Hah!
Gue ngerasa jantung gue berdetak terlalu cepat. Gue... kembali, ya?
Gama? Mengedarkan pandang ke sekeliling, gue nggak menemukan siapapun. Di ruangan ini hanya ada gue seorang diri. Namun, gue harus ketemu Gama sekarang.
Ahh, tenggorokan gue kering dan sakit. Nggak, bukan. Harus ketemu Gam── nggak, nggak, nggak, bukan. Jangan dulu. Sekarang gue terlalu kacau buat ketemu Gama. Oke, tarik napas, buang napas, tarik napas, buang napas. Adela. Gue Adela. Gue ditarik ke kolam renang sama Kak Gea dan ditolongin Azriel. Gue berantem sama Pak Arya dan kesadaran gue ketemu Adela B. Dia bilang gue akan hilang kalau Gama menginginkannya. Oke, keberadaan gue di sini emang nggak normal. Gue paham kenapa gue bisa hilang. Namun, tergantung Gama? Yah, bagian itu buat gue nggak paham meski udah dipikirin dalam kondisi tenang── ah, ada satu hal. Kalau gue ke sini untuk Gama, maka kenyataan kalau gue akan pergi kalau Gama nolak gue bisa dijadikan titik terang.
Lalu, Adela B juga bilang satu hal yang lebih mengejutkan daripada kabar kalau gue akan menghilang. Ya, cinta. Dia bilang gue mencintai Gama. Ah, ingat itu gue jadi sesak. Cinta, ya? Itu... apa mungkin? Maksud gue, gue yang nggak berminat dengan kisah romansa ini jatuh cinta? Terlebih sama Gama? Setelah semua umpatan dan pandangan buruk gue soal dia? Nggak, bukan. Sejak awal gue emang lemah sama kisah sedih, Gama merobohkan kebencian gue sama dia dengan air matanya waktu itu, dengan segala sikap manis dan kalimat-kalimatnya. Gue tahu kalau gue nggak menaruh kebencian apapun lagi sama Gama sejak beberapa waktu lalu, tapi untuk cinta? Argh! Lagipula cinta itu apa, sih? Apa itu cinta? Buat apa itu cinta? Kenapa harus cinta? Cinta. Cinta. Cinta. Gue nggak tahu, gue bingung. Gue... takut. Gue masih nggak tahu apa yang Adela B bilang soal perasaan gue bener apa nggak, tapi yang gue tahu, gue nggak mau pergi, gue nggak mau Gama benci gue, gue nggak mau dia terus mikir kalau dia dijebak sama Adela B. Dia akan sedih kalau suatu saat tahu kebenarannya tanpa bisa ngapa-ngapain karena Adela B udah lama pergi dan gue yang dia marahin udah nggak ada lagi.
Ah, gue nyaris nangis karena frustasi soal cinta. Memejamkan mata, gue berusaha menormalkan perasaan kusut yang memenuhi dada, membujuk diri sendiri agar bisa siap untuk meninggalkan segalanya. Gue menengadah, rasanya pengen lihat langit-langit ruangan ini dan membentuk senyum sebagai usaha terakhir untuk menghilangkan perasaan tak rela. Setelah ini gue akan benar-benar mati, ya? Kisah seorang Adela Novianka Agandi ternyata selesai sesingkat ini. Padahal gue belum mengenal Mbak Nurul B lebih jauh, gue belum mendengar cerita dia yang gue rasa pahit. Alasan kenapa Mbak Nurul berakhir jadi anak punk, alasan kenapa di rumahnya ada wanita asing meresahkan, dan alasan-alasan lainnya tentang titik perpisahan dia dengan Mbak Nurul A.
Lalu, Bunda. Gue mengkhawatirkan Bu Rinjani B yang pasti akan sangat terpukul. Ayah udah meninggal lama dan Adela B terbang berbulan-bulan lalu. Keluarganya hanya gue seorang, gue yang dia anggap sebagai Adela B. Perasaannya pasti hancur sehancur-hancurnya. Ibu mana yang baik-baik aja kalau anaknya meninggal? Bunda, nangisin Adelanya jangan lama-lama, ya, nanti Bunda sakit. Bunda, Bunda tetap cantik, kok, meski nggak pakai pakaian branded dan riasan. Bunda tetap kelihatan hebat meski ayah nggak ada di samping Bunda. Bun, maaf aku udah rebut raga Adela B, maaf udah buat dia nggak bisa balik lagi ke sini. Maaf banget, maafin Adela.
Sekuat apapun gue tahan, kalau soal bunda, air mata gue pasti turun dengan deras. Membiarkan perasaan gue tergambar lewat tangisan, gue akhirnya bisa berhenti setelah beberapa menit. Mengusap air mata sampai wajah gue kembali kering, gue menarik bibir biar nggak kaku. Latihan AIUEO kayak paduan suara sebelum upacara bendera, gue menepuk kedua pipi cukup kuat. Yosh, gue siap buat ketemu Gama.
Turun dari brankar, dinginnya lantai bisa gue rasain. Meski agak terseok gara-gara lemes, tapi gue tetap jalan menuju ke arah pintu. Hp gue diceburin Kak Gea, jadi gue berniat pinjem telepon rumah sakit buat telepon Mama Tia dan minta tolong dia buat minta Gama ke sini. Seperti gue ngapalin nomor Mbak Nurul buat keadaan darurat, gue juga ngapalin nomor Mama Tia untuk alasan yang sama. Namun, belum sempat gue menggapai pintu, pintu itu udah terbuka dari luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Romantic [END]
Teen Fiction"Astaga, adegan sinetron macam apa ini?!" Adela itu pengurung diri level tertinggi yang tidak berniat membuat kisah romansa di hidupnya. Sejak dulu julukannya adalah si 'anti romantic'. Dia cantik tapi malas mandi. Lalu, entah sebab apa si anti rom...