14. Donat

1.1K 149 1
                                    

Berubah, tring! Oke, maaf, garing. Gue ternyata berakhir belanja. Hm, gue emang ada niatan buat beli kostum sejak di rumah tadi, gimana pun abis ini gue akan pergi ke tempat yang agaknya nggak pernah didatangi si Adela B. Jadi, untuk antisipasi, gue pengen apa, ya, itu... em, am, ah, iya, menyamar! Eh, tunggu, daripada di sebut nyamar kayaknya lebih cocok menyembunyikan diri.

Gue yang asalnya pakai kemeja putih biru yang modelnya susah gue jelasin, celana cream ala-ala muda-mudi, dan tas selempang simple, berganti jadi pakai kostum serba hitam. Celana gombrang hitam, terus si kemeja gue tutupin pakai hoodie kebesaran warna hitam. Gue juga beli topi hitam dan masker hitam. Ah, kalau sepatu nggak gue ganti karena gue rasa orang-orang nggak akan kenal ini Adela dari sepatunya doang. Sepatu yang gue pakai pun udah warna hitam sejak awal, jadi, yosh, penampilan gue udah kayak kriminal sekarang. Nggak, nggak, pas gue bercermin gue mirip idol K-Pop kalau di bandara, kok. (Mungkin. Pasti gitu). Pede aja dulu nggak, sih?

"Lo malu?" Mbak Nurul yang jalan di samping gue buka suara.

"Malu? Kenapa harus?" tanya gue balik. Kenapa juga gue malu? Ada sesuatu, kah, di baju gue? Ah, apa labelnya belum gue copot, ya? Namun, perasaan udah, deh.

"Jalan di pasar. Lo sampai tutupin wajah lo." Aah, itu toh. Iya, sih, gue emang nyembunyiin wajah di balik masker dan topi.

"Bukan malu, cuma antisipasi kalau-kalau ada yang kenal gue. Gue nggak mau diganggu," balas gue yang pasti terdengar kayak alasan jelek meski gue jujur.

"Lo tiap hari ada di sini?" tanya gue. T_T rasanya aneh banget ngomong lo-gue sama Mbak Nurul.

"Ngapain tanya?" Eeeehh? Jawab aja, sih, Mbak, aku berniat temenan part dua dengan Mbak.

"Anggap aja basa-basi." Yah, gimana pun gue nggak mungkin keluarin isi hati gue yang tadi. Bisa gawat nanti.

Meski ada jeda, tapi Mbak Nurul akhirnya menjawab, "Ya, tiap hari."

"Malam juga?" Mengingat Ibu-ibu di rumah Mbak Nurul bilang kalau Mbak Nurul nggak pernah pulang, gue jadi penasaran Mbak Nurul tidur di mana.

"Basa-basi lo intens juga, ya?" Hapunten, Mbak, diri ini mengkhawatirkan Mbak, lohh. Ayolah, gimanapun dia ini jelmaan kambing favorit gue ⊂(◉‿◉)つ.

"Its oke kalau nggak mau jawab. Gue cuma nggak mau perjalanan ini sepi," papar gue. "Woahh, donat." Begitu mata gue menangkap penjual donat keliling yang lagi istirahat di depan toko baju, gue lari kecil ke arah penjual ini.

Hehehe, gue tentu aja semangat, donat itu makanan kesukaan Mbak Nurul A! Siapa tahu Mbak Nurul B juga suka sama donat.

"Pak, donatnya sepuluh, ya," ucap gue begitu berhenti di depan penjual donat.

Penjual donat itu sumringah, buru-buru siapin pesanan gue dan menyerahkan keresek putih berisi sepuluh donat ke gue. Bayar, terima kembalian, pamit pergi, dan di sinilah kami berada, di bangku yang entah punya siapa, tapi kata Mbak Nurul B boleh didudukin.

Hm, donat keliling, ya? Tampilannya baik, cukup menggugah juga, dan kayaknya empuk. Gue ambil satu donat toping coklat keju, sodorin keresek ke Mbak Nurul B, dan tawarin dia. Hoho, tanpa nolak Mbak Nurul langsung ngambil satu donat. Good, malu-malu cuma memperpanjang urusan nggak penting doang.

"Anak orang kaya kayak lo boleh makan donat yang begini?"

Anak orang kaya juga bisa lapar, Mbak. Iya, sih, ini kali pertama gue makan donat yang begini, tapi rasanya enak, wadah jualannya juga bersih. Nggak ada masalah. Lagipula sekarang hitungannya gue bukan anak orkay, tapi menantu orkay. Songong banget, ya gue bawa-bawa harta mulu. Bodo amat, intinya gue emang hidup bergelimang harta. Hahaha.

"Apa salahnya? Enak, kok, lebih enak dari yang biasa dibawain Oma." Gue nggak bohong soal ini, oma gue yang dari Bandung kalau ke rumah pasti bawa donat. Donatnya cukup enak, tapi kalau dibandingin sama donat yang sekarang gue makan, masih menang ini. Err, tapi, kalau dibandinginnya sama donat dari toko langganan Mbak Nurul A, yang ini agaknya kalah.

"Nama lo siapa?" YATTA! Mbak Nurul B agaknya mulai lunak.

"Adela," balas gue.

"Tadi lo sempat nyebut gue Nurul. Lo... kenal gue?"

Eeeh, mampus ༎ຶ‿༎ຶ. Gue harus jawab apa, nih? "Eh, ah, itu... gue...." Gawat darurat! Gue nggak tahu mau ngeles kayak gimana T_T. Skill nipu gue nggak berfungsi, oy.

"Huh..."

Eh, Mbak Nurul membuang napas? Jangan bilang dia curiga yang aneh-aneh?

"Nggak perlu jawab, nggak penting juga."

Ariigaatooo, Mbak Nurul (༎ຶ ෴ ༎ຶ)

Gue sukses makan dua biji donat, tapi sekarang di dalam keresek masih sisa empat donat sedangkan Mbak Nurul B ini agaknya juga udah nggak minat makan.

Maka dari itu, gue ambil keresek donat, memperlihatkannya pada Mbak Nurul, kemudian berkata, "Masih ada, buang aja──" Gahhh, lirikan maut apa itu? Mbak Nurul munculin lirikan setajam silet yang nyampe ke hati gue. Beneran, gue jadi merasa salah sekarang. Apa Mbak Nurul masih mau, ya?

"Lo nggak mungkin tahu gimana susahnya orang lain buat dapatin satu donat!" ucap Mbak Nurul kasar. Dia juga tiba-tiba rebut keresek donat dari tangan gue dan manggil seseorang yang nggak jauh dari kami. Orang itu... hm, dia bawa banyak keresek hitam besar dan nawar-nawarin itu ke orang-orang. Penjual keresek? Eeeh, ada yang begituan, ya? Terlebih dia anak kecil.

"Tangkap, Den," teriak Mbak Nurul lemparin keresek donat ke arah anak itu. Ternyata dikasih.... Hm, mau Mbak Nurul versi anak punk atau pun Mbak Nurul versi gamis dan hijab, dia tetap orang baik, ya? Rasa-rasanya gue jadi terharu.

"Maaf, gue nggak biasa," ucap gue ngerasa nggak enak. Oy, oy, oy, gue tadi ngomong mau buang itu donat ಠ◡ಠ. "Setelah ini lo bisa anterin gue ke suatu tempat? Gimana, ya? Gue agak asing sama kota ini," ucap gue nggak bohong. Hey, meski ini kota yang sama dengan bumi A, tapi gue adalah pengurung diri. Selain sekolah, kuliah, terus rumah kerabat, gue nggak pernah ke mana-mana lagi. Jadi, tentu aja ini asing bagi gue.

"Gue pengen ke studio musik. Yang nyaman. Lo tahu tempatnya?"

•••

02.04.2023

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang