicoba.
Namun, dasarnya anak-anak yang tumbuh di sini pada kuat, alih-alih nangis, itu bocil malah ketawa-ketawa. Bahkan buat kami jadi bahan tontonan karena Gama juga terus rawer rawer. Gama itu... punya sifat kayak gini juga?
Membiarkan Gama main sama Esti, gue noleh ke Mbak Nurul. Karena sejak tadi sibuk diributin sama dua bocil, gue belum sempat ngobrol sama dia. "Mbak," panggil gue.
"Apa?" balasnya.
"Mbak apa kabar?" tanya gue yang mirip basa-basi, tapi sejujurnya itu bukan basa-basi, gue beneran pengen tahu kabarnya Mbak Nurul. Ayolah, dia terus ada di pasar padahal punya rumah. Gue rasa Mbak Nurul punya masalah. Apalagi raut wajah Mbak Nurul hari ini kelihatan lebih lelah.
"Biasa aja. Gue nggak ada masalah apapun," jawab Mbak Nurul.
Errrr, ya, gue sadar, sih, gue masih orang asing bagi Mbak Nurul. Dia pasti nggak mau cerita sama orang asing macam gue. "Ada ponsel nggak, Mbak? Gue mau nomor lo, dong." Mbak Nurul itu orang yang cukup berada, dia harusnya ada ponsel, kan? Hpnya dia saat masih tinggal di rumah. Apa udah dijual, ya? Semoga aja nggak.
"Buat apa?" tanya Mbak Nurul. Yosh, kalau jawabannya gitu pasti dia punya. Senangnya dalam hati~~. Baik di dunia ini atau di dunia A, hanya Mbak Nurul yang bisa gue pikirin sebagai teman. Entahlah gue ini sombong atau apa, tapi, kan, selama ini gue emang nggak menjalin hubungan sama orang-orang lain. Kenalan gue di sini bahkan bisa dihitung pake jari.
"Buat daftar pinjol." Pinjol bisa sampe berapa milyar, sih?
Mbak Nurul berdecih dan gue tanpa sadar tadi terkekeh. Maap, maap. "Siapa tahu gue mau curhat atau perlu sesuatu gitu sama lo. Mbak, gue ini punya segudang masalah asal lo tahu, jadi gue butuh orang buat berbagi." Hmm, kalimat gue agak memalukan, tapi bodo, lah, udah terlanjur juga.
"Gue nggak suka nanggung masalah orang." -_- Minta nomor Mbak Nurul serasa minta nomor artis aja.
"08577──"
Gue sebutin kombinasi angka yang gue ingat dengan amat sangat lancar dan hoho, lihatlah wajah Mbak Nurul sekarang. Dia curiga level tertinggi. "Lo... siapa?" tanya Mbak Nurul. Ya, gue Adela, Adela dari bumi A yang selalu disuruh mandi sama Mbak Nurul A.
"Nomor Mbak itu juga di sini?" tanya gue. Omonak, gue pasti kelihatan kayak orang jahat. Mencurigakan banget, kan, ya, tahu nomor orang lain. Ya, gimana, ya, gue emang ngapalin nomor Mbak Nurul buat situasi darurat. Begini-begini gue itu orangnya parnoan. Hum, hal yang nggak patut dibanggain.
"Adela, lo dikirim Umma?"
Gue menggelengkan kepala. Gue aja belum ketemu umma di sini. "Nggak tuh. Udah gue bilang, kan, gue kenal Mbak Lifa lebih dari yang Mbak duga. Tapi tenang, gue bukan agen rahasia, orang jahat atau semacam itu."
•••
27.04.2023
Rasanya chapter ini sangat garing T_T
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Romantic [END]
Teen Fiction"Astaga, adegan sinetron macam apa ini?!" Adela itu pengurung diri level tertinggi yang tidak berniat membuat kisah romansa di hidupnya. Sejak dulu julukannya adalah si 'anti romantic'. Dia cantik tapi malas mandi. Lalu, entah sebab apa si anti rom...