•••
"Siska." Suara Pak Arya benar-benar mengandung kengerian. Tatapan tajamnya terarah pada Kak Gea yang sekarang lagi ketawa. "Keluar dan jangan biarkan siapapun masuk," perintahnya. Mbak Siska sendiri langsung gerak cepat buat keluar dan kayaknya jaga di depan pintu. Gue jadi menelan ludah kasar, ini... tanda bahaya.
Plakk
Lagi. Tamparan kembali menyapa pipi Kak Gea. Sesaat setelahnya Pak Arya jambak rambut Kak Gea dan banting kepala Kak Gea ke sofa, menghempaskan dia sampai Kak Gea jatuh. Astaga, gimana ini?
Seolah belum puas, Pak Arya kembali narik rambutnya Kak Gea, hempasin kepalanya ke samping, dan gue bisa lihat Kak Gea lagi nahan tangisannya.
Plakk
PlakkLagi. Kali ini pipi yang satunya yang Pak Arya tampar. Gila! Ayahnya Gama beneran gila! Gue nggak tahan lagi lihat adegan ini, tapi gue nggak bisa ngapa-ngapain. Gue nggak tahu apa yang bakal terjadi kalau gue ikut campur. Gue menengadah, lihat Gama yang ekspresinya kelihatan rumit. "Kak," panggil gue dan Gama mengabaikan itu. Ah, mungkin dia nggak denger gara-gara suara bantingan dan tamparan mendominasi ruangan ini. Gila! Kak Gea bahkan nggak bersuara sedikitpun. Dia malah gigit bibir bawah sekarang. Kak, itu pasti sakit banget.
Gue lirik Kak Agam dan dia lagi lihatin Gama, beralih ke Gama, gue lihat dia merhatiin Kak Agam. Ah, mereka kayak lagi merencanakan sesuatu dan nggak lama setelah itu Gama melepas genggaman dia. "Apapun yang terjadi, jangan ikut campur, Adela," bisiknya sebelum melompat dan tahan tangan Pak Arya yang kayaknya mau buka sabuk yang dia pake.
"Berhenti, Pah," ucap Gama rendah.
Melotot, Pak Arya bener-bener kelihatan kayak binatang buas. "Kamu tahu apa akibat tindakan kamu ini, Gama? Nggak peduli sama Kakak kamu?" tanyanya dan Kak Agam tiba-tiba ikut maju. Bantuin Kak Gea berdiri dan di detik itu Kak Gea mengeluarkan air matanya.
"Papa nggak pernah berubah," ujar Gama dan kalau nggak salah lihat, ada kilatan amarah di matanya.
Pak Arya menghempaskan tangan Gama, dorong dadanya dia hingga Gama mundur beberapa langkah. Dia natap Kak Gea dan Kak Agam bergantian. Mendekati mereka sambil buka sabuk yang dia pake. Jangan bilang...
"Agam, posisi siap."
Kak Agam lepasin rangkulannya pada Kak Gea, berbalik badan, dan dia menurunkan tubuh hingga berdiri di atas lututnya. Punggung kaki dan betisnya menempel ke lantai, sedangkan pahanya lurus. Dia duduk tegak dengan lengan yang diangkat setinggi-tingginya. Begitu sabuk hendak Pak Arya layangkan, orang itu entah kenapa tiba-tiba berhenti. Kepalanya berputar, lirik gue dan Gama yang sadar langsung genggam tangan gue sambil menatap sengit ayahnya.
"Agam, berdiri." Ada kejut kecil yang gue tangkap di Kak Agam. Namun, dia tetap berdiri dan membawa tubuhnya menghadap pada Pak Arya. "Tia. Ke sini kamu," ucapnya dan gue rasa semua orang kecuali Pak Arya langsung menahan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Romantic [END]
Teen Fiction"Astaga, adegan sinetron macam apa ini?!" Adela itu pengurung diri level tertinggi yang tidak berniat membuat kisah romansa di hidupnya. Sejak dulu julukannya adalah si 'anti romantic'. Dia cantik tapi malas mandi. Lalu, entah sebab apa si anti rom...