40. Gue... Kalah

715 104 2
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Gue kira studio lukis itu selalu acak-acakan, tapi ternyata punya Gama nggak begitu. Mungkin karena dia pake tempatnya yang luas, ya? Ada cukup banyak lukisan Gama yang udah jadi, beberapa nganggur di bawah dan beberapa nempel di dinding. Yang nempel di dinding yang ukurannya kecil doang, sih.

Kalau dilihat-lihat, lukisan Gama kebanyakan yang bentukannya nggak gue pahami. Aneh-aneh tapi membawa kesan tersendiri. Ada yang bentuknya mirip orang tapi aneh, sesuatu mirip bak mandi tapi ada di dasar lautan, pulau melayang dengan wajah Gatotkaca (Gatotkaca-nya gue ngasal. Namun, emang bentukannya macem wayang-wayang bangsawan). Agaknya gue pernah belajar soal aliran lukisan di SMA, yang kayak Gama itu disebutnya aliran sereal, nggak, bukan, serial, hm, bukan juga, serealistis? Agaknya bukan itu, deh. Binggo! Surealisme! Iya, itu, surealisme.

Namun, selain itu, gue juga lihat beberapa lukisan bangunan yang beneran aesthetic. Ada juga satu lukisan wajah manusia. Pssttt, ini rahasia, wajah itu mirip banget sama Kak Ruby. Si Gama ini beneran bucin tingkat tinggi.

Sambil lihatin beberapa lukisan, Gama dan Pak Kumis ngobrol dan gue yang jalan di sisi Gama cuma jadi nyamuk aja. Obrolan mereka, tuh, keseluruhan soal lukisan. Gama sesekali cerita tentang lukisannya dan Pak Kumis menanggapi. Atau kadang Pak Kumis ngasih review kecil pada lukisan Gama dan Gama juga menanggapi.

Cukup lama Pak Kumis lihat-lihat. Mungkin menilai lukisan Gama. Akhirnya Bapak-bapak notice gue. Huft, padahal gue lebih suka dianggap nyamuk aja.

"Omong-omong, ini... pacarnya Mas Gama?" tanya si Pak Kumis.

Saiya? Pacar Gama? Ogah syekalih rasanya.

"Lebih tepatnya istri, Pak." OMG. Dia beneran bilang gue istrinya. Pak Kumis itu siapa, sih? Bukannya Gama harusnya kenalin gue sebagai istri sama teman-temannya, ya?

Oke, abaikan niat Gama. Sekarang Pak Kumis masang raut kayak nggak percaya. Iya, sih, kami, kan, masih muda, dia pasti nggak nyangka orang semuda kami udah nikah aja. Maklum, kecelakaan.

"Oh, hahaha, saya tidak tahu Mas Gama sudah menikah," ucap Pak Kumis. "Kenalkan, saya Anwar Pranoto." Pak Kumis mengulurkan tangan dan gue refleks balas uluran tangan itu.

"Adela, Pak. Senang bertemu dengan Bapak," ucap gue disertai dengan senyum yang semoga aja nggak kelihatan aneh.

"Saya kagum dengan Mas Gama, berani meminang seseorang di usia semuda ini."

Andai aja Pak Kumis a.k.a Pak Anwar tahu pernikahan ini terjadi karena tragedi menyeramkan.

"Hehehe, iya, Pak. Saya tidak mau kehilangan Adela soalnya."

Rasa ingin memukul Gama : 📈📈

•••

Singkat cerita Pak Anwar udah pergi setelah puas bicara bareng Gama. Sekarang gue sama Gama ada di dapur. Yah, membereskan ulah gue yang sebenarnya nggak acak-acakan banget. Mungkin. Iya, lohh, ini nggak acak-acakan banget.

"Pak Anwar tuh siapa?" tanya Gue sambil keringin gelas pake lap.

"Pebisnis properti terkenal. Dia mau beli lukisan gue. Katanya pengen lihat secara langsung sebelum memutuskan," jawab Gama yang lagi cuci gelas di samping gue.

Hmmm, pantesan mereka bahasnya lukisan. "Jadi beli nggak?" tanya gue.

"Jadi. Dia minta dikirimin besok ke rumahnya," balasnya.

Kalau gini ceritanya Gama dapat duit, dong? Hhohoho, katanya uang suami sama dengan uang istri. Bercanda, gue nggak mata duitan, kok. Selama bisa makan, langganan premium, dan beli koin, gue senang-senang aja.

Omegatt, gue lupa hari ini updatenya komik favorit gue 😱😱😱. Gue biasanya readers paling gercep, sekarang posisi gue pasti udah tergeser sama orang. Namun, nggak apa-apa juga, sih. Minggu depan gue pasti jadi yang pertama lagi ( ꈍᴗꈍ).

"Pulang kapan, Kak?" Gue harus pulang biar bisa baca komik dengan tenang. Lagian ini teh udah malem, Mama Tia nanti khawatir lagi. Memang, ya, mertua idaman.

"Lo mau pulang? Sebentar lagi temen-temen gue ke sini. Inget, kan, yang gue bilang? Gue mau kenalin lo ke temen-temen gue." Gue kira kenalannya cukup sama Pak Anwar aja ༎ຶ‿༎ຶ. Harus kenalan sama orang baru lagi, nih? Energi gue untuk orang asing udah terkuras padahal. Gue harus isi ulang energi dengan para fiksi.

"Temen-temen lo banyakan?" tanya gue. Kalau banyakan pasti berisik, gue harusnya bawa earphone tadi.

Gama udah selesai cuci gelas. Dia juga udah lap tangannya yang basah. Sekarang dia menghadap gue, menekuk kakinya sampe tinggi kami jadi sama. "Lo udah capek? Mau istirahat dulu?"

Gue baru sadar kalau kaki gue mundur. Heeee, lagian, ya, Gama deket banget tadi. Ya emang, sih, itu orang udah sering deket-deket sama gue, tapi tetap aja shock berat kalau wajahnya tiba-tiba ada di depan wajah gue. Kayak Jumpscare aja.

Gama menegakan tubuhnya. Gue bisa lihat bibirnya yang melengkung ke atas, senyum lebar kayak orang dapat kabar dari calon pacar. Iya, loh, kenalan kuliah gue suka senyum-senyum sendiri kalau crushnya chat dia.

Gama mendekat, tanpa angin tanpa hujan, dia peluk gue. Apa peluk gue jadi favorit dia, ya? Perasaan sering banget peluk-peluk. Untung halal.

"Gue juga udah capek. Apa suruh mereka balik lagi? Kita tidur aja."

Untuk ini gue setuju! Setuju paling keras. Capek, guys. Meski nggak bisa baca komik karena ada Gama, tapi setidaknya gue bisa tidur. Fyi, tidur itu salah satu hal paling nikmat di dunia. Apalagi tidur malam. Kebahagiaan yang nggak tergantikan, deh.

"Setuju. Gue lebih suka tidur daripada kenalan sama temen-temen lo."

Gama akhirnya lepasin pelukannya meski tangannya malah bertengger di bahu gue. Senyuman culas Gama buat gue jadi punya firasat buruk. "Kita nggak usah pulang aja, ya, Del?"

Apa, sih? Kok hawa-hawanya jadi aneh. Kek, gimana, ya, jelasinnya? Tunggu, tunggu sebentar. "Ma-mama, Kak?" Kok gue gagak? Gagap? Heeee, tenanglah wahai diriku. Nggak bakal ada setan yang muncul tiba-tiba, jadi, mohon tenang jantung!

"Tinggal chat aja."

Pikiran gue kosong. Benar-benar kosong sampai saat sadar gue udah ada di kamar asing ini. Buruk. Buruk banget! Apa tadi?! Gue inget! Gue inget! GUE INGET GUE DIGENDONG GAMA DARI DAPUR WOYYY!! Merinding banget tolong, rasanya kaki gue jadi lemas. Kok bisa? Kok gue terima gitu aja digendong Gama? Dimana harga diri lo wahai Adela? ಥ‿ಥ.

"Del, kenapa?"

Suara Gama? Benar, gue lagi rebahan, kan, ya? Gue tidur menghadap Gama sambil dipeluk orang itu. Adela, Adela, Adela, balik ke setelan pabrik ayo!! Batinku yang selalu waras, ayo waraskan keseluruhan diri kita.

"Tidur aja, Sayang."

Gue... kalah.

•••

24.04.2023

Ternyata udah part 40 :') artinya udah lebih dari 40 hari Anti Romantic muncul ke permukaan. Hm, doain, dong, gess, biar ini lapak satu bisa rame. Ah, doainnya harus dengan niat, oke? Aku ini tetap manusia yang mengedepankan niat💃💃

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang